Share

Ruh Arutala dan Leena

Author: Ken Matahari
last update Last Updated: 2022-06-11 16:29:00

Hampir tengah malam Sadnya kembali ketendanya. Setibanya di tenda, Sadnya langsung tertidur pulas. Tak sempat lagi ia berganti pakaian. Golok Melasa Kepappang tergeletak sampingnya.

Menjelang dini hari, saat ayam hutan jantan berkokok, Sadnya bermimpi. Dalam mimpinya, Sadnya didatangi oleh sepasang bujang gadis berkebat pakaian putih. Keduanya mendatangi Sadnya sambil menangis. Si Bujang yang berbadan tegap dan tampan, mengaku bernama Arutala. Sedang Si Gadis yang berwajah rupawan bernama Leena. Yang mengherankan, keduanya mendatangi Sadnya sambil menangis.

"Sadnya. Aku bernama Arutala. Kekasihku ini bernama Leena. Kami berdua adalah ruh penghuni Golok Melasa Kepappang yang kini kau miliki"

"Apa maksud kalian berdua datang padaku?"

"Kami mohon kau bisa membantu kami Sadnya."

"Aku? Aku tak kenal siapa kalian berdua? Terus kenapa aku harus membantu kalian berdua?"

"Sadnya. Jika kau tak mau menolong kami, kami akan selalu jadi arwah penasaran yang menghuni golok haus darag ini. Ruh kami tak akan bisa sampai ke nirwana sebelum dendam kali lunas terbalas."

"Apa pentingnya untuk aku?"

"Sadnya. Sebelum dendam kami terbalas. Kami berdua akan selalu jadi ruh penasaran yang haus darah. Kami tak menghendaki itu. Tapi selama orang yang menumbalkan kami belum mati, maka kami akan terus membuat Golok Melasa Kepappang ini meminta korban. Kami berdua tak bisa mengendalikan kekuatan membunuhnya."

"Kenapa tak orang lain saja yang kalian minta tolong? Aku bukan seorang pembunuh yang haus darah. Lagipula, aku tak mengenal sama sekali orang menumbalkan kalian itu."

"Sadnya. Jika kau tak menolong kami, bahaya juga akan melanda Sriwijaya."

"Apa maksud kalian?"

"Orang yang menumbalkan kami berdua bernama Birsha yang berarti setan. Ia adalah seorang dukun sakti jahat yang mulanya tinggal di lereng Gunung Pesagi. Karena kekejamannya ia dijuluki Dewa Setan."

"Sebentar Arutala. Kenapa Dewa Setan menumbalkan kalian berdua?"

Mendengar pertanyaan Sadnya, kali ini Leena yang menjawab. Sesekali tangisnya terdengar.

"Kami ditumbalkan oleh Dewa Setan sebagai persembahan bagi dewa yang ia sembah. Kami disembelih di atas Batu Kepappang pada malam purnama di sebuah dusun bernama Kanali. Sebuah dusun kecil di lereng Pesagi. Selain itu, Dewa Setan juga memerlukan darah kami untuk dibasuhkan pada Golok Melasa Kepappang yang jadi rumah kami sekarang Sadnya. Dengan demikian, racun pada Golok Melasa Kepappang jadi makin mematikan."

"Aku mengerti sekarang," kata Sadnya sambil mengangguk-anggukan kepala. Tapi masih ada beberapa pertanyaan mengganjal dikepalanya. Ia kembali menanyakan pada Arutala.

"Lalu, siapa sebenarnya Dewa Setan itu Arutala?"

