Share

Bab 7

Penulis: Charles Fariz
Arif melambaikan tangan di depan Rini, suaranya terdengar agak serak. "Kak Rini, kamu baik-baik saja?"

Rini tersadar kembali. Dia mencoba bangun, tetapi bokongnya sudah diseruduk oleh babi hutan. Keadaannya memang tidak serius, tetapi rasa sakitnya sangat luar biasa. Baru saja dia bergerak, tubuhnya tanpa sadar jatuh ke arah Arif.

Arif segera menangkap Rini dan menggunakan tubuhnya sebagai matras. "Kak Rini, hati-hati!"

Saat ini, Rini berbaring di atas Arif. Kehadiran pria yang kuat itu membuatnya sedikit tersipu. Suaminya telah meninggal lebih dari setahun. Setelah begitu lama tidak memiliki kontak dengan pria, wajahnya pun menjadi semerah tomat.

Jantung Arif berdebar kencang. Tubuh Rini yang menindihnya terasa sangat nyaman.

Rini mencoba bangkit dari tubuh Arif, tetapi rasa sakit yang tajam terasa dari bagian belakang tubuhnya. "Arif, bokongku sakit banget. Aku nggak bisa bangun!"

Arif yang mencium aroma tubuh Rini merasa tenggorokannya sangat kering. Dia membantu Rini berdiri dengan hati-hati, tetapi Rini masih merasakan sakit yang luar biasa hingga berlinang air mata.

"Arif, pelan-pelan. Kamu mau buat aku mati kesakitan!"

Arif menjawab dengan cemas, "Kak Rini, kamu bahkan nggak bisa bergerak. Itu seharusnya karena tulang ekormu terluka diseruduk babi hutan itu."

Suara Rini terdengar bergetar karena menahan tangis, entah karena cemas atau kesakitan. "Gimana ini? Kalau tulang ekorku terluka, itu berarti aku harus pergi ke rumah sakit kota? Tapi, gimana aku bisa ke sana kalau aku nggak bisa bergerak?"

Arif berpikir sejenak, lalu berujar, "Kak Rini, aku kuasai sedikit ilmu pengobatan. Mau aku bantu periksa?"

Buku ilmu pengobatan yang diwariskan siluman wanita itu mencatat cara pengobatan untuk sangat banyak penyakit langka dan sulit disembuhkan. Mengobati cedera tulang ekor ringan sama sekali bukan masalah.

Namun, bagian yang terluka itu adalah area yang agak pribadi. Rini belum tentu setuju. Meskipun Arif sudah melihat semua yang perlu dilihatnya, Rini tidak tahu!

Sesuai dugaan, raut wajah Rini langsung berubah setelah mendengarnya. Dia adalah seorang janda cantik dan ada banyak pria di desa yang mengaguminya. Akan tetapi, dia mengabaikan mereka semua. Jika Arif ingin memeriksa tulang ekornya, dia pasti harus melepas celananya. Hanya almarhum suaminya yang pernah melihat area pribadi itu. Bagaimana mungkin dia membiarkan Arif melihatnya?

Rini tidak yakin apakah Arif benar-benar ingin membantunya atau hanya ingin bertindak macam-macam. "Arif, kapan kamu belajar ilmu pengobatan?"

Arif tertawa dan menjawab, "Kak Rini, aku belajar dengan seorang dokter tua yang ahli dalam pengobatan tradisional selama dua tahun waktu SMA. Kalau kamu nggak percaya, aku akan turun gunung dan cari orang untuk gendong kamu pulang, lalu bawa kamu ke rumah sakit."

Rini menjawab tanpa ragu, "Nggak bisa!"

Hanya ada mereka berdua di gunung dan Rini juga tidak bisa bergerak. Dia tidak bisa membiarkan Arif pergi. Bagaimana jika Arif tidak kembali?

Rini menggigit bibirnya, lalu memberi pengecualian dan berkata, "Kalau begitu, coba kamu periksa. Tapi, kamu nggak boleh macam-macam. Kalau nggak, aku akan ngadu ke ibu mertuaku!"

Ibu mertua Rini adalah wanita yang sudah terkenal garang di Desa Sukasari. Ketika suami Rini baru saja meninggal, ada orang yang mencoba menindasnya. Alhasil, orang itu dihajar dan diusir oleh ibu mertuanya yang tangguh.

Arif terkekeh. "Kak Rini, apa menurutmu aku orang seperti itu?"

