Share

3. Diinginkan, Diharapkan, Dikabulkan

Langit tampak begitu mengikuti suasana hati Valen saat ini. Kelam, suram, dan kelabu. Valenpun merasakan hal yang sama. Rasa kesal dan juga sesalnya belum hilang juga. Padahal dia sudah melalui jalanan panjang ini hanya dengan berjalan kaki.

"Uugghh! Emang ya, sumpah banget dah kenapa bisa ada cowok nyebelin kayak orang itu tadi!" Valen mengumpat mengeluarkan unek-unek dalam hatinya. Dia tidak mempedulikan sekitar, tetap saja dia asyik berbicara sendiri.

"Semua jadi gagal total gara-gara cowok ngeselin itu tadi. Apaan coba dia tiba-tiba ngomong cantik gitu pas gue lagi memperkenalkan diri. Kan gue jadi gugup! Mana dia ngomongnya dengan wajah tampan gitu pula!"

Valen menggaruk-garuk kepalanya yang sebenarnya tidak gatal. Dia tidak habis pikir, seluruh konsentrasinya buyar hanya karena satu kalimat pujian dari lelaki yang dikaguminya dalam hati itu.

"Ambyar dah kalau sampai nggak bisa keterima jadi editor di Emerald Publishing! Arrrgghh! Aku benci cowok ganteng kharismatik itu!" teriak Valen lantang untuk terakhir kalinya sebelum akhirnya dia menutup mulut dan juga wajahnya karena sekarang dia benar-benar malu.

"Ini juga langit kok nggak bersahabat banget sih? Sekalian aja napa sih turun hujan, nggak usah cuma mendung-mendung segala. Kan malu gue tadi teriak-teriak nggak jelas."

Valen masih merutuki dirinya sendiri. Bayangan akan interviewnya yang gagal hanya karena masalah sepele membuatnya begitu kesal.

Sebuah taksi distop, lalu Valen memutuskan untuk pulang ke kostnya saja. Sepertinya pulang lalu tidur adalah pilihan terbaik saat ini. Dia bahkan tak peduli pada perutnya yang keroncongan.

*****

"Mira, saya sudah memikirkan tentang pengajuan cuti hamil sampai melahirkan kamu minggu lalu." Suara serak James Leogard terdengar begitu angkuh, namun entah kenapa pesonanya mengalahkan keangkuhannya itu.

"Jadi, maksud pak bos, saya bisa mengajukan cuti?" tanya Mira terbelalak seketika.

"Saya hanya mengatakan kalau saya sudah memikirkan, bukan saya sudah mengijinkan!" seru James penuh penekanan.

Mira yang mendengar hal ini kemudian tertunduk malu. Dia rupanya terlampau girang sampai salah mengartikan omongan dari bos nya.

"Begitu ya, Pak. Jadi, hasil dari pemikiran Bapak bagaimana?"

"Saya mengijinkan kamu cuti!"

"Oh begitu ya, Pak-"

Mira kaget tak percaya akan pendengarannya, kemudian mencubit salah satu punggung tangannya.

"Jadi, jadi, jadi, Bapak mengijinkan saya cuti?" tanya Mira sumringah.

"Iya. Tapi, ada satu hal yang harus kamu lakukan?"

"Apapun itu akan saya coba lakukan, Pak. Asal ijin cuti dari Bapak bisa saya dapatkan."

Sudah lima tahun bekerja sebagai sekretaris utama dari CEO dingin dan killer ini, baru kali ini pertama kalinya Mira bisa mendapatkan ijin cuti hamil hingga melahirkan. Bahkan, ketika menikah saja Mira hanya diberi cuti dua hari, sampai-sampai dia belum merasakan indahnya bulan madu.

Mira tersenyum terselubung menatap bos nya. Dia masih bertanya-tanya kenapa bos killer nya ini tiba-tiba memberinya ijin cuti. Ini sangat mencurigakan bagi Mira. Tapi dia masih tetap bersikap normal tanpa menunjukkan rasa penasarannya.

"Ini ambil dan kerjakan!" James melemparkan sebuah berkas ke hadapan Mira dan menyuruhnya untuk mengerjakannya.

"Wow? Apa yang harus saya kerjakan dengan portofolio gadis ini, Pak?" Mira bertanya karena sangat terheran-heran. Tugas yang diberikan oleh bos nya sungguh membingungkan.

"Sudah kamu lihat kan isi berkas itu? Sekarang aku mau kamu sampaikan ke Andrea bahwa gadis itu harus didapatkan dan bekerja di Emerald Publishing. Dan, tentu saja dia akan bekerja sebagai sekretaris yang mengisi kekosonganmu selama cuti."

"Loh, tapi Pak, bukannya gadis ini melamar untuk posisi editor? Bukannya agak aneh kalau dia harus bekerja sebagai sekretaris?"

"Kamu ingin membantah?"

"Ah, maaf Pak. Tidak sama sekali. Baik, akan saya sampaikan pada Andrea. Dan, kapan gadis ini mulai bekerja?"

"Besok. Pastikan dia datang besok pagi. Dan, tugas kamu selanjutnya adalah membimbing dia sampai dia mahir menjadi sekretaris pengganti. Jangan bermimpi bisa cuti dengan nyaman kalau gadis itu masih belum paham tugas dan pekerjaannya!"