"Dewa Setan sebenarnya berasal dari daratan Hindustan Sadnya. Sebuah negeri jauh yang kami sendiri tak mengenalnya. Ia bersama kakaknya, La Laula datang ke lereng Gunung Pesagi pada Abad Ketiga Masehi. Mereka kemudian tiba di lereng Gunung Pesagi yang banyak ditumbuhi tumbuhan sekala. Saat itu di lereng Gunung Pesagi telah tinggal terlebih dulu Suku Tumi. Kemudian terjadi perselisihan antara La Laula, Dewa Setan, dan Suku Tumi. La Laula dan Dewa Setan berhasil mengalahkan Suku Tumi. Tapi karena watak serakah Dewa Setan, persaudaraannya dengan La Laula jadi hancur."

"Lalu?"

"Kedua bersaudara itu akhirnya bertarung. Lewat pertarungan sengit akhirnya La Laula bisa mengalahkan Dewa Setan dan menjadi Datu Sekala Bghak pertama."

"Arutala, katamu tadi Dewa Setan sangat sakti. Tentu La Laula lebih sakti lagi sehingga bisa mengalahkan Dewa Setan."

"Kau benar Sadnya. Di pertarungan pamungkas, keduanya mengeluarkan ilmu kesaktian andalan masing-masing. Dewa Setan menggunakan Golok Melasa Kepappang dan Ilmu Seribu Wajah Setan. Sedangkan La Laula mengeluarkan Ilmu Nawasena."

"Kau tahu tentang ilmu-ilmu itu Arutala?"

"Aku tahu sedikit. Dewa Setan menguasai ilmu Seribu Wajah Setan tingkat kesembilan dari sepuluh tingkat. Pada tingkat kesembilan ini, ia bisa membelah dirinya menjadi sembilan. Jika esok pada kemunculannya lagi dan ia berhasil menumbalkan sepasang bujang gadis, maka ia akan menguasai tingkat kesepuluh. Ia akan berubah jadi raksasa. Tidak itu saja, Dewa Setan juga akan mampu membelah ruhnya menjadi sepuluh dan salah satunya akan mampu merasuki tubuh salah satu keturunannya."

"Mengerikan!"

"Kulanjutkan kembali ceritaku Sadnya."

Sadnya mengangguk, mengiyakan ucapan Arutala.

"La Laula bisa mengalahkan Dewa Setan dengan Ilmu Nawasena. Dengan ilmu itu, La Laula berhasil mengasingkan Dewa Setan ke sebuah tempat tersembunyi di dunia lain. Sedangkan Golok Melasa Kepappang hilang tak tentu rimbanya. Tapi semua belum usai," ketika menyelesaikan kalimat terakhir, paras wajah Arutala berubah makin tegang. Sadnya merasakan keanehan itu. Ia kembali memburu Arutala dengan pertanyaan.

"Arutala, kenapa kau bilang semua belum berakhir?"

Arutala menarik nafas dulu, baru melanjutkan ceritanya.

"Dari pengasingan Dewa Setan bersumpah. Ia akan bangkit dan membuat onar di bumi setiap dua ratus tahun sekali. Kebangkitannya di Abad Lima Masehi menimbulkan bencana besar. Gempa besar melanda Swardwipa. Tanah-tanah pecah dan banyak dusun amblas lalu hilang bersama seluruh penghuninya. Paceklik dan penyakit mewabah. Kemiskinan terjadi di mana-mana. Akibatnya,kejahatan merajalela. Piciknya, dalam kondisi yang semrawut dan liar begitu, Dewa Setan malah mengambil kesempatan. Ia membangun kekuatan dan menyatukan para bandit dan bajak laut untuk merebut kekuasaan Kedatuan Sekala Bghak dari anak cucu Wangsa La Laula."

Arutala menghentikan ceritanya. Ia menyempatkan diri menenangkan Leena yang menangis disampingnya. Ketika tangis Leena mereda, Arutala kembali bercerita.

"Usaha Dewa Setan merebut kekuasaan gagal. Datu Sekala Bghak masa itu berhasil mengusir Dewa Setan kembali ke pengasingan. Sayangnya, Kitab Pesagi dan Kitab Guru Ganesa juga raib. Aku sendiri tak tahu apa penyebabnya. Sadnya, karena itulah aku gelisah. Sebab, kini sudah hampir genap dua ratus tahun dari Abad Kelima. Ini adalah saat-saat kebangkitan Dewa Setan. Jika Dewa Setan bangkit kembali, tak seorangpun bisa mencegah kemungkaran yang terjadi."

