Sofia membuka kedua kelopak matanya, sesaat setelah mendengar dentuman keras dipintu kamar saat Allen meninggalkan kamar yang dihuni Sofia.
Wanita itu menolehkan kepalanya, memastikan bahwa pria itu benar-benar telah pergi. Sofia dengan cepat membenarkan kembali pakaiannya yang telah meninggalkan tempatnya akibat perbuatan Allen. Wanita itu meraih selimut, menyembunyikan tubuhnya. Sofia meringkuk dibawah selimut, jantungnya masih berdetak kencang, wanita itu masih shock setelah Allen menyentuhnya dengan brutal. Air mata Sofia terus saja mengalir, seolah bendungan jebol. Sakit hatinya bertambah berkali-kali lipat. Suara ketukan dipintu membuat Sofia semakin mengeratkan pelukan pada lututnya yang tengah meringkuk ketakutan. Wanita itu bahkan sampai bergetar dengan keringat dingin mengucur dari tubuhnya. Suara langkah terdengar mendekat, namun terdengar seperti langkah kaki seorang wanita dengan sepatu ber hak tinggi. "Nona, ini makan siang anda, sebaiknya anda makan segera agar nona tidak sakit!" Sapa suara wanita muda dengan lembut. Sofia membuka selimut yang membungkus kepalanya, melongok memastikan siapa yang masuk ke kamar. "Nona, apakah aku harus membantu nona makan?" Tanya gadis pelayan itu kembali dengan senyum lembut yang menghias bibirnya. "Ti-- tidak usah. Saya makan sendiri. Terima kasih Nona." Jawab Sofia kikuk. "Jangan panggil saya nona, Nona. Saya hanya seorang pelayan. Kalau nona butuh sesuatu bisa panggil saya. Nama saya Lucy!" Jawab gadis itu sopan "Iy-- iya, terima kasih Lucy." "Ayo nona makan dulu!" Bujuk Lucy menatap penuh iba pada gadis dihadapannya. Sepanjang Sofia berada disini, Lucy sudah melihat, mendengar, dan merasa iba pada Sofia. Dia paham dari cara wanita itu diseret, bahwa Sofia berada disini bukan dengan sukarela. 'sungguh gadis cantik yang malang.' Gumam Lucy dalam hati. "Kalau anda butuh sesuatu silahkan panggil saya nona. Saya akan tinggal sebentar yah!" Sofia menganggukkan kepalanya lemah, mengulas senyum terimakasih dibibirnya. Kemudian gadis itu mulai menyendokkan makanan kemulutnya perlahan-lahan. Sofia menatap makanan yang ada dihadapannya seksama, semuanya tampak lezat dan menggugah selera. Tidak munafik, Sofia begitu kelaparan. Baginya sangat jarang bisa menikmati makanan lezat seperti itu. Sejak kedua orang tuanya meninggal Sofia tidak lagi makan makanan lezat, karena gajinya tidak cukup untuk itu. Dia hanya bisa makan makanan seadanya sekedar menyambung nyawa. Sedangkan dirumahnya Sofia hampir tidak pernah kebagian makanan. Hidupnya memang semenyedihkan itu, jauh lebih menyedihkan dari dongeng Cinderella atau Upik abu sekalipun. Sofia terus menyuap makanannya dengan lahap, seolah mengisi tenaganya yang habis terkuras. Selesai makan, wanita itu mengistirahatkan tubuhnya bersandar pada dinding dibawah jendela tempat dimana kemarin dirinya tertidur. Sofia duduk bersandar, dengan pandangan kosong dan fikiran menerawang yang mengilas kembali kenangan demi kenangan sejak saat Sofia remaja menerima kabar kedua orang tuanya meninggal saat kecelakaan pesawat, dimana dirinya harus sibuk mengurus kepulangan jasad kedua orang tuanya