Arif berjongkok dan menurunkan celana Rini. Pahanya yang mulus dan bokongnya yang montok pun terpampang di hadapannya. Namun, bokongnya memar karena diseruduk babi hutan dan tulang ekornya juga terluka.

Arif mau tak mau menelan ludah. ​​Putih sekali!

Melihat Arif yang masih belum berbicara juga, Rini bertanya dengan suara gemetar, "Arif, apa tulang ekorku patah?"

Arif tersadar dari lamunannya dan menjawab, "Nggak patah, cuma terluka. Aku akan bantu kamu memijatnya."

Jantung Rini seketika berdebar kencang setelah mendengarnya.

Sebelum Rini sempat menolak, Arif sudah menekan jari telunjuknya ke tulang ekor Rini. Seberkas energi spiritual menembus kulitnya dan menyembuhkan tulang ekor yang terluka itu dengan kecepatan yang bisa terlihat sangat jelas oleh mata telanjang.

"Emm ...."

Rini merasakan sensasi geli di sekujur tubuhnya dan tanpa sadar mengerang. Tubuhnya yang seksi menggeliat tak terkendali di atas tanah dan gelombang kenikmatan menyapu dirinya.

"Nyaman banget ...."

Rini berbaring di atas tanah sambil menatap Arif. Matanya yang memikat terlihat berkaca-kaca. Tahun lalu, suaminya meninggal karena keracunan alkohol dan sudah lebih dari setahun dia tidak disentuh pria. Jadi, sentuhan Arif telah membangkitkan sesuatu dalam dirinya.

Rini mengamati Arif dan merasa Arif makin enak dipandang. Kenapa dia tidak menyadari betapa kuatnya pria ini sebelumnya?

Arif yang mulutnya kering berujar, "Kak Rini, tulang ekormu sudah sembuh, tapi bokongmu masih memar karena diseruduk babi hutan. Mau kugosok?"

Rini memalingkan wajah dan memelototi Arif, lalu pura-pura memakinya, "Dasar anak nakal! Masih berani bilang kamu nggak macam-macam? Awas ibu mertuaku mengejar dan memukulmu!"

Arif teringat ibu mertua Rini yang galak dan tidak memaksa.

Rini tertawa menggoda, lalu berdiri dan mengenakan kembali celananya. Dia mendapati tulang ekornya memang sudah tidak sakit lagi. Matanya pun melebar, sedangkan mulutnya ternganga. Dia berseru kaget, "Aku sudah sembuh? Ternyata kamu cakap juga."

Jika pergi ke rumah sakit kota untuk diperiksa dan melakukan rontgen, entah ada berapa banyak uang yang akan dihabiskan. Tak disangka, Arif mampu menyembuhkannya dalam sekejap. Ini sungguh menakjubkan!

Arif terkekeh dan menyahut, "Keahlian medisku memang hebat kok! Kalau kamu mau hilangkan memar di bokongmu, ingat cari aku."

Rini memelototi Arif sebentar, lalu mengulurkan tangan rampingnya dan menunjuk ke sampingnya dan memohon dengan manis, "Arif, aku sudah petik sekeranjang buah liar untuk dijual di kota, tapi aku terlalu lemah saat ini. Bisa nggak kamu bantu aku bawa pulang?"

Arif menoleh dan melihat sebuah bakul bambu berisi buah liar berwarna merah tak jauh dari sana. Dia mengambil bakul bambu itu dan berkata, "Kak Rini, ayo kuantar pulang."

Rini berpikir sebentar, lalu bertanya dengan nada manja, "Arif, aku merasa lemas. Bisa nggak kamu papah aku kembali ke desa?"

Arif pun merasa terkejut. Jika dia memapah Rini kembali ke desa, bukankah itu berarti mereka akan berdiri berdampingan? Dia bersedia memapah Rini kembali ke desa, tetapi bagaimana jika orang-orang melihat seorang pemuda dan seorang janda cantik bersama, lalu bergosip?

Di dalam hutan yang rindang, mereka bisa melakukan apa saja. Namun, di desa yang ada begitu banyak orang, dia harus berhati-hati.

Arif menjawab dengan ragu, "Kak Rini, sebaiknya jangan deh ...."

"Kenapa? Ini sudah sore dan nggak akan ada yang berkeliaran di luar," kata Rini dengan nada memelas sambil menyandarkan separuh tubuhnya ke arah Arif.

"Pokoknya, aku nggak sanggup jalan lagi. Kalau kamu keberatan, tinggalkan saja aku di sini. Kalau aku ketemu babi hutan lagi dan digigit sampai mati, anggap saja aku yang sial."