"Arutala, aku masih belum percaya sepenuhnya dengan ceritamu. Terutama hubungannya denganku?"

"Baiklah, akan kujelaskan padamu. Sadnya, kau kenal Rajaputra Aruna?"

"Aku kenal ia Arutala."

"Dewa Setan selalu bangkit melalui perantara keturunan wangsanya yang masih hidup. Rajaputra Aruna merupakan keturunan Wangsa Dewa Setan."

"Demi Sang Hyang Adi Buddha!"

"Pada kebangkitannya nanti, Dewa Setan akan merasuk dalam raga Rajaputra Aruna. Anak Sang Dapunta Hyang Sri Jayanasa itu akan dikendalikan Dewa Setan. Pikiranku mengatakan, kebangkitan Dewa Setan ini akan mengganggu dua Kedatuan sekaligus. Sriwijaya dan Sekala Bghak?"

"Mengapa bisa begitu Arutala?"

"Sederhana saja Sadnya. Dewa Setan dan Rajaputra Aruna, masing-masing punya kehendak berbeda. Dewa Setan menghendaki takhta Sekala Bghak, sedangkan Rajaputra Aruna menginginkan Kedatuan Sriwijaya. Maka akibat kebangkitan Dewa Setan kali ini akan lebih mengerikan dibanding kebangkitannya dua ratus tahun lalu."

"Adakah cara untuk mengalahkannya Arutala?"

"Ada Sadnya. Walaupun itu nyaris tak mungkin!"

Sadnya tercekat mendengar jawaban Arutala. Dewa Setan dalam cerita Arutala seperti monster yang tak mungkin dikalahkan. Tapi ia tak mau berandai-andai. Ia yakin pasti ada seseorang yang punya cara untuk mengalahkan Dewa Setan. Keyakinan itu mendorong Sadnya bertanya pada Arutala.

"Bagaimana caranya Arutala?"

"Hanya tiga hal yang dapat mengalahkan Birsha. Syaratnya, ketiganya harus bersatu."

"Arutala, apakah tiga hal itu?"

"Sadnya. Ketiga hal itu adalah seorang pemuda yang bisa mengendalikan Golok Melasa Kepappang, Kitab Pesagi, dan Kitab Guru Ganesha."

"Aku makin bingung Arutala?"

"Sejak awal kau bertarung dengan Balin, aku dan Leena merasakan kuatnya energi dan ketulusanmu. Ketika Golok Melasa Kepappang beradu dengan pedangmu, kami bisa merasakannya. Sebenarnya, kami mudah saja mengalahkanmu dalam satu jurus. Tapi kami berdua tak mau melakukannya."

"Arutala, jika benar begitu, kenapa aku bisa mengalahkan Balin?"

"Kami berdua menyedot seluruh energi Balin hingga ia kehabisan tenaga."

"Aku paham. Lalu, apapula Kitab Guru Ganesa itu Arutala?"

"Sadnya. Suatu hari aku dan Leena akan cerita padamu mengenai Kitab Guru Ganesa."

"Arutala...! Tunggu...!" Sadnya memanggil Arutala dan Leena yang tiba-tiba menghilang. Menyisakan sepotong cerita misterius bernama Kitab Guru Ganesa.

