"Kau yang menata semua sendiri?" Syarif sedikit takjub, ketika tiba di rumah mereka. Setelah empat hari terakhir dia tinggal di Kalimantan untuk urusan pekerjaan. Tidak bisa dipungkiri, istrinya ternyata punya selera yang bagus. Rumah itu tampak nyaman dan elegan. "Aku hanya mendesain, para tukang yang mengangkat, menata, dan menyusunnya." Syafa tersenyum bangga. Dia melihat suaminya itu menatap takjub hasil kerja kerasnya, selama tiga Minggu terakhir. Rumah dua lantai itu, kini sudah tampak jauh lebih baik dan sangat rapi. "Aku senang kau menikmatinya, besok lusa pemindahan kantorku juga sudah beres. Apa kita perlu mengadakan pesta untuk kepindahan kita?" Syarif tersenyum menatap istrinya. "Tidak, aku tidak suka pesta," sanggah Syafa. "Kita adakan syukuran kecil dan mengundang keluarga saja. Itu akan jauh lebih baik," lanjutnya. "Kau benar, lagi pula kita juga belum mengabari Papa dan Mama, kalau kita pindah ke Bali," kata Syarif mengangguk setuju. Dia sendiri memang bukan
"katakan apa yang membuatmu seperti ini?"Syarif masih berusaha untuk mencari tahu tentang perubahan sikap istrinya yang terlalu mendadak. padahal tadi dia baik-baik saja."Aku tidak tahan lagi," Syafa berkata dengan nafas memburu. dia menatap Syarif dengan pandangan penuh kebencian. sesuatu yang semakin membuat Syarif tidak mengerti. "Malam itu, saat badai salju. Kau telah melakukan hal yang jahat padaku. Kau ingat?" Gadis itu memalingkan wajahnya dari Syarif. masih dapat dia ingat rasa sakit di tubuh dan hatinya, ketika dia tersadar di rumah sakit. tidak hanya sekali, Syafa sangat ingat sang CEO melakukannya beberapa kali. sebelum semuanya menjadi gelap."Malam badai salju?" Syarif bergumam pelan, sambil mengingat-ingat lagi kejadian beberapa Minggu lalu tersebut. Beberapa saat kemudian pria itu menghela nafas berat dan kembali menatap istrinya, dan berkata, "Bukankah kau sendiri yang memintanya?" Syafa seketika memutar pandangannya, menatap tajam sang suaminya. "Apa aku mem
Sejak kemarin seluruh keluarga mereka dari Kalimantan sudah datang ke Bali. Karena malam ini, syukuran rumah baru Syafa dan Syarif akan di adakan. Sejak sore telah terdengar lantunan ayat suci Al-Qur'an oleh ustadz yang di datangkan oleh Syarif. Karena ibunya meminta mereka mengadakan syukuran secara Islami. Setelah sholat Isyak, beberapa tetangga sudah mulai berdatangan. Syafa dan Syarif menyambut mereka di teras rumah. "Ternyata dunia memang sangat sempit, Syarif." ucap Almeera. Wanita yang mereka temui di pesawat malam itu. "Jadi kita tetangga sekarang?" ujarnya tersenyum penuh arti. sementara Syarif hanya tersenyum sekilas, tanpa membalas jabat tangan wanita itu.Syafa pun, hanya tersenyum formal dan mempersilahkan wanita cantik itu masuk danenikmati perjamuan, bersama tamu yang lain. Sepanjang acara syukuran Syafa merasa penasaran dengan wanita bernama Almeera itu. Seluruh keluarga Syarif mengenal dan menyapanya. Mereka bahkan berinteraksi dengan hangat. Sebenarnya Syari
"Ya Allah, Pak Ridwan?" Kedua netra Syafa tampak berbinar saat melihat sosok pria itu. Pria paruh baya yang sudah dia kenal sejak lahir. "Bagaimana bisa?" gumam Syafa melirik suaminya. Sementara Syarif hanya diam, tanpa berniat menjawab pertanyaan Syafa. pria itu menikmati ekspresi wajah Syafa, yang tampak lucu karena terkejut. "Mulai hari ini, Pak Ridwan yang akan mengantarkan kemanapun kau pergi," ucap sang CEO. "Dia adalah supir pribadimu, aku tidak mengizinkanmu mengemudi sendiri," lanjut Syarif tegas, dengan nada tidak dapat dibantah lagi. Syafa tidak kuasa menjawab, dia berada antara senang dan sebal. Sejak insiden kemarahan Syarif sore itu. Sikap suaminya mulai sedikit berubah dingin dan kaku. Tetapi beberapa tindakan sang putra Billionaire itu, hampir-hampir membuat Syafa tidak tahu harus bagaimana. dia bisa begitu dingin dan cuek, tetapi juga bisa tiba-tiba baik dan perhatian. sesuatu yang sangat tidak bisa diprediksi oleh sang dokter muda. Seperti pagi ini, saat men
