Perkataan Danu benar-benar membuat sebuah pandangan baru untuk Satu dan Dua. Dia telah salah jika mengira semua manusia adalah hati kejahatan. Mereka tersadarkan bahwa manusia juga ada yang baik. Air mata bening meleleh dari empat mata itu, bersinar, tersiram cahaya yang menerobos dedaunan hutan.
Dua Oprus itu telah menjadi makhluk yang berbentuk lebih baik. Lihatlah! Mereka sekarang menjadi makhluk yang mirip dengan manusia. Matanya bening, bersinar-sinar. Rambutnya lurus, berwarna kuning menyala, lebih tinggi dari Danu. Satu dan Dua telah menjadi dua Oprus yang rupawan, telinganya lebih indah dari telinga manusia. Kakinya menjadi kaki yang normal, menjadi dua kaki manusia. Pakaian mereka seperti pakaian pangeran-pangeran kerajaan.
“Siapa namamu, Manusia?” tanya Satu sembari menghapus air matanya bersalahnya.
“Namaku Danu, dan ini Permata!” jawab Danu. Permata tersenyum tipis kepada mereka.
Darah segar tampak masih mengalir dari s
Danu dan Permata memasuki sebuah halaman rumah yang begitu luas. Banyak kuda terparkir di sana. Plang besar terpampang, mengatakan bahwa itu adalah sebuah rumah atau bangunan yang digunakan untuk penginapan.Dua orang bertugas sebagai penjaga di bawah tangga, terselip sebuah pedang di pinggangnya, mereka berpakaian hitam-hitam.“Selamat datang, apa yang bisa kami bantu?” tanya salah seorang dari mereka ketika Danu dan Permata akan melintas.Mereka berhenti, lalu Danu menjawab, “Apakah ada ruangan yang masih kosong?”Orang itu tertawa, “Penginapan ini selalu menyediakan yang terbaik untuk semua tamu-tamunya. Masih banyak sekali kamar yang kosong, silakan datangi orang itu!” Dia menunjuk sebuah meja, di baliknya ada seorang wanita muda yang memegangi alat tulis. Sepertinya dia adalah petugas bagian administrasi.“Baik. Terima kasih!” kata Danu. Dua penjaga itu memberi jalan, Danu dan Permata meneruskan
Tiba-tiba Danu terbangun dari tidurnya, teringat dengan sebuah hal. Dia ingat bahwa Permata tidur sendiri, dia tidak mengunci pintunya, dan tempat itu adalah lokalisasi.“Permata!” seru Danu kepada dirinya sendiri.Dia berjalan setengah berlari menuju kamar nomor 14. Matanya berkunang-kunang sebab baru saja bangun dari tidur, tapi dia sama sekali tidak mengantuk. Bintang-gemintang di atas sana sepertinya menertawakan Danu yang lupa mengunci pintu, sedang rembulan memandangnya prihatin.“Ha...!” Danu mendengar suara teriakan, dan benar itu adalah suara Permata.“Kenapa kamu tidak bersedia melakukannya denganku, cantik? Apakah harga yang aku tawarkan kurang mahal?” Sebuah suara genit berkata.Danu semakin mempercepat langkah. Ketika sampai di depan pintu Danu mencoba membukanya dengan baik, tapi sepertinya pintu itu ditutup dan dikunci dari dalam. Perasaan Danu semakin tidak karuan ketika mendengar suara teriakan P
Pagi-pagi benar Permata bangun, bangkit dari pangkuan dan dekapan Danu. Sekejap Permata kaget tengah berada di pangkuan Danu, matanya memandangnya beberapa lama, kemudian membangunkan Danu.Matahari belum sepenuhnya muncul, hanya semburat merah yang tampak mengudara di atas awan timur. Danu bangun, mengerjap-erjapkan matanya, matanya memandang Permata dari ujung kepala sampai ujung kaki.“Kenapa melihatku seperti itu?” tanya Permata yang kebingungan.“Syukurlah, tidak ada yang berkurang darimu!” ucap Danu samar, menghilangkan sisa-sisa kotoran pada sudut mata.“Aku tidak apa-apa!” sahut Permata. Dia bangkit dari duduknya, berjalan menuju kuda, berniat melanjutkan perjalanan.Danu berjalan mengiri di belakangnya. “Kamu benar-benar sudah siap melanjutkan perjalanan, Permata?” tanya Danu, dia masih khawatir dengan keadaan Permata pasca kejadian tadi malam.Permata membalik badan, tersenyum simpul,