Mira yang terkaget mendengar instruksi bos-nya hanya bisa menghela napas panjang. Dia mau tidak mau harus menyetujui kemauan bos-nya. Entah kenapa susah sekali melawan jika sudah berbicara dengan bos-nya ini. Bukan karena posisinya, namun ada suatu kharisma yang tidak dapat dijelaskan dengan kata-kata, yang jelas gaya mendominasi dan angkuhnya susah dihindari.

"Baiklah, saya paham. Kalau begitu saya permisi dulu ya, Pak," ucap Mira lalu pergi meninggalkan ruangan CEO killer itu untuk menjalankan tugas pertamanya, yaitu memberi tahu Andrea.

Saat Mira sudah pergi dari ruangannya. James kembali membuka ponselnya dan memandangi foto seorang gadis yang terpampang di layar. "Kamu akan segera menjadi milikku, gadis nakal!"

*****

Kriiinggg Kriiiingggg........

[Halo, selamat sore. Apa betul ini dengan saudara Valentia Swind?] terdengar suara pria asing di seberang sana yang membuat Valen mau tidak mau terpaksa membuka matanya.

[Iya, betul. Saya Valentia Swind. Kenapa anda menghubungi saya?] Valen bertanya dengar suara serak efek kantuk yang masih menempel di tubuhnya.

[Saya Andrea Agastya, ketua HRD Emerald Publishing. Maksud saya menelepon adalah untuk mengabari anda bahwa besok anda sudah bisa mulai bekerja di perusahaan kami. Tolong besok pagi datang dan bawa berkas-berkas lengkap sesuai yang kami krimkan di email.]

[Hah? What? Emerald Publishing? Ini bukan mimpi kan? Bukannya tadi itu interview saya gagal? Kok bisa sih saya malah dapat panggilan kerja?]

[Anda datang saja besok, semua akan dijelaskan secara mendetail.]

[Ah, baiklah kalau begitu. Terimakasih atas informasinya, Pak Andrea.]

[Selamat sore.] Sambungan telepon dari Andrea kemudian terputus tanpa Valen sempat membalas ucapannya.

"Wow, gila! Yang benar aja, nih? Barusan bukan mimpi kan? Jadi, aku beneran keterima di Emerald Publishing?" Valen bergumam. Dia masih belum percaya atas apa yang didengarnya di telepon barusan.

Plak!

Plak!

Valen menepuk kedua pipinya. Dia berusaha meyakinkan dirinya bahwa dia akan benar-benar menjadi karyawan mulai besok. Bahkan di perusahaan impiannya!

"Woohoo! Yeayy! Aku bahagia benar-benar bahagia! Akhirnya aku besok akan menjadi seorang wanita karier!" Valen bersorak kegirangan dan tanpa dia sadari dia melompat-lompat di atas kasurnya. Persis anak kecil yang baru saja mendapatkan permen yang diinginkan.

*****

Disisi lain, daddy dan mommy Valen terkejut menerima informasi dari para bodyguard yang mengawasi Valentia diam-diam. Mereka sama sekali tidak menyangka bahwa putri mereka akan berteriak-teriak seperti orang gila di jalanan.

"Hm, Honey? Apa Valen kita baik-baik saja?" Richard menekuk kedua alisnya dan bertanya pada istrinya Amanda perihal tingkah laku putrinya itu.

"Ah, aku juga sebenarnya terkejut, tapi sepertinya saat ini sedang tren berteriak-teriak di pinggir jalan untuk melepas stress," jawab Amanda ragu-ragu.

"Apa tidak sebaiknya kita hubungi Valen? Aku harus katakan padanya bahwa Daddy nya sangat cemas. Apalagi ku dengar dia frustasi karena gagal dalam test interview di Emerald Publishing."

"Don't do that, Honey. Kita biarkan dulu Valen kita ya. Aku yakin kalau Valen bukan gadis yang lemah. Gagal di satu tempat tak akan membuatnya sampai frustasi. Kita harus tetap mendukung dan mengawasinya diam-diam aja yuk dari belakang. Lagi pula ini baru dua hari sejak Valen pergi dari rumah."

"Hah. Baiklah kalau harus begitu. Tapi, jujur saja rasanya berat melepas Valen di luar sana sendirian." Richard Swind menarik napas dalam-dalam. Sebegitu khawatirnya dia pada putrinya Valen. Bahkan dia tak tau bahwa saat ini Valen sedang berlompat-lompat di atas kasur karena kegirangan bisa diterima bekerja di Emerlad Publishing.

"Honey, aku cuma berharap satu hal. Semoga saja putri kita tidak tersentuh oleh James Leogard bila dia diterima di Emerald Publishing. Itu sangat berbahaya," ujar Amanda terlihat mulai memiliki guratan kecemasan.

"Oh My, aku lupa jika CEO di perusahaan itu adalah James Leogard. Tapi, tampaknya posisi yang diinginkan Valen tidak bersentuhan langsung dengan James. Dan, lagi pula belum tentu putri kita diterima disana. Bukankah dia sudah gagal test interview?" ujar Richard berusaha meyakinkan istrinya.

"Iya, semoga saja begitu adanya. Aku khawatir bila dia bertemu, berkenalan, bahkan terpedaya oleh pesona James Leogard."

"Aku pastikan itu tidak mungkin, darling. Tenanglah."

Richard menenangkan istrinya. Bayangan akan James Leogard membuat Richard bergidik ngeri. Bahkan sampai sang istri juga ikut memiliki kekhawatiran yang sama.

Tapi, sepertinya ke depannya malah akan semakin membuat mereka merinding, karena besok Valen akan mendapat kejutan di kantor barunya bekerja.

******

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status