"Chénxī, kembalikan tanghuluku!" Suara cempreng Huànyǐng menggema di dalam Zǐténg Jū. Ia meronta-ronta dalam cengkeraman tangan Tiānyin yang mencengkeram pergelangannya dengan tenang, seolah menahan seekor kelinci kecil yang terus-menerus berusaha melarikan diri dari cengkeraman seekor singa.
Pemuda Yue itu memergokinya tengah duduk santai di tepi Sungai Ungu Gelap, menikmati tanghulu seolah dunia tidak sedang berputar. Padahal, ia meninggalkan hukuman dan latihan yang seharusnya dijalaninya di Zǐténg Jū. Sudah beberapa waktu ini ia terkurung di sana, dan hari ini, kebosanan benar-benar menguasainya. Setidaknya, ia ingin menikmati sedikit kebebasan dan merasakan manisnya manisan dan jajanan yang sempat disita Tiānyin."Ikut denganku." Tiānyin tidak menghiraukan rengekan dan protes Huànyǐng, tetap menyeretnya dengan langkah ringan namun tegas. Sementara itu, Huànyǐng terus berusaha membujuknya, tangan yang satunya masih erat menggenggam sisa tanghulu."Chén"Aku bosan!" Huànyǐng berteriak lantang di tepi Sungai Ungu Gelap, suaranya menggema di antara aliran sungai yang tenang dan pepohonan wisteria yang menggantungkan ranting-rantingnya ke permukaan air. Hanya di tempat ini ia merasa bebas—bebas berteriak sesuka hati, bebas meluapkan perasaannya tanpa ada yang memandang aneh. Di sekelilingnya, angin sepoi membawa aroma lembap tanah sungai bercampur dengan harum samar bunga liar. Tidak ada siapa pun selain dirinya dan Tiānyin. Meski terkadang, Héxié Zhìzūn juga akan bergabung, menemaninya memetik guqin sementara suara xiao dari bibirnya berpadu dengan desir angin—seperti melodi yang meresap dalam kesunyian."Yunhua Jiějie kenapa tidak pernah kemari?" gumamnya lirih, tatapannya kosong mengarah pada aliran sungai yang beriak pelan. Ia teringat gadis itu, Baili Yunhua, yang selalu datang dengan tangan penuh makanan dan jajanan kesukaannya. Namun kini, sudah sekian lama Yunhua tak mengunjungi tempat ini.Tiba-tib
"Dà Jiě! Lei!" Suara cempreng Huànyǐng menggema di Aula Harmoni, membuyarkan ketenangan yang baru saja terjalin. Pemuda itu muncul di ambang pintu dengan ekspresi cerah, seolah-olah kedatangannya adalah kabar baik bagi semua orang.Jian Xia dan Jian Lei saling bertukar pandang sekilas. Begitu pula Ling Qingyu dan para murid tamu lainnya. Sudah cukup lama mereka tidak melihat pemuda tengil itu, dan kini, ia kembali membawa gelombang kegaduhan yang akrab."Dilarang membuat keributan di Kediaman Aroma Wisteria." Suara berat nan dingin menggema dari di belakangnya. Tenang, tetapi mengandung ketegasan yang tak terbantahkan.Namun, Huànyǐng hanya mendengus kecil, sama sekali tak terpengaruh oleh teguran tersebut. Dengan penuh semangat, ia menyeret lengan Tiānyin dan menariknya ke sudut aula."Eh, Chénxī, kau duduk bersamaku ya!" serunya riang."Huànyǐng." Jian Xia menegurnya lembut, meski s
