Share

4. Posisi Yang Tak Seharusnya

Valen melangkah pasti dan mantap memasuki gedung megah Emerald Publishing. Setelah mematut dirinya selama berjam-jam di depan cermin dan memastikan bahwa senyumannya akan terlihat manis, dia pun percaya diri di hari pertamanya bekerja.

Valen tidak begitu bingung akan situasi pagi ini. Sebagai seorang tuan putri, dia sudah biasa mendapatkan perhatian dan pandangan dari orang-orang sekelilingnya ketika dia hanya sekedar lewat atau nongkrong di taman.

Tak terkecuali hari ini. Penampilan Valen yang kalau dinilai bisa mendekati poin 100! Dengan atasan putih berenda dan blazer lilac yang membuatnya tampak elegan, ditambah lagi rok diatas lutut dengan warna senada semakin manis dan menonjolkan kulit putih bersih Valen. 

'Hari ini cerah. Dan, tentu saja sesuai isi hatiku yang sedang cerah dan bahagia.' gumam Valen dalam hati sambil berjalan. Tak lupa senyum selalu menghiasi wajahnya.

Duh, siapa sih yang tidak akan terpesona pada Valen. Bahkan Arman sang resepsionis kemarin pun tampak mengepalkan tangannya sembari berkata "yes, yes, yes" secara berbisik. Dia sadar bahwa kehadiran Valen di hari ini berarti Valen telah diterima bekerja di perusahaan yang sama dengannya.

Valen mengikuti instruksi yang diterima via email kemarin. Berkas-berkas yang dibutuhkan telah semua dibawa, dan dia segera menuju ke lantai delapan untuk bertemu Andrea Agastya, kepala HRD.

Tiiinnkkk

Pintu lift terbuka. Valen telah sampai di lantai delapan.

"Eh, copot, copot!" Valen tanpa sadar latah saat melihat ada zombie di depannya saat pintu lift terbuka.

Pria berambut acak-acakan itu memandamg Valen dengan mata pandanya tanpa ekspresi apapun walau tadi Valen sudah latah di depannya.

"Kamu Valentia Swind yang kemarin interview kan?" tanya pria itu.

"Iya, benar pak. Saya Valentia Swind. Saya menerima telepon dan email kemarin bahwa saya sudah diterima di Emerald Publishing. Saya diinstruksikan untuk ke lantai delapan dan bertemu Pak Andrea Agastya," terang Valen.

"Oh iya, ayo ikuti saya. Saya antarkan ke ruangan Pak Andrea," ajak pria mata panda itu.

Valentia mengikuti pria itu. Dia bahkan belum tau siapa nama pria itu. Karena dia malas dan juga ragu untuk berkenalan. Pria yang mirip zombie itu tampak tak memiliki gairah hidup. Pasti akan kikuk kalau Valen menanyakam namanya.

"Ohya, kenalkan saya Arnold. Arnold Aljiwa. Kemarin kita sempat bertemu saat interview kan." Pria mata panda itu tiba-tiba mengulurkan tangannya. Bahkan membuat Valen sampai menghentikan langkahnya.

"Oh, hay, Arnold. Semang berkenalan demganmu. Tapi, saya tidak yakin bertemu denganmu kemarin saat interview," jawab Valen ragu-ragu sambil mengingat, apa benar sudah bertemu pria mata panda ini kemarin.

"Oh, kamu tidak ingat ya. Baiklah tak apa-apa. Ayo lanjut. Ruangannya sudah dekat." Arnold kembali menuntun Valen menuju ruangam Andrea.

Tok tok tok!

Arnold mengetuk pintu ruangan tersebut. Terdengar suara dari dalam, lalu Arnold membuka pintunya.

"Pak Andrea, ini Valentia Swind sudah datang. Jadi, langsung saja dia saya antarkan kemari," ucap Arnold.

"Okay, terimakasih Arnold. Kamu boleh pergi untuk mandi dan merapikan dirimu. Kamu sudah seperti zombie!" ucap Andrea santai tanpa rasa berdosa ketika melihat penampilan Arnold.

"Oh, damn! Okay, bos. Terimakasih SUDAH DIINGATKAN!" ucap Arnold penuh penekanan. Tampaknya Arnold sedang kesal, tapi ujung-ujungnya sebelum meninggalkan ruangan dia malah mengedipkan satu matanya pada Valen. Ini tentu saja membuat Valen geli. Hiiy~ cowok aneh.

Valen masih tetap berdiri di posisinya. Tak ada inisiatif untuk duduk ataupun menyapa Andrea. Valen hanya fokus melihat sekeliling. Ruangan ini berbeda dari ruangan para editor dan penulis yang dilihatnya kemarin. Ruangan ini bahkan tidak tampak memiliki kaca. Dan, si empunya ruangan masih sibuk menatap ke arah laptopnya. Sangat fokus sampai Valen tak dipedulikan.