Arif tidak mungkin meninggalkan Rini sendirian di pegunungan. Jadi, dia mengambil sebakul buah liar milik Rini dan berujar, "Kak Rini, jangan ngomong begitu. Aku akan papah kamu."

Rini akhirnya merasa puas. Ketika melihat Arif dengan mudahnya mengangkat sebakul buah liar yang beratnya paling tidak lima kilogram dengan satu tangan, dia merasa agak aneh. Arif memang masih muda dan sehat.

Rini menempelkan separuh tubuhnya ke tubuh Arif, dadanya yang lembut tidak berhenti bergesekan dengan lengan Arif. Sentuhan lembut itu membuat jantung Arif berdebar kencang. Apakah Rini sengaja?

Suami Rini telah meninggal lebih dari setahun. Para pria yang berusaha mengambil hatinya bisa berbaris dari ujung ke ujung desa. Akan tetapi, Arif belum pernah mendengar Rini menjalani hubungan dekat dengan pria mana pun.

Tadi, Rini menyuruh Arif membantu mengobati tulang ekornya juga karena terpaksa. Dia bukanlah wanita sembarangan.

Ini seharusnya hanyalah imajinasinya .... Namun, Arif secara tidak sadar masih memperlambat langkahnya.

Jalan menuruni gunung tidak panjang. Hanya sekitar 20 menit kemudian, mereka sudah tiba di rumah Rini. Rumah Rini tidak besar dan hanya memiliki dua kamar, tetapi sangat bersih. Setelah memasuki halaman, Rini pun melepaskan Arif.

Rini berkata dengan manis, "Arif, ini sudah hampir waktu makan malam. Masuklah, aku akan masakkan makanan enak sebagai ucapan terima kasih karena sudah menyelamatkanku hari ini."

Arif menatap wajah Rini yang menawan dan tak ingin pergi. Dia merasa masakan Rini pasti lezat!

Namun, batas pelunasan utang di lusa. Arif harus memanfaatkan waktu sebaik mungkin untuk merangsang pertumbuhan jamur pinus. Besok, dia juga harus pergi ke kota untuk menjual jamur pinus. Jadi, dia tidak bisa bertamu lama-lama di rumah Rini.

"Kak Rini, nggak usah repot-repot. Aku masih ada urusan lain."

Rini merasa sedikit kecewa, tetapi tidak menghentikannya. "Kalau begitu, kamu pulang saja dulu. Lain kali, aku baru ajak kamu makan bareng."

Mata Arif langsung berbinar. Dia terkekeh dan menyahut, "Oke! Kak, jangan lupa, ya!"

Rini tertawa sambil memutar bola matanya. "Anak bodoh, mana mungkin aku keberatan kasih kamu makan?"

Baru saja Arif hendak pergi, dia tiba-tiba melihat sepeda di halaman. Dia pun menoleh dan bertanya, "Kak Rini, aku mau pergi ke kota dalam dua hari ini. Boleh aku pinjam sepedamu? Aku akan sekalian bantu kamu jual buah-buah liar itu."

Rini tersenyum ramah dan setuju tanpa ragu, "Oke, bawa pergi saja sepedanya."

Perjalanan ke kota jauh. Jika Arif membantunya menjual buah-buah liar itu, Rini tidak perlu repot-repot melakukannya sendiri. Lagi pula, dia percaya pada Arif.

Arif berseru dengan gembira, "Makasih! Aku akan datang dan memberimu uangnya setelah buah-buah liar ini terjual."

Setelah itu, Arif pun pergi dengan mendorong sepeda itu.

Saat ini, hari sudah senja. Arif memarkir sepeda Rini di halaman dan membawa spora jamur pinus yang terkumpul ke dalam rumah untuk mempercepat pertumbuhannya!

Rumahnya hanya memiliki dua kamar. Meskipun tidak sebobrok rumah Melati, cat dinding rumahnya sudah mengelupas. Selain meja, kursi, dan lemari, tidak ada barang lain lagi di dalam rumah.

Mempercepat pertumbuhan jamur pinus bukan hanya bisa membantu Melati melunasi utangnya, tetapi juga bisa memenuhi wasiat Seno, yaitu memberi Melati dan Kiki kehidupan yang lebih baik.

Selain itu, Arif sudah berusia 25 tahun dan masih belum menikah. Di desa, itu sudah dianggap telat. Apa lagi alasannya jika bukan miskin? Demi masa depannya sendiri, dia juga harus menghasilkan uang!