Hēi Hú, danau yang luas dan menakjubkan, terbentang bagaikan cermin raksasa yang memantulkan cahaya matahari pagi dengan kilau keemasan. Kabut tipis mengambang di permukaannya, menciptakan kesan mistis seakan danau itu menyimpan rahasia yang tak terhitung jumlahnya. Bukan sekadar keindahan alam yang membuatnya istimewa, tetapi juga kekuatan spiritual yang terkandung di dalamnya. Sebagai sumber air tawar terbesar dan salah satu lokasi utama Perburuan Roh, Hēi Hú memiliki tempat tersendiri dalam kehidupan dan budaya Kekaisaran Bìxiāo di Benua Shényǔ. Di sepanjang tepian danau, kota-kota besar berdiri dengan megah. Salah satunya adalah Kota Lanyin. Meski bukan kota perdagangan maupun pusat pemerintahan, keberadaan Klan Yue serta Sekte Musik Abadi menjadikannya termasyhur hingga ke seluruh penjuru Benua Shényǔ. Karena itulah, tak mengherankan jika murid-murid Sekte Musik Abadi sering melakukan Perburuan Roh di danau ini, baik sebagai bagian dari
Perahu-perahu yang dinaiki para murid Sekte Musik Abadi dan juga murid tamu melaju perlahan di atas permukaan Hēi Hú . Air danau yang luas itu tampak berkilauan diterpa cahaya matahari, menciptakan pantulan langit yang kelam dan memantulkan bayangan perahu mereka seolah melayang di kehampaan. Tujuan mereka adalah Bì Bō Gé, Paviliun Ombak Hijau, tempat singgah bagi para kultivator yang hendak melakukan Perburuan Roh di sekitar Hēi Hú. “Chénxī, masih jauhkah?” tanya Huànyǐng kepada pemuda yang berdiri tegak di haluan perahu, matanya mengamati cakrawala dengan penuh perhatian. Tiānyin, yang dipanggil hanya menggelengkan kepalanya. Jari telunjuknya kemudian mengarah ke suatu titik di kejauhan, menunjukkan sesuatu yang mulai tampak dari balik kabut tipis yang menyelimuti danau. “Ah, ternyata sebuah desa,” gumam Huànyǐng dengan nada sedikit terkejut. Ia mengira Bì Bō Gé adalah kediaman besar seperti milik sekte-sekte pada umumnya, bukan desa kecil di tepi danau yang tampak sederhana na
Perahu-perahu berayun lembut di permukaan air saat merapat ke dermaga. Udara dingin dari sungai Hēi Hú membawa aroma tanah basah dan embusan angin lembap yang menusuk kulit. Héxié Zhìzūn, melangkah turun dengan jubah panjang yang melambai tertiup angin, diikuti oleh para kultivator muda yang dipimpinnya. Mereka bergerak melewati papan kayu yang berderit pelan, menyeberangi dermaga menuju Bì Bō Gé, Paviliun Ombak Hijau.Desa kecil di tepi sungai itu, meski masih termasuk dalam wilayah Kota Lanyin, tampak lebih sunyi dibandingkan pemukiman lain di sekitarnya. Hanya ada beberapa perahu tertambat, menandakan sedikitnya orang yang singgah. Kabut tipis menggantung di atas permukaan air, membuat suasana semakin hening dan mencekam.Héxié Zhìzūn menoleh pada Tiānyin yang berjalan di sampingnya. "Tiānyin, bagaimana keadaan Jian Wu Gōngzǐ?"Tiānyin menjawab tanpa mengubah ekspresi datarnya. "Dia baik-baik saja." Suaranya terdengar
Bì Bō Gé, sebuah desa kecil yang terletak di tepi Hēi Hú, mungkin tampak biasa bagi orang awam. Tidak ramai, tidak pula makmur. Namun, di kalangan para kultivator, desa ini memiliki reputasi tersendiri. Tempat ini menjadi persinggahan utama bagi mereka yang tengah melakukan Perburuan Roh, baik di sekitar Hēi Hú, Yōu Gǔ, Cuì Zhú Lín, Gǔ Sōng Lín, maupun Jìng Yè Shān. Senja menggantung di langit, membiaskan semburat keemasan di permukaan air danau yang tenang. Udara lembab membawa aroma tanah basah bercampur dengan wangi samar dedaunan yang tertiup angin. Meski terlihat damai di permukaan, suasana desa ini seakan menyimpan ketegangan yang tidak kasatmata. "Héxié Zhìzūn, selamat datang!" Seorang pria paruh baya bergegas menyambut kedatangan Héxié Zhìzūn. Dia membungkukkan tubuhnya dengan hormat. Di belakangnya, beberapa orang pelayan penginapan tampak menundukkan kepala, memperlihatkan sikap hormat yang dalam. Héxié Zhìzūn membalasnya dengan