bersama pelayan rumah tangganya yang setia kala itu. Lalu setelah enam puluh hari kedua orangtuanya dimakamkan, tiba-tiba paman Darren datang mengatakan bahwa dirinya adalah adik kandung sang padre. Sofia menggeram kesal, meraup wajahnya kasar, kenangan tentang paman dan keluarganya begitu menyakitkan hingga Sofia berharap dia lupa ingatan, agar tak lagi mengingat kenangan buruknya tinggal bersama keluarga pamannya. Semua miliknya dirampas Alea, kamar, gaun, perhiasan hingga perhatian semua karyawan ditoko juga direbutnya. "tidak, aku tidak akan mati sebelum membalas dendam pada mereka. Aku harus tetap hidup. Walau harga diri ini harus ku korbankan, aku pasti akan menemukan cara untuk bebas dari tempat ini." Tekad Sofia penuh dendam. Lelah duduk bersandar, Sofia bangkit dari duduknya menuju kamar mandi. Gadis muda itu ingin mendinginkan otak dan tubuhnya. * * * Allen kembali menatap layar monitor, entah mengapa dia begitu suka menatap Sofia dari layar CCTV. Wanita itu berbeda dari wanita kebanyakan yang biasa dikencaninya. Biasanya para wanita dengan sengaja melakukan gerakan-gerakan sensasional untuk menggodanya dari layar monitor, sedangkan Sofia seolah gadis itu tak sadar bahwa dikamarnya ada kamera CCTV. Wanita itu tetap beraktifitas normal, seperti makan dengan sangat lahap seolah disana tak ada yang melihatnya. Allen memijat pelipisnya gusar, saat layar monitor menampilkan tayangan dimana wanita muda itu keluar dari kamar mandi hanya mengenakan handuk yang dililitkan ditubuhnya. Handuk yang kecil itu tampak tak muat menutupi bagian tubuhnya. Wanita itu tampak terduduk dikasur, mengenakan kembali pakaiannya satu persatu. Semua gerakan itu tak luput dari pandangan Allen. Tubuh pria itu kembali panas dingin. Namun dia tak ingin melakukan apapun. Sudah cukup pagi ini dia gagal. Dia tidak ingin mencoba dan gagal lagi hari ini. Allen seolah memberi jeda pada Sofia agar wanita itu menjadi jinak. Suara ketukan dipintu menyadarkan pria itu dari keterpakuannya menatap layar monitor CCTV. "Masuk!" Perintah Allen. James tampak berjalan masuk dengan kepala tertunduk. "Maaf tuan ada apa anda memanggil saya?" Tanya James. "Aku ingin tahu mengapa gadis yang diserahkan Darren seolah tak suka berada disini?" Tanya Allen penasaran. James mengangkat kepalanya bingung, pasalnya ini pertama kalinya pria itu ingin tahu tentang wanita yang menemaninya, sebelumnya dia tidak peduli pada wanita itu. Selesai pakai, beri mereka uang dan wanita itu akan dikembalikan keasalnya. "Aku tidak tahu tuan." "Kamu tidak tahu?" Tanya Allen menelisik curiga. "Iya tuan, aku tidak menanyakannya. Namun aku bersumpah bahwa wanita itu aku ambil dari rumah tuan Darren." "Hemmp, tapi dia bukan wanita yang ada difoto keluarga Darren." Tanya Allen bingung. James mengangkat kepalanya, menatap tuannya lebih bingung. James tidak tahu bahwa tuannya sudah lebih dulu mencari tahu tentang keluarga dan anak perempuan Darren. "Apa mereka melakukan kesalahan tuan? Saya siap memberi mereka pelajaran kalau mereka mengkhianati tuan." "Hmmm-- tidak perlu sekarang. Namun bisa saja nanti." Jawab Allen datar. "Ya sudah kamu