Sekarang, apa yang harus Sadnya lakukan? Baru saja dia menerima Golok ini, tetapi sudah ada begitu banyak hal yang harus dikerjakan. Lalu, bagaimana dia membantu Arutala dan Leena jika informasi yang dia terima hanya sepotong saja? 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pendekar Golok Melasa Kepappang    Momentum

    "Nadir adalah penyusup itu!" semua yang hadir seperti tersambar petir di siang bolong mendengar nama Nadir disebut Candra sebagai telik sandi Sriwijaya yang berhasil menyusup ke dalam tubuh gerakan kemerdekaan Melayu. Wak Baidil menjerit histeris."Apa? Nadir? Aku tak salah dengar Candra?""Tidak Wak! Nadir memang penyusup itu!""Demi Buddha! Nadir...! Tak kusangka anakku itu ternyata seorang musuhku sendiri...," ucap Wak Baidil lemas. Tubuhnya seperti kehilangan tulang penyangga tubuh. Ia duduk lemas tanpa daya. Ia benar-benar tak menyangka, anak angkat yang sangat ia kasihi itu ternyata seorang mata-mata Sriwijaya. Dengan suara parau, Wak Baidil berkata, "Alangkah sial hidupku ini. Setelah seumur hidup tak punya keturunan, saat punya anak angkat ternyata ia adalah musuhku!"Mata Wak Baidil berkaca-kaca. Orang tua itu setengah mati berusaha menahan tangis. Tapi ia gagal melakukannya kali ini. Air mata Wak Baidil menderas. Sekuat mungkin ia menahan ledakan tangis yang bisa merusak su

  • Pendekar Golok Melasa Kepappang    Siapa Penyusup Itu?

    Pertemuan yang dipimpin Wak Baidil terus berlanjut. Setelah membahas tentang Persatuan Melayu, kini pertemuan mulai membahas soal isu-isu dan peristiwa terkini yang terjadi di Lubuk Ruso dan Melayu. Berbeda dengan materi sebelumnya yang cenderung kaku. Sekarang suasana berubah jadi lebih cair.Situasi di kota Melayu yang menjadi pokok bahasan pertama. Dalam bahasan Melayu ini, Wak Baidil minta Pak Cik dibantu Candra untuk menjelaskannya.Pak Cik berkesempatan menjelaskan situasi Melayu lebih dulu. Dengan penuh semangat ia lalu menceritakan kondisi Melayu. Mulai dari proses perembesan prajurit masuk ke Melayu hingga konflik yang terjadi antara Tara dan Senapati Madya Danar.Dalam kesempatan itu juga, Pak Cik menjelaskan tentang peta kekuatan pasukan Sriwijaya di Melayu. Baik kekuatan pasukan reguler, pasukan khusus, dan telik sandi milik Sriwijaya.Koh Bai yang jadi orang pertama bertanya pada Pak Cik. "Apa kabar sahabat lama? Senang bisa bertemu denganmu hari ini Cik. Apalagi aku mas

  • Pendekar Golok Melasa Kepappang    Pertemuan Lubuk Ruso dan Melayu

    Hari belum lagi dini hari. Kokok ayam jantan pertama baru terdengar ketika rombongan Wak Baidil sampai di tepi Melayu. Sebelum meneruskan perjalanan masuk ke kota Melayu, Aditya menugaskan Muri dan Yoga untuk lebih dahulu masuk kota untuk memantau situasi dan memberitahu Pak Cik soal kedatangan mereka. Kehadiran mereka tak boleh diendus siapapun.Setelah menunggu cukup lama, Muri dan Yoga sudah kembali. Dari laporan mereka, situasi cukup aman bagi rombongan untuk dengan cepat mengendap dan langsung menuju kedai Pak Cik.Tanpa membuang waktu, seluruh rombongan bergerak senyap. Tak boleh ada suara ringkikan kuda yang terdengar. Tak ada satupun penduduk Melayu yang harus terbangun karena mendengar langkah kaki mereka.Jelang dini hari, rombongan Lubuk Ruso sudah sampai di rumah Pak Cik. Tak ada kendala selama perjalanan mereka dari pinggir kota hingga ke tujuan.Muri dan Yoga adalah orang yang terakhir masuk. Keduanya punya tugas tambahan menghapus seluruh jejak kaki mereka. Terutama je