Keduanya melanjutkan perjalanan dengan kuda, tidak terlalu cepat, mereka mengawasi kanan-kiri jalan berbatu itu, semua rumah tampak dipagari dengan bambu kering, tidak ada yang tidak. Anehnya lagi sejauh ini Danu dan Permata tidak melihat ada penduduk yang berada di depan rumah, atau bahkan berjalan-jalan di jalanan depan rumah. Ini mirip dengan keadaan Desa Mati yang membuat mereka masuk penjara beberapa malam.“Ini aneh, Danu!” kata Permata ketika kuda melewati pos ronda yang seluruhnya terbuat dari kayu. Ada papan tulis hitam lebar di sana, namun tidak ada tulisan sama sekali.“Iya, aku teringat dengan Desa Kematian, Permata!” sahut Danu lirih, matanya memandangi pos ronda yang kosong itu.Kuda kembali berjalan, kecepatan yang seperti biasanya. Ayam-ayam tampak berlarian memasuki pagar bambu ketika Danu dan Permata melintas.Dari kejauhan mata Danu memandang pemandangan yang sangat memilukan. Ada seorang wanita dengan anaknya, a
“Uangku hilang, Ibu!” kata seorang gadis itu keluar kamar, mengadu kepada ibunya.“Memangnya kamu menaruh uang itu di mana?” tanya ibu.“Di bawah kasur!” jawab anak gadis.“Ah, masak ada pencuri yang datang kemari. Barangkali kamu lupa menaruhnya?”“Tidak mungkin, Ibu. Aku benar-benar yakin bahwa aku menaruhnya di bawah kasur!”Permata mendengarkan semua percakapan itu, batinnya mulai tidak enak. Pasalnya sejak tadi hanya Permata dan gadis itu yang ada di dalam kamar, sesekali lelaki yang sepertinya adalah kalanya menengok sebentar. Permata takut kalau ibu itu menuduh dirinya sebagai pencuri.Pelan-pelan Permata keluar kamar, menghampiri Danu. Di luar sana hujan deras masih mengguyur.“Danu, aku takut!” kata Permata merajuk kepada Danu.“Ada apa, Permata!” tanya Danu mengelus rambu Permata tanpa ragu. Akhir-akhir ini ia lebih dekat dengan Permat
Kuda berjalan cepat pada keremangan malam yang menemani. Burung-burung hantu mulai menyuarakan pilunya diri yang keluar tiap malam. Suara derap kuda menggema pada seluruh penjuru desa. Sayup-sayup Danu mendengar teriakan minta tolong dari kejauhan.“Tolong, tolong, anakku di gigit ular!”Suara teriakan membuat Danu menghentikan kudanya. “Apakah kamu mendengar itu, Permata?”“iya, aku mendengarnya!” sahut Permata.Suara teriakan meminta tolong terdengar lagi beberapa kali. “Ayo kita ke sana, Permata!” ajak Danu, kudanya berjalan santai pada keremangan malam menuju asal suara.“Danu, aku takut kalau itu adalah jebakan!” ujar Permata beberapa saat kemudian, di depan sana tampak seorang ibu memegangi kaki anaknya yang tergigit ular. Entah benar-benar digigit ular atau tidak.“Kamu merasakan begitu? Aku juga. Tapi hari kecilku mengatakan bahwa kita harus menolongnya. Bagaimanapun d
Malam yang gelap telah tergantikan dengan sinar matahari yang menerangi. Hawa hangat berangsur-angsur kembali menemani setiap tarikan nafas manusia.Malam yang larut itu dilalui Danu dan Permata dengan bersembunyi di balik bongkahan batu besar, semak-semak mengelilinginya. Desa yang mereka berdua lewati tidak menyediakan penginapan, semua pintu telah tertutup ketika mereka mengamati dengan mengendarai kudanya. Tidak ada pintu yang terbuka, mereka berdua memilih untuk bermalam pada tempat yang aman. Batu akan melindungi dari hujan jika sewaktu-waktu turun kembali, semak-semak melindungi dari gangguan hewan ataupun manusia.“Kita lanjutkan perjalanan, Permata!” kata Danu.Perjalanan siang itu sepertinya tidak banyak halangan dan rintangan yang mereka alami. Perjalanan berlangsung lancar, dan nanti sore mereka akan sampai pada sebuah tempat yang menjadi tujuan mereka. Seseorang yang diharapkan bisa membantu melawan pasukan yang telah menawan Diana.
“Lihatlah itu, Danu. Bukankah itu adalah dua patung naga yang terbuat dari kayu?” Permata menunjuk sebuah pintu yang di atasnya ada dua buah patung naga cokelat, yang hampir saja tidak terlihat karena keadaan benar-benar gelap, hanya ada penerangan dari lampu minyak tanah.“Iya, sepertinya itu adalah rumah Kosala,” sahut Danu, senyum mengembang dari kedua bibirnya, metanya memandang lekat-lekat dua patung nada besar itu.Dua patung naga itu terlihat indah sekali. Lekuk demi lekuk yang tercipta merupakan buah tangan yang sangat indah, hasil dari perpaduan jiwa dan hati yang berotak seni. Itu adalah sebuah karya yang terlihat biasa, namun di mata manusia yang mempunya jiwa seni, maka itu adalah dua patung naga yang mempunyai estetika tinggi. Danu mengaguminya, tapi Permata terlihat biasa-biasa saja. Di mata Danu, dua patung naga itu bagaikan makhluk hidup, mata naga itu mengatakan sesuatu kepada Danu tapi ia tidak bisa mengartikannya.&ldqu