Arif meletakkan spora jamur pinus di atas meja, lalu bersiap-siap untuk memulai proses mempercepat pertumbuhannya.

Ada dua metode untuk mempercepat pertumbuhan tanaman. Yang pertama adalah menggunakan ramuan spiritual. Metode ini dapat membudidayakan jamur pinus dalam sepuluh hari. Yang kedua adalah menggunakan energi spiritual untuk mempercepat pertumbuhan secara langsung. Dengan begitu, jamur pinus itu bisa langsung dipanen.

Berhubung hanya ada dua hari yang tersisa untuk melunasi utang, Arif terpaksa memilih metode kedua.

Arif mulai mengalirkan energi spiritualnya. Seberkas cahaya keemasan pucat keluar dari ujung jarinya dan menyelimuti jamur pinus. Seiring dengan aliran energi spiritual yang makin pekat, jamur pinus itu mengembang dengan cepat, layaknya balon yang ditiup.
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Pemuda Sakti Di Tengah Desa Penuh Godaan   Bab 50

    Beberapa saat kemudian, Rania baru menutup wajah meronanya, lalu bertanya dengan terbata-bata, “Kak Arif, ngapain kamu nonton video itu?”Arif pun tersenyum. Meskipun kakak ipar mengatakan Arif telah menidurinya pada malam pengantin, tetapi Arif telah mabuk dan tidak mengingat apa pun. Seandainya benar ada kejadian seperti itu, dia juga tidak teringat apa-apa dan boleh dikatakan tidak memiliki pengalaman sama sekali.Sekarang, Rini memiliki perasaan terhadap Arif. Dia pun mesti belajar sedikit pengetahuan terlebih dahulu. Setelah Arif berhasil menaklukkan Rini, dia tidak percaya Rini tidak akan memberi tahu kenyataan pada malam pengantin abang sepupunya!“Aku cuma ingin duluan belajar untuk calon istriku nanti?”Rania menunduk. Dia mencubit-cubit jari tangannya dengan gugup, lalu berkata, “Teman sekolahku kirim banyak video kepadaku. Kalau Kak Arif ingin nonton, silakan saja.”Usai berbicara, Rania menambahkan, “Tapi Kak Arif, aku nggak nonton sama sekali. Kamu jangan salah paham ya.”

  • Pemuda Sakti Di Tengah Desa Penuh Godaan   Bab 49

    Ketika kepikiran hal ini, Arif pun tersenyum lebar.Pada saat ini, pada penduduk desa sudah mengerumuni Rania. “Rania, cepat daftarkan nama kami.”Rania sungguh merasa gembira. Ini pertama kalinya dia diperlakukan ramah oleh para penduduk desa setelah dia kembali ke desa. Dia segera mengeluarkan kertas dan pena yang sudah dipersiapkan, lalu berkata dengan suara keras, “Semuanya jangan buru-buru. Semuanya akan kebagian kok!”Lima menit kemudian, akhirnya Rania sudah menyelesaikan pendaftaran. Para penduduk desa merasa sangat puas, lalu memujinya, “Rania itu orang pertama di desa yang tamatan universitas, kerjanya cepat dan tangkas!”“Aku ingat waktu kecil dulu, Rania selalu mengekor di belakang Arif, bahkan pernah mengatakan ingin menikah dengan Arif!”“Sampai sekarang Arif belum menikah. Bagaimana kalau Rania jadi istrinya saja?”Wajah Rania spontan merona. “Paman, Bibi, aku berbaik hati membantu kalian mencari pekerjaan, kenapa kalian malah jadikan aku sebagai bahan candaan?”Suara t

  • Pemuda Sakti Di Tengah Desa Penuh Godaan   Bab 48

    Begitu ucapan itu dilontarkan, para penduduk desa juga merasa agak ragu. Mereka memang ingin mencari nafkah, tapi mereka juga ingin tetap tinggal di desa.Demi upah 40-60 ribu, mereka benar-benar tidak perlu menyinggung Wawan, apalagi ribut sampai ke pemerintahan setempat.Bahkan Rania juga mulai merasa ragu. Dia yang telah membujuk para penduduk desa untuk menekan Wawan, tapi mengenai berapa upah yang akan diberikan kepada warga, dia tidak berani mengambil keputusan, semua itu mesti menunggu penjelasan Arif.Hanya saja, Rania tetap berkata, “Paman, Bibi, kalian semua melihat Kak Arif dari kecil. Aku percaya Kak Arif nggak akan merugikan kalian!”Wawan melihat para penduduk desa yang mulai goyah. Dia pun menunjukkan senyuman puas. Dia sudah mengelola Desa Sukasari selama bertahun-tahun, apa mungkin dia tidak sanggup menghadapi bocah miskin seperti Arif dan gadis muda seperti Rania?Arif malah berani mengatakan akan membuat Wawan memohon Arif untuk menyewa rumahnya. Sepertinya Arif seda