Di kejauhan, lolongan para Lángyǎo terdengar samar, melintasi udara yang mulai diselimuti kabut senja. Udara dingin menyusup ke sela-sela pepohonan, membawa serta bisikan angin yang menggetarkan dedaunan. Para kultivator saling berpandangan, ekspresi mereka menegang."Xiōngzhǎng, bukankah tidak ada Lángyǎo di sekitar Hēi Hú maupun Lanyin?" Tiānyin bertanya, tatapannya tertuju pada sang kakak. Nada suaranya tetap datar, begitu pula raut wajahnya, seolah tak terpengaruh oleh situasi yang mencekam. Namun, Héxié Zhìzūn yang telah bertahun-tahun mengenal adiknya dapat menangkap keheranan yang tersembunyi di balik sikapnya."Aku juga tidak tahu," sahut Héxié Zhìzūn pelan, matanya menyipit memandang ke arah kabut yang mulai menebal.Menurut laporan yang diterima Sekte Musik Abadi, suara lolongan Lángyǎo mulai terdengar beberapa hari lalu. Awalnya hanya samar di kejauhan, namun dalam dua hari terakhir, mereka telah berani menyerang para kultivator dan bahkan pendu
Dedaunan bergetar, bayangan hitam melesat di antara pepohonan. Udara malam yang dingin mendadak terasa lebih berat saat suara lolongan panjang menggema di seluruh penjuru hutan. Serigala-serigala iblis, bermata merah menyala dan bertaring tajam, melompat keluar dari kegelapan, mengepung kelompok mereka . "Lángyǎo!" Seruan panik menggema di tengah hutan pinus saat sekelompok kultivator bergerak cepat menghindari serangan mendadak. Dari balik pepohonan, serigala-serigala iblis melompat dengan mata berkilat buas, menerjang tanpa ampun. Seketika, udara dipenuhi denting senjata beradu, erangan kesakitan, serta lolongan liar yang menggema ke angkasa. Kesunyian Yōu Gǔ ,telah sirna. "Héng Zhi! Jangan jauh-jauh dariku!" Huànyǐng berseru, suaranya tajam menembus keributan. Memperingatkan pemuda yang jauh lebih muda darinya itu. Pemuda berhanfu merah marun itu pun mengangguk cepat dan segera mendekat ke sisi Huànyǐng. Sementara itu, Tiānyin dan Yao Yu berjaga dengan sikap waspada, meli
Langit malam Lanyin dipenuhi taburan bintang yang berkilau. Setelah menikmati hidangan yang lezat di Restoran Baili, rombongan itu pamit kepada Baili Yunhua dan bergegas kembali ke Kediaman Aroma Wisteria. Murong Yi, yang sudah terlelap kembali, diusap lembut kepalanya oleh Tiānyin sebelum mereka pergi. Sebuah gestur yang membuat Huànyǐng menatap penuh kecemburuan."Selamat malam, Yunhua jiějie! Sampaikan salamku untuk A Yi kalau dia bangun nanti!" seru Huànyǐng seraya melambai penuh semangat.Di sepanjang jalan menuju Kediaman Aroma Wisteria, Huànyǐng berjalan dengan riang di antara Jian Léi dan Tiānyin. Pengaruh arak yang diminumnya membuat pipinya bersemu merah, dan langkahnya sedikit tidak stabil."Léi! Aku mau tidur bersamamu malam ini!" tiba-tiba Huànyǐng berseru, memeluk lengan kakaknya.Jian Léi, yang sudah hafal betul dengan tingkah adiknya, langsung mendorong Huànyǐng menjauh dengan kesal. "Kau ini sudah besar! Untuk apa tidur bersamaku!