keluar saja!" Ujar pria itu mengusir bawahannya. James mengangguk, melangkah meninggalkan Allen yang kembali menatap layar monitor CCTV. Menatap Sofia dari layar dengan pandangan penasaran. "Wanita aneh, mengapa dia bisa membuatku rela menanti waktu yang tepat untuk menikmati tubuhnya, padahal dia hanya wanita lemah." Gumam Allen tak mengerti. Pria itu terus saja menatap aktifitas Sofia dari layar. Pria itu bingung melihat Sofia berulang kali melongokkan kepalanya pada jendela kaca, mengulurkan tangannya, bergantian dengan kepalanya. Entah apa yang dilakukan wanita itu. Mungkin di berharap tubuhnya bisa muat jika harus kabur dari jendela tinggi itu. Allen tersenyum lucu membayangkan apa yang dilakukan oleh Sofia didalam kamar sana. Allen tertegun, tunggu. Apa yang baru saja dilakukannya? Dia tersenyum? Pria itu mengerutkan keningnya dalam, lalu menyentuh bibirnya sendiri dengan penuh kebingungan. "Apa ini? Apa aku baru saja tersenyum? Benarkah?" Tanya pria itu pada dirinya sendiri. Pria itu tak menyangka dia masih bisa tersenyum. Pasalnya selama ini dia benar-benar lupa cara tersenyum sejak kedua orang tuanya meninggal karena terbunuh."Darren, jawab aku brengsek!" Nyonya rara menarik kerah kemeja suaminya dengan penuh kemarahan. Sedangkan tuan Darren hanya bisa terus bersimpuh menekan lukanya, kepalanya menunduk pasrah. Kini hancur sudah hidup pria serakah yang jahat itu. Allen dengan wajah puasnya melangkah meninggalkan kediaman Darren yang harusnya menjadi milik Sofia Alexandra Gussel. Putri dari saudara Darren yang kini diperistri oleh Allen Anthonio. Pria itu kembali melajukan mobilnya menuju rumah sakit dimana sang istri dirawat. ~~~~~ Dengan langkah tergesa-gesa, Allen menaiki lift menuju lantai dimana ruang VVIP berada. Allen sengaja membooking satu lantai untuk sang istri tercinta. Khawatir istri dan putranya akan tidak nyaman saat ada orang lain bersama mereka. "Daddy--" El berteriak menyongsong sang Daddy. Pria kecil itu kemudian naik kegendongan Allen. "Daddy, mommy tidak mau bangun." Ujar El sedih. "Sabar sayang. Mommy pasti bangun kok!" Allen mencium lembut dahi putranya kecilnya. Tampak sisa
"istri anda--" "Istri saya kenapa, Nath?" Seru Allen tak sabar. "Baik-baik saja. Beruntung kandungannya juga dapat diselamatkan. Namun kondisi pasien saat ini masih sangat rentan." Ujar Natalya lembut. Wanita itu menatap Allen dengan sorot penuh kerinduan. Allen bukan tidak menyadari lirikan wanita itu, namun saat ini fokus Allen sedang pecah. Pria itu masih saja tegang. Menanti waktu dia bisa menemui sang istri. "Ehemmmp, jadi kapan saya bisa menemui istri saya?" Ujar Allen tak sabar. Melihat kekhawatiran Allen, wajah Natalya tampak kecewa. "Sekarang juga bisa, namun alangkah lebih baiknya saat pasien telah dipindahkan ke ruangan rawat. Kalau begitu saya permisi. Kalau ada apa-apa cari saya saja!" Ujar Natalya kemudian berlalu dari hadapan mereka semua. Allen berdiri mematung didepan pintu UGD. seolah menghitung menit dan detik yang berganti. Pria itu juga tak sabar untuk menemui Alea, hendak melangkah dan menitipkan sang istri dan putranya dibawa pengawasan James.
