Share

Part 3-Tumbal

Wina terus berjalan mengikuti laki-laki berseragam putih itu menuju taman Rumah Sakit yang malam itu suasananya sudah sepi.

Kalimat singkat yang dilontarkan Dokter Rizal tentu membuatnya bingung. Pasalnya mereka tidak saling kenal dan tidak merasa memiliki hutang budi.

 “Saya tahu kita tidak saling kenal, tapi percaya saya tidak ada maksud untuk berbuat jahat.” Ucap Rizal memulai percakapan.

Mereka memutuskan duduk di bangku taman yang mendapat penerangan remang-remang dari lampu taman.

Rizal berdehem lirih untuk menetralkan suaranya, “seperti yang tadi saya bilang. Saya akan menanggung biaya rumah sakit ayah kamu!”

Sepanjang perjalanan dari bangsal tempat ayahnya dirawat menuju taman rumah sakit, Wina berpikir keras maksud dari perkataan sang dokter residen. Hingga ia mendapat sebuah pemikiran yang menurutnya paling masuk akal.

“Dokter merangkap jadi rentenir, ya?”

“A-apa?!” Mata sipit Rizal membulat seketika. Baru kali ini ia dituduh seperti itu oleh orang lain. Orang asing pula!

“Denger ya! Meskipun saya masih residen, tapi saya punya penghasilan lain—”

“Iya. Dari jadi rentenir kan?” Potong Wina dengan wajah polosnya.

Huft.

Pria berjas dokter itu hanya bisa menghela napas. Memupuk kesabaran menghadapi Wina. Pantas saja, waktu itu ia melihat Dirga menonjolkan urat lehernya. Ternyata memang seajaib itu pemikiran makhluk kecil di depannya ini.

“Oke pertama, saya-aku bakal memperkenalkan diri biar kamu nggak selalu berpikiran negatif. Kenalin aku Rizal, salah satu dokter di sini. Dan maksud aku nemuin kamu, aku mau ngajak kerjasama buat deketin seseorang, sebagai syarat dari free biaya rumah sakit ayah kamu. ” Jelas Rizal sembari memainkan ponselnya.

Kemudian ia menunjukkan sebuah foto di layar ponsel berlogo buah digigit itu pada Wina. “Dia namanya Dirga. Dokter residen bedah di rumah sakit ini juga.”

Wina mengamati foto pria yang katanya bernama Dirga dengan seksama, tapi tetap saja tidak ingat siapa itu. “Dia siapa? Aku gak kenal.”

“Ya emang gak kenal!” ujar Rizal sambil merebut ponselnya dari tangan Wina. “Tapi kamu pernah ketemu.” Kata Rizal mantap. Namun melihat raut bingung di wajah Wina, ia menjelaskan dengan sedikit kesal.

“Tadi pagi di taman rumah sakit! Masa gak ingat, sih?!”

Entah kenapa, di hadapan makhluk yang ceria dan absurd ini Rizal bisa menjadi diri sendiri dan merasa nyaman.

“Oooooh, I see.” Begitu ingat, Wina mengangguk-anggukkan kepalanya naik turun dengan bibir membulat.

Meski geram dengan kelambatan daya ingat Wina, Rizal tetap menjelaskan misinya pada Wina. Misi untuk menjauhkan Dirga dari wanita bernama Sheryl. Rizal juga menunjukkan foto Sheryl dan menceritakan sedikit tentang Sheryl.

“Tapi, sepertinya ini sulit banget. Bahkan mustahil buat deketin Dirga sebagai seorang wanita,” ungkap Wina setelah memikirkan Sheryl sebagai ‘saingannya’.

Mendengar itu, Rizal tiba-tiba tertawa cukup keras. “Hahaha yang nyuruh kamu deketin sebagai seorang wanita siapa? Dirga juga gak bakalan tertarik sama cewek modelan kaya kamu.”

Melihat lawan bicaranya yang hampir emosi, Rizal pun menghentikan tawanya dan menjelaskan alasannya. “Lagian misi kamu kan bukan cuma itu.” Kemudian Rizal menjelaskan misi selanjutnya.

Mendengar misi anehnya yang kedua, Wina lantas menoleh ke kanan-kiri. Melihat sekitar taman ternyata hanya ada mereka berdua. Lantas ia mendekat ke arah Rizal dan bertanya setengah berbisik, “dokter lagi ngajak melakukan tindakan kriminal?”

“Menghambat karirnya ‘kan tidak harus dengan kriminal. Caranya terserah kamu nanti,” jawab Rizal santai.

“Gak mau ah, aku mundur!” Ucap Wina tegas.

Kemudian ia berdiri, “saya permisi dulu pak dokter yang TERHORMAT!”

“Sebagai imbalannya...”

Belum selesai Rizal bicara, Wina menghentikan langkahnya. Melihat itu Rizal tersenyum tipis. “Jika dalam 3 bulan ayah kamu belum sembuh, biaya pengobatan selama 6 bulan aku yang tanggung.”

Binar kebahagiaan muncul di wajah Wina. Ia berbalik menghadap Rizal namun dengan senyum yang tersembunyi, “imbalan seperti itu dengan resiko aku harus berhadapan dengan Dokter Cerobong Asap dan Sheryl-Sheryl itu? It’s not fair! Misinya ada 2 lagi! Aku tetap MUNDUR.”

Pinter nego juga nih cewek minion, batin Rizal kesal.

Wina melanjutkan langkahnya meninggalkan taman dengan harapan Rizal akan menambahkan imbalannya. Dan benar saja!

 “Aku dengar kamu lagi cari kerja part-time, ‘kan?”

Langkah Wina terhenti. Meski bingung darimana Rizal mendengar itu, tapi ia membenarkan hal tersebut.

Senyum penuh kemenangan terbit di bibir Rizal.

Tumbal untuk menghancurkan saingannya sudah siaga!

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status