"Uhuukk.. Uhuukk.." Valen memcoba mencari perhatian dengan pura-pura batuk. Berharap kalau pria manis berambut klimis ini akan tersadar kalau Valen ada di ruangannya. 

"Ah, I'm sorry. Aku terlalu fokus jadi lupa kalau ada kamu disini. Silakan duduk!" Andrea akhirnya buka suara setelah kaget bahwa dirinya melupakan seseorang ada di ruangannya.

Valen mengambil posisi duduk tepat di hadapan Andrea. Meja pria ini begitu bersih dan rapi. Tak heran sih, kalau melihat rambutnya ditata sedemikan, pasti barang-barang sekitarnya juga sama.

"Jadi, nona Valentia Swind, seperti yang saya katakan di telepon kemarin, bahwa anda lolos untuk menjadi salah satu karyawan di Emerald Publishing. Untuk berkas-berkas yang saya minta via email, apa sudah lengkap anda bawa semua?"

"Iya, sudah Pak. Ini silakan dicek kembali." Valen menyodorkan sebuah map berisi berkas-berkas miliknya.

Andrea membaca berkas milik Valen dengan seksama. "Tak ku sangka, ternyata kamu dulu adalah juara kelas dari sekolah dasar sampai SMA? Bahkan sering mendapat juara olimpiade dan mewakili sekolahmu pada pemilihan kontes kecantikan? Dan itu kamu menangkan juga?" 

"Ah, iya. Itu adalah salah satu keberuntungan saya selain bisa diterima menjadi karyawan di perusahaan ini." Andrea menjawab merendahkan diri. Sebenarnya dia malas kalau ada yang membahas prestasi-prestasinya saat sekolah dulu. Karena baginya, itu hanyalah kehidupan monoton yang harus dijalani sebagai seorang 'tuan putri'.

"Saat ini kamu belum berkuliah?"

"Saya sudah mendaftarkan diri untuk kuliah, tapi perkuliahan baru akan di mulai pada awal Agustus nanti, masih ada 3 bulan bagi saya untuk mempersiapkan diri."

"Apa kamu yakin bisa berkuliah sambil bekerja?"

"Saya yakin saya bisa, karena ini sudah masuk dalam rencana saya. Saya mengambil perkuliahan malam agar pada pagi hingga sore hari saya bisa bekerja."

"Pekerjaanmu akan sangat berat. Apa kamu yakin kamu bisa? Saya hanya tidak ingin ada karyawan di perusahaan ini yang mengalami stres usia muda dan gangguan kecemasan."

Valen agak terkejut mendengar ucapqn Andrea. Apakah separah itu bekerja sebagai editor pemula di perusahaan ini sampai-sampai bisa mengalami stres usia muda dan gangguan kecemasan.

Tapi, bukan Valen namanya kalau tidak bisa yakin pada dirinya sendiri.

"Tentu, saya sangat yakin kalau saya bermental baja untuk menghadapi dunia pekerjaan ini. Apalagi bekerja sebagai editor di perusahaan ini adalah impian saya." Valen berucap yakin. Sambil tersenyum tanpa dosa, dia memandang mata Andrea.

Andrea mengerutkan dahinya. Dia iba pada gadis ini. Impiannya bekerja sebagai editor nampaknya harus dikubur dulu sementara. Karena yang harus dihadapinya adalah keganasan James Leogard.

Andrea menarik napas panjang. Sambil tangannya memainkan pulpen, dia berusaha mengatur irama jantungnya. Dia tidak ingin berbohong, tapi mengatakan kejujurannya sekarang sepertinya bukan pilihan yang tepat. Bisa-bisa gadis ini lari dan Andrea akan dimarahi habis-habisan oleh James.

"Sayang sekali kemarin interviewmu tidak tuntas ya," ucap Andrea.

"Ah, iya saya mohon maaf atas kelalaian saya kemarin, Pak. Seharusnya saya bisa lebih baik lagi saat sesi interview kemarin." Wajah penuh sesal tampak terlihat pada Valen. Mengingat kejadian kemarin membuatnya sedih. 

"Ya, sudah. Sekarang saya akan antar kamu ke ruangan kerjamu. Disana akan ada senior yang membimbingmu. Sebelumnya, tolong tandatangani kontrak kerja ini ya." 

Seperti sedang menjebak, Andrea tidak meminta Valen untuk membaca isi kontrak. Dan, seperti seorang yang bodoh, Valen dengan polosnya main tanda tangan saja. Valen terlalu bersemangat untuk menjadi wanita karier di usia muda. 