  • Pendekar Golok Melasa Kepappang    Tugas Awang

    Pagi ini Tara melakukan dinas militer seperti biasa. Seolah tak ada ketegangan yang sedang terjadi antaranya dengan Senapati Madya Danar dan Ishra. Setidaknya begitu dihadapan para prajurit bawahan.Setelah apel pagi, Tara langsung masuk ke dalam ruangan. Sementara prajurit peserta apel lain masih bergerombol dan mengobrol di lapangan. Di antara mereka terlihat Senapati Madya Danar, Ishra, dan Awang.Sejak peristiwa amukannya terhadap Senapati Madya Danar, Tara lebih banyak memilih diam di ruang kerjanya ketimbang harus berbaur dengan prajurit lain. Ia terlalu muak dan khawatir tak mampu mengontrol emosi jika melihat Senapati Madya Danar dan Ishra.Saat Tara berjalan menuju ruang kerjanya, di kejauhan Senapati Madya Danar melihat sinis pada perwira cantik itu. Tak perduli ia sedang berada di tengah orang ramai, ia dengan terbuka menunjukkan rasa permusuhannya."Ishra, kau tengoklah Tara bangsat itu! Gaya jalannya sudah macam Datu Sriwijaya pula? Congkak!" desis Senapati Madya Danar ny

  • Pendekar Golok Melasa Kepappang    Rencana Menjebak Tara

    "Kau benar Ishra. Emosi hampir membuatku terjebak dalam kebodohan. Memang, sudah selayaknya aku dapat keuntungan dari matinya iblis perempuan bernama Tara itu!" ucap Senapati Madya Danar yang mulai tersadar dari amarahnya. Ia telah kembali ke watak aslinya yang culas dan licin. "Bagaimana Ishra? Kini kita mulai susun skenario untuk membunuh Tara?""Siap Senapati! Makin cepat, makin baik!" jawab Ishra tak kalah licik.Keduanya kembali tenggelam dalam siasat untuk membunuh Tara. Tak lupa tentu keuntungan-keuntungan yang harus mereka dapat dari kematian Tara.Malam makin larut, obrolan Senapati Madya Danar dan Ishra makin serius. Seperti tak ada hari esok bagi keduanya. Menjelang fajar barulah obrolan kedua manusia culas itu selesai. Begitu semua rencana mereka dirasa matang, dengan cepat Ishra kembali ke baraknya. Tak boleh seorangpun yang melihat pertemuan mereka.Saat Ishra baru menutup pintu barak, sebuah bayangan manusia berkelebat di keremangan fajar. Ia menyelinap cepat di balik t

  • Pendekar Golok Melasa Kepappang    Hasutan Ishra

    Istana Kedatuan Melayu malam hari. Tak ada aktivitas berarti di dalamnya. Gelap malam dan suasana sepi makin menambah muram istana yang pernah bersinar dan dikenal hingga ke negeri jauh itu.Istana Kedatuan Melayu terletak cukup jauh dari tepi Sungai Batanghari. Posisinya sendiri berada di antara bukit-bukit kecil. Pendahulu Sang Mahadatu Melayu memang sengaja memilih lokasi istana jauh dari Batanghari dengan pertimbangan pertahanan dan keamanan. Tapi setelah invasi Sriwijaya ke Melayu, pertimbangan tersebut terbukti rapuh[1].Jika menilik luas area yang dijadikan kawasan kompleks istana, maka kita tak akan mendapatkan jawaban pasti. Ada yang mengatakan luasnya lima hektar, ada yang menyebut lebih dari lima hektar, dan ragam pendapat lain.Di dalam area tersebut berdiri kompleks istana yang terdiri atas beberapa bangunan, bangunan utama dan beberapa bangunan pendukung.Bangunan utama dalam komplek Istana Kesatuan Melayu adalah istana yang kini didiami oleh Sang Mahadatu Melayu Muda da

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status