Langit senja menyinari Kota Lanyin dengan warna keemasan yang hangat. Huànyǐng, yang masih bergelayut manja di lengan Jian Léi, tiba-tiba melepaskan pelukannya dan melompat dengan penuh semangat."Ah! Kita harus mampir ke Restoran Baili!" serunya dengan mata berbinar-binar. "Tidak mungkin langsung pulang tanpa menikmati makanan terbaik di Lanyin!"Jian Léi menepuk dahinya. "Kau ini, baru bertemu sudah memikirkan makanan saja.""Léi, kau tidak akan menyesal. Apa kau lupa terakhir kali kita makan di sana? Lidahmu hampir copot karena terlalu nikmat!" Huànyǐng menyikut pelan kakaknya.Mo Chén terkekeh. "Ide bagus. Aku juga sudah lapar."Tiānyin melirik ke arah Baili Yunhua yang masih menggendong Murong Yi yang tertidur. Seolah mengerti kekhawatirannya, wanita itu tersenyum lembut."Tenang saja, Yuè Èr Gōngzǐ. Restoran kami memiliki ruang pribadi yang nyaman untuk A-Yi beristirahat."Tiānyin menghela napas panjang, tatapannya
Suasana di sekitar Hēi Hu berangsur tenang setelah fenomena pusaran energi mereda. Para kultivator masih terguncang, beberapa bahkan masih terduduk lemah di tepi danau atau di atas perahu mereka. Energi spiritual yang bergejolak telah menyisakan jejak ketidakstabilan di udara.Héxié Zhìzūn berdiri tegak di atas permukaan air, sosoknya menjulang dengan aura wibawa yang tak tertandingi. Seruling vertikalnya—Shènglài Xiǎo—kini telah kembali tersimpan di lengan jubahnya. Matanya yang dalam menyapu seluruh area, memastikan situasi benar-benar terkendali."Segala sesuatu yang terjadi di Hēi Hu akan dilaporkan langsung kepada Yang Mulia," ucapnya dengan suara tenang namun penuh otoritas. "Peristiwa ini bukanlah insiden biasa, dan kekaisaran harus mengetahui dampaknya terhadap dunia kultivasi."Ucapan itu bagaikan batu yang dijatuhkan ke kolam tenang. Menciptakan riak kekhawatiran di wajah para kultivator. Beberapa sekte kecil mulai berbisik di antara mereka sendi
Pusaran yang sebelumnya mereda kini bergerak kembali, tetapi kali ini lebih terkendali seperti pintu gerbang yang perlahan terbuka. Air danau berputar dalam gerakan harmonis, menciptakan lingkaran sempurna yang bercahaya kebiruan.Murong Yi, bocah berusia satu tahun dalam gendongan pelayan Baili Yunhua, tiba-tiba gelisah. Mata kecilnya yang jernih berkilat aneh, terarah lurus ke pusaran air. Tangan mungilnya terulur, gemetar, seolah mengenali sesuatu di dalam pusaran itu. Tangisannya pecah, melengking tinggi dan ketakutan.Baili Yunhua dengan sigap mengambil alih Murong Yi, memeluknya dekat ke dada. "Sssh, tenanglah, A-Yi," bisiknya lembut, tetapi kekhawatiran jelas tergambar di wajahnya yang cantik."Ada apa dengan anak itu?" tanya Huànyǐng, matanya bergantian menatap Baili Yunhua dan pusaran air yang semakin terbuka."Entahlah," jawab Baili Yunhua singkat, matanya tidak lepas mengawasi pusaran.Di sekitar mereka, puluhan perahu kembali
Perahu mereka melaju perlahan menembus kabut tipis yang menyelimuti permukaan Hēi Hu. Semakin mendekati pusat danau, kabut energi spiritual terasa semakin pekat. Yu Shi mendesis pelan di bahu Huànyǐng, bulu-bulunya berdiri seolah merasakan bahaya."Lihat itu!" seru Huànyǐng tiba-tiba, menunjuk ke tengah danau.Di kejauhan, sebuah pusaran air muncul, mula-mula kecil tetapi dengan cepat membesar. Bukan hanya air yang berputar. Energi roh berpilin membentuk tornado kecil di atasnya, menciptakan pemandangan yang menakjubkan sekaligus mengkhawatirkan."Itu bukan pusaran biasa," gumam paman perahu, wajahnya pucat. "Sudah kuduga... energi spiritual danau semakin tak terkendali."Tiānyin memicingkan mata birunya, merasakan fluktuasi qi yang kacau. "Jian Yi, bersiaplah."Huànyǐng mengangguk, ekspresinya berubah serius. Suatu pemandangan langka dari pemuda yang biasanya ceria. Ia bisa merasakan Heibing Hùfú di dalam tubuhnya beresonansi dengan ener