"Terimakasih. Sekarang ikuti saya!" Perintah Andrea.

Dalam hati Andrea sangat bersyukur sekali ternyata proses tandatangan kontrak kerja dengan Valen berjalan mulus. Tidak disangka kalau gadis ini begitu ceroboh dan hanya main tandatangan saja tanpa membaca isi kontrak kerjanya.

Valen yang sumringah berjalan mengikuti Andrea. Dia tidak mau kejadian memalukan saat dia senyum-senyum sendiri dan melamun terulang. Jadi, kali ini dia harus lebih fokus.

"Kita naik lift ke lantai 10. Ruangan kamu ada di sana." Andrea kemudian menekan tombol lift tersebut. 

Valen hanya bisa mengangguk sambil tersenyum. Dalam hati dia bertanya-tanya. Kenapa harus ke lantai 10? Bukankah ruangan editor di lantai 8 tadi. Tapi, karena dia terlalu bersemangat dan over sumringah, jadi dia tepis semua rasa itu dengan pikiran positif. Mungkin saja ruangan di lantai 10 memang khusus untuk editor muda dan baru sepertinya.

Hanya 1 menit dalam lift dan mereka sudah sampai ke lantai 10. Ada aura berbeda yang Valen rasakan di lantai ini. Kenapa sangat berbeda dengan lantai-lantai sebelumnya ya. Suasana maskulin dan elegan tampak di langai 10 ini. Tatanan ruangan yang rapi dan dipenuhi furniture bernuansa kayu mengelilingi hampir tiap inci dari lantai 10 ini. Ketimbang masuk ke ruangan perkantoran, lantai 10 ini lebih tepatnya seperti sebuah villa, bagi Valen. Karena terlalu mewah untuk ditempati editor sepertinya.

"Kita sudah sampai. Sekarang saya antarkan kamu untuk bertemu Bu Mira Asmarani. Dia adalah senior yang akan membimbing kamu," seru Andrea.

"Iya, pak. Saya siap dibimbing oleh ibu senior." Valen kembali tersenyum.

Tok tok tok!!

Andrea lalu membuka pintu ruangan kecil disebelah kanan. Nampak seorang wanita muda yang tengah hamil di dalamnya. Dia adalah wanita yang ikut mengintervuew nya kemarin. Wow, ternyata seniornya adalah wanita ini.

"Mira, ini Valentia sudah datang. Mulai sekarang saya serahkan dia ke kamu, ya. Silakan dibimbing. Ohya, segala bentuk administrasi kepagawaiannya sudah beres. Kontrak pun sudah ditandatangani. Ini kopyannya." Andrea menerangkan segalanya pada Mira. Dan, seolah paham, Mira mengangguk.

"Okay, Andrea. Thank you. Sekarang giliranku untuk membimbing Valentia." Mira ternyum. Dan dibalas oleh Andrea yang kemudian pamit pergi.

Hanya berdua dengan Mira diruangan ini membuat Valen tegang. Auranya sangat berbeda dengan Andrea tadi.

"Well, Valentia Swind saya ucapkan selamat bergabung di perusahaan Emerald Pu lishing. Saya Mira Asmarani yang akan membimbing kamu hari ini. Karena mulai besok saya sudah cuti dan kamu menggantikan posisi saya."

"Maksud ibu? Cuti? Saya menggantikan posisi ibu? Dan, saya hanya belajar sehari?" Valen terbelalak mendengar ucapan Mira barusan.

"Iya, benar. Dan saya tidak mau membuanh-buang waktu lagi. Ini adalah materi pembelajaran dasar yang harus kamu pelajari selama 1 jam ini. Setelah itu akan saya adalan test." Mira kemudian menyerahkan sebuah buku pada Valen.

"HOW TO BE A GOOD SECRETARY"

"HAH? SEKRETARIS?" Mata Valen terbelalak melotot tak percaya.

"Bu Mira, saya rasa ada sebuah kesalahan disini. Saya melamar untuk bekerja sebagai seorang editor. Bagaimana bisa saya sekarang harus mempelajari basik menjad seorang sekretaris? Jelas-jelas ini adalah POSISI YANG TAK SEHARUSNYA!" ujar Valen penuh penekanan. Dia tak terima hal ini.

Sementara Valen sedang melongo dan menunggu penjelasan dari Mira sambil dongkol, James tampak sedang tersenyum senang melihat semua gerak-gerik Valen dari monitor CCTV.

"Kamu sudah tandatangan kontrak, gadisku. Kamu tak akan bisa lepas dariku!" James tersenyum penuh kemenangan. Dan, mata elangnya terus mengawasi CCTV.

*****

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status