"Kenapa mendadak sekali? Apa ada masalah?" tanya Syafa ketika mereka sudah duduk di cafetaria rumah sakit untuk makan siang. Syarif sengaja memilih tempat tersebut, untuk menghindari kemungkinan bertemu dengan Almeera. juga agar dia mengetahui tempat kerja istrinya. "Aku suka melihatmu makan, mulai sekarang aku akan makan siang bersamamu di sini. Setiap hari," ucap Syarif datar. "Setiap hari?" Syafa membelalakkan kedua netranya. bersama dengannya di rumah saja rasanya sudah membosankan bagi Syafa. Sekarang suaminya malah ingin makan siang bersama terus. Sungguh sangat menyebalkan. "Kau ingin memata-mataiku di tempat kerja?" Dokter muda itu benar-benar tidak habis pikir dengan tingkah suaminya.Salah satu niatnya kembali bekerja, adalah untuk menghindari pertemuan dengan sang suami. Sekarang bahkan saat dirinya telah merasa cukup nyaman. Pria itu seolah tidak membiarkannya lepas dari pandangannya."Kalau aku ingin memata-mataimu. Tidak perlu datang kemari. Aku bisa menyewa bodyg
Syafa baru saja tiba di rumah setelah seharian bekerja. Hari pertama dengan banyak sekali tugas dan pasien. Meski demikian sang dokter merasa sangat bersyukur dan bahagia. Semua kesibukan itu adalah impiannya sejak kecil. Menjadi seorang dokter yang bisa mendedikasikan ilmu dan hidupnya, untuk membantu para pasien. Bukan hal mudah, mengingat semua proses yang sepama ini telah dia lalui. Diam-diam Syafa bersyukur karena suaminya memberikan izin. Untuk terus melanjutkan impiannya. "Selamat malam, Nyonya." Ucap dua orang wanita hampir bersamaan, yangenyambut Syafa di pintu depan rumahnya."Astagfirullah!" Syafa memekik kaget, jetuka mendengar dan melihat kedua wanita asing tersebut.Mereka tampak ramah dan baik. Salah satu dari mereka berusia sekitar 50 tahunan. Sementara yang lain terlihat lebih muda, mungkin baru berusia sekitar 40 tahun. Namun, bukan itu yang membuat Syafa hampir melompat karena terkejut. Siapa mereka? "Kalian? ..." Syafa menatap satu persatu kedua wanita itu s
"Selamat Pagi, perkenalkan ini dr. Andrian Hadinata. Beliau akan menjadi dokter pembimbing kalian mulai hari ini," ucap dr. Rudi. Dokter ahli penyakit dalam, sekaligus pimpinan dokter di rumah sakit tersebut. Memperkenalkan pembimbing resmi untuk para dokter intership yang ada di sana. saat ini ada 4 orang dokter intership termasuk Syafa. Seminggu terakhir ini, dr. Rudy sendiri yang menjadi pembimbing mereka. "Terima kasih, dr. Rudy." kata para dokter intership bersamaan. Mereka semua yang kebetulan adalah dokter wanita, menatap dr. Adrian dengan tatapan terpesona, kecuali Syafa yang sama sekali tidak menstuh minat pada ketampanan sang dokter. "Mohon bimbingan dan pengarahannya dr. Andrian," ucap Syafa memberi hormat pada dokter ahli bedah berusia 38 tahun itu. Sementara sang dokter hanya tersenyum dan mengangguk. Kemudian mereka kembali bekerja dan sibuk dengan tugas masing-masing. "Dia memang sangat tampan, pantas saja banyak pegawai wanita di sini yang mengincarnya," bisik
"Lahirkan putra untukku, dan aku akan melepaskannya." Ucapan Syarif tersebut, membuat Syafa hampir tidak dapat menggerakkan tubuhnya. Wanita yang minggu depan tepat berusia 26 tahun itu, sama sekali tidak menyangka jika suaminya akan mengatakan hal tersebut. Syafa bahkan hampir tidak dapat mempercayai pendengarannya sendiri. "Aku tidak ingin membuat orang yang aku sayangi menderita," kata Syarif lagi tanpa menghiraukan reaksi istrinya. "Aku berharap kau akan menerimaku suatu hari nanti. Tetapi sepertinya itu mustahil," kata sang CEO sambil menghembuskan nafas berat. "Kau akan mendapatkan apa yang kau ingnkan, setelah melahirkan putra untukku." Pria itu kembali mempertegas penawarannya. Dia tidak ingin mengecewakan siapapun, Terlebih orang tuanya. Beberapa hari yang lalu, ketika Abi dan umminya terus saja membahas tentang bayi. Membuatnya merasa harus melakukan sesuatu. Selama ini orang tuanya sangat mendambakan cucu laki-laki. Mereka belum merasa tenang, sebelum memiliki garis