Sinar matahari pagi menerobos lembut melalui cabang-cabang pohon wisteria yang menjuntai di sekitar Zǐténg Lán, kediaman Jian Huànyǐng di tepi Sungai Ungu Gelap. Bunga-bunga wisteria yang bergantungan, bergoyang pelan tertiup angin, menciptakan bayangan yang menari di atas lantai kayu paviliun.Air Terjun Lánluò mengalir dengan gemericik menenangkan, mengisi udara dengan kesegaran abadi. Sungguh tempat yang cocok dengan jiwa bebas sang Mófǎ Shī. Berbeda dengan kediaman Tiānyin yang tenang, Zǐténg Lán terasa hangat dan penuh kehidupan.Tiānyin sudah menyelesaikan meditasi paginya bahkan sebelum mentari sepenuhnya bangkit. Tubuhnya bergerak dalam ritme sempurna, pedang Xīn menari di udara pagi, meninggalkan jejak embun beku yang segera menguap terkena hangatnya sinar matahari. Setelah latihan yang tak bercela, ia duduk menikmati teh pagi, menunggu—seperti biasa—sang tuan rumah yang masih terlelap.Di dalam kamar utama, Huàn
Huànyǐng masih bergetar ketakutan dalam pelukan Tiānyin, wajahnya tersembunyi sempurna di dada pemuda itu. Tidak peduli bahwa mereka berada di tengah keramaian, dengan puluhan pasang mata yang mulai menatap penasaran. Dan tentu saja dengan Yu Shi yang menatap seakan-akan malas melihat drama sang tuan."Yo, benarkah ini Mófǎ Shī? Penyihir Iblis yang mengerikan itu?" Sebuah suara familiar terdengar, sarat dengan nada mengejek.Tiānyin menoleh dengan wajah datar, sementara Huànyǐng mengintip dari balik punggungnya. Matanya langsung berbinar melihat sosok Yāo Ming yang berdiri santai, lengan dilipat di dada dengan senyum menjengkelkan di wajahnya."Yāo Ming!"Seketika, Huànyǐng melepaskan pelukannya pada Tiānyin dan berlari memeluk Yāo Ming dengan semangat berlebihan. Ekspresi Tiānyin berubah dalam sekejap, datar, lebih datar, dan akhirnya beku sempurna. Patung es di musim dingin tidak ada apa-apanya diband
Tiga tahun berlalu sejak kejadian di Shén Wu Gǔ. Luka-luka telah Huànyǐng telah sembuh, tetapi bekas yang tertinggal tak akan pernah hilang sepenuhnya.Siang itu Pasar Lanyin di kaki Lembah Wisteria dipenuhi hiruk-pikuk kehidupan. Pedagang berseru menawarkan dagangan, pembeli menawar dengan semangat, dan aroma berbagai makanan bercampur dalam harmoni yang khas."Kembalilah ke sini, kucing nakal!"Teriakan itu memecah keramaian pasar. Jian Huànyǐng berlari dengan kecepatan luar biasa, mengejar sosok berbulu putih yang melompat dari satu atap ke atap lainnya dengan keanggunan yang menjengkelkan.Yu Shi, kucing spiritual miliknya, tampak sangat menikmati permainan kejar-kejaran ini. Di mulutnya tergenggam gelang jade berharga, milik seorang pedagang yang kini berteriak marah."Maafkan kucingku!" seru Huànyǐng tanpa menghentikan larinya, senyum tanpa rasa bersalah terukir di wajahnya yang
Ketenangan setelah badai hanyalah ilusi. Di Hé Yún Gé, Paviliun Awan Harmonis, ketegangan masih terasa kental meski pertemuan para tetua telah usai. Bulan menggantung rendah di langit, menyaksikan takdir yang mulai bergerak di bawah naungannya.Di sebuah ruangan privat, Yuè Tiānyin berlutut dengan sikap formal di hadapan ayahnya. Wajahnya yang biasanya tanpa ekspresi kini menampakkan kesungguhan yang jarang terlihat."Izinkan aku membawa Huànyǐng ke Kediaman Aroma Wisteria, A Tiě," ucapnya, suaranya tenang namun tegas.Yīnlǜ Shengzhe menatap putranya dengan sorot mata penuh perhitungan. Jemarinya yang lentik mengusap Xiǎo, seruling abadi yang selalu menemaninya."Kau yakin tempat itu lebih aman dari Bi Hai Wan?" tanyanya dengan nada rendah."Energi spiritual di sana hampir sama dengan kabut di Shén Wu Gǔ," Tiānyin menjawab tanpa keraguan. "Dan aku bisa lebih mudah melindunginya di wil