  • Pemuda Sakti Di Tengah Desa Penuh Godaan   Bab 47

    Gambaran ajaib benar-benar terjadi. Energi spiritual berwarna keemasan itu bergabung dengan tanaman herbal dan berputar-putar di dalam ember kayu.Sekitar sepuluh menit kemudian, tanaman herbal dan energi spiritual telah bergabung, membentuk seember cairan spiritual yang berwarna transparan. Cairan itu tidak berwarna dan tidak beraroma, seperti air saja.Arif berkata dengan antusias, “Bagus sekali. Ramuan spiritual mesti diencerkan. Asalkan aku menuang cairan spiritual ke dalam sumur, nggak ada yang akan menemukan rahasia bercocok tanam jamur pinus!”Ketika kepikiran hal ini, rasa penat di hati Arif langsung menghilang. Pada saat ini, langit sudah sepenuhnya gelap. Saking gembiranya, Arif bahkan tidak bisa tidur. Dia pun duduk di atas tempat tidur, lalu memejamkan matanya untuk mulai latihan.…Keesokan paginya, Arif dibangunkan oleh suara ricuh di depan pintu rumah. Dia membuka matanya, lalu mengenakan sepatu sebelum keluar. Pada saat ini, ada belasan penduduk desa sedang berkumpul d

  • Pemuda Sakti Di Tengah Desa Penuh Godaan   Bab 46

    Arif terus menatap Rini. Napasnya juga mulai tidak karuan. Dia sedang mencari tahu jati diri Kiki. Riko yang mengetahui kenyataan malah tidak bersedia untuk memberitahunya.Namun Arif sungguh tidak menyangka bahwa Rini juga mengetahui kenyataan pada hari pernikahan abang sepupunya waktu itu!Arif sungguh merasa antusias. Sebelumnya dia mencari ke sana kemari, tetapi tidak menemukan jawabannya. Sekarang tanpa mencari, dia justru menemukan jawabannya tanpa perlu usaha sama sekali. Jika Arif tahu Rini juga mengetahui masalah itu, untuk apa dia bertanya pada Riko!“Kak Rini, masalah ini sangat penting bagi aku. Kamu mesti beri tahu aku!” Mata indah Rini berkilauan. Dia bertanya dengan bingung, “Kamu sendiri jelas dengan apa yang kamu perbuat, untuk apa tanya aku?”Arif sungguh merasa panik. “Kak Rini, waktu itu aku mabuk dan nggak ingat apa-apa lagi. Kamu cepat beri tahu aku, sebenarnya apa yang terjadi waktu itu?”Tatapan Rini kelihatan berkilauan, tetapi dia tidak segera menjawab.Arif

  • Pemuda Sakti Di Tengah Desa Penuh Godaan   Bab 45

    Tangan Sari sudah disandarkan ke atas pintu. Asalkan dia membuka pintu, dia pun dapat melihat gambaran Rini berpelukan dengan Arif.Jantung Arif berdebar kencang. Dia bahkan tidak berani bernapas dengan terlalu kencang. “Kak Rini, kamu jangan bandel lagi!”Kalau sampai kepergok oleh Sari, belum pasti Sari akan menghukum Rini, tetapi Sari pasti akan memukul Arif fan mengusirnya keluar dari rumah. Pada saat itu, Arif-lah yang akan dipermalukan.“Kenapa kamu malah takut sama dia?” Rini berusaha untuk menenangkan Arif. Kemudian, terdengar nada bicara tinggi dari luar pintu. “Ibu, aku dan Arif lagi ngomong masalah serius. Kalau kamu ikut campur, bisa jadi malah nggak akan berhasil!”Di luar pintu, Sari sungguh kelihatan galau. Dia merasa Rini dan Arif sedang melakukan hal buruk di dalam kamar. Namun setelah dipikir-pikir, ada dia yang berjaga di depan pintu, mereka berdua seharusnya tidak akan melakukan hal di luar batas. Sari sungguh berharap Rini bisa berhasil mencari tahu cara Arif menca

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status