Mario bergegas mengangkat Sofia, mimik wajah pria itu panik tidak terkira. Sedangkan bodyguard bernama Max dengan cepat meringkus Alea yang masih berdiri dengan wajah melongo tak percaya. Tatapan wanita itu membelalak ngeri, melihat darah yang merembes dari sela paha Sofia. Alea sadar bahwa nasibnya kini telah ditentukan oleh Allen Anthonio. Mario berlari diikuti oleh Lucy yang menggendong El. Sedangkan Max kini telah menyeret Alea keluar dari pusat perbelanjaan. Semua orang yang menyaksikan mereka menjadi heboh. Namun tak ada yang menyangka bahwa wanita itu adalah istri pria paling kejam di kota mereka. Mario membawa mobilnya dengan kecepatan tinggi, hingga dia bahkan lupa bahwa ada El dan Lucy bersamanya. Lucy menopang kepala sang nona dan El disisi lainnya. "Lucy-- ini sakit sekali." Rintih Sofia lemah. Wajah wanita itu pucat pasi.
James mengetuk pintu ragu-ragu. Tadinya dia ingin menemui Allen lebih awal, namun melihat istri tuannya masuk dan tak kunjung keluar membuat James mengurungkan niatnya. Pria itu hanya bisa terus memantau dari jauh kapan kiranya Sofia keluar. Nyatanya, sejam telah berlalu namun tak ada tanda-tanda wanita itu meninggalkan ruangan suaminya. Sebagai pria yang telah merasakan indahnya pernikahan, tentu saja James mengerti apa yang terjadi didalam sana.James mengetuk pintu ruang kerja Allen. James berdiri didepan pintu, menunggu Allen membuka pintu, biasanya dia akan langsung masuk setelah mengetuk pintu, namun setelah dia melihat istri Tuannya masuk kesana. Itu artinya tempat itu telah menjadi ranah pribadi sekarang. Klekkk... "Masuk!" James mengangguk, mengikuti langkah pria itu, tampilannya tetap rapi seperti sedia kala. membuat James mengeryitkan keningnya bingung. '
Allen melepaskan pelukannya pada Sofia, pria itu menggulingkan tubuhnya hingga jatuh terlentang. Ditatapnya langit-langit kamar, seolah dia sedang merangkai kalimat diatas sana. Hening, tak ada satupun yang bersuara. Hanya helaian nafas keduanya yang bersahut-sahutan berat. Sofia memilih tidak peduli, wanita itu berusaha memejamkan matanya. Hingga dengkuran halus khas wanita hamil mulai terdengar dari bibirnya. Allen menoleh, menatap intens punggung sang istri. Punggung yang begitu dia sukai untuk bersandar dan memeluk Sofia dari belakang. Mendengar sang istri telah jatuh tertidur, pria itu kembali keluar dari kamar. Melangkah turun kelantai bawah dan berjalan ke arah taman belakang. Taman yang sama dimana dia mengacaukan ciuman pertama James dan lucy malam itu. Allen duduk dibangku taman, pria itu menghisap dalam cerutunya. Menguarkan asapnya bersama dengan kegelisahan yang ditanggungnya. Anda
Kediaman tuan Darren ~~~ Nyonya Rara memijat kepalanya yang terasa seperti ingin pecah, berita pernikahan Sofia membuat keluarga itu pusing tujuh keliling. Tuan Darren tak menyangka bahwa tuan Allen Anthonio pada akhirnya akan menikahi Sofia, keponakan perempuannya yang selama ini dia siksa. Ada rasa takut dan was-was yang kini menyelimuti hati pria tua serakah itu. Bagaimana tidak, dia menyerahkan surat-surat berharga kepemilikan properti miliknya pada Allen Anthonio. Dia fikir saat itu pria itu akan mengambil putrinya yang berharga untuk menjadi nyonya. Dia telah menawarkan Alea pada Allen Anthonio, dan sepertinya saat itu pria itu setuju-setuju saja. Lima tahun berlalu tanpa pernah pihak Allen Anthonio menemuinya. Dia fikir dia telah lolos begitu saja. Namun pernikahan Sofia dan Allen Anthonio sepertinya akan menjadi awal kehancuran mereka. "Daddy, bagaimana ini