Nenek itu geleng-geleng kepala. "Sayang sekali wajahmu tampan tapi bodoh! Aku adalah si Cungkil Nyawa, penjaga makam ini!"
"Makam...! Bukankah ini petilasan sebuah keraton?"
"Keraton nenekmu!" umpat Nyai Cungkil Nyawa dengan kesal. "Ini makam! Bukan keraton! Kalau yang kalian cari reruntuhan bekas keraton, bukan di sini tempatnya! Kalian salah alamat! Pulanglah!"
"Kami tidak salah alamat!" bentak Ratna Prawitasari.
"Di reruntuhan inilah kami mencari jubah keramat itu! Karena kami tahu, di bawah reruntuhan ini ada ruangan penyimpan jubah keramat itu!"
"Dan kami harus menemukan jubah itu!" tambah Marta Kumba.
"Tak kuizinkan siapa pun menyentuh jubah itu! Dengar...!"
"Nenek ini cerewet sekali dan bandel!" geram Ratna Prawitasari.
"Pokoknya sudah kuingatkan, jangan sentuh apa pun di sini kalau kau ingin punya umur panjang dan ingin punya keturunan!" Setelah itu ia melangkah memunggungi Ratna Prawitasari dan Marta Kumba.
Terd
Perawan Tanpa Tanding semakin berdebar-debar indah mendengar ucapan itu. Sangkanya hati Baraka benar-benar tulus mengucapkan perasaan sebenarnya. Padahal kata-kata itu adalah seonggok gombal yang sudah lama tak pernah digunakan oleh Baraka . Kali ini ia terpaksa menggunakannya demi runtuhkan kedua ilmu berbahaya itu.Katanya lagi seraya mendekat dan mengusap pipi gadis itu dengan punggang telapak tangannya, "Ilmu setinggi apa pun bisa kucari dan kupelajari. Tapi kecantikan seperti ini hanya ada satu di dunia, yaitu hanya kau pemiliknya.""Jangan merayuku," ucapnya lirih sekali, hampir tak terdengar. Pandangan matanya semakin sayu karena terbuai keindahan dalam hatinya."Kalau kata-kataku ini kau anggap rayuan, izinkan aku merayumu beberapa saat sebelum akhirnya kita harus bertarung. Tapi sesungguhnya apa yang kukatakan adalah curahan hatiku yang sukar kubendung sejak aku harus berhadapan denganmu. Mestinya aku tak ingin temui kau lagi, karena kau mempunyai ilmu
Beberapa saat setelah Baraka berpikir demikian, tiba-tiba ia rasakan dirinya tertegun mematung.Laaap...!Jantung bagaikan berhenti, semuanya terasa mati. Ternyata saat itulah Perawan Tanpa Tanding lepaskan jurus 'Bias Dewa'-nya yang menghantam leher Kucing Terbang.Dees...! Akibatnya bisa dibayangkan sendiri; nasib Kucing Terbang seperti nasib Kapak Iblis dan Setan Akhirat. Ia tumbang dan segera dikerumuni belatung dalam waktu beberapa saat saja. Baraka yang mulai sadar kembali setelah nyala sinar merah dari telunjuk gadis itu padam, segera memandang ke arah pertarungan dengan wajah sedikit tegang. Matanya lebih tertuju pada mayat Kucing Terbang. Ia hanya geleng-gelengkan kepala merasa prihatin melihat nasib korban jurus maut Itu.Perawan Tanpa Tanding bermaksud tinggalkan tempat. Baraka bergegas keluar dari persembunyiannya, langsung melompat dalam gerakan salto beberapa kali. Sampai akhirnya ia tapakkan kakinya di tanah belakang gadis itu tanpa terdeng
"Mungkin pertarungannya agak berbeda dengan pertarungan yang kau bayangkan.""Kau akan menghantam Perawan Tanpa Tanding dari belakang saat ia bertarung melawan Dewa Rayu?""Tidak. Seingatku, Guru pernah berpesan padaku: 'Jika kau tak bisa atasi lawanmu dengan ilmu, atasi lawanmu dengan kecerdasan otak'. Berarti aku harus gunakan siasat untuk mengalahkan Perawan Tanpa Tanding.""Siasat yang bagaimana?"Baraka sunggingkan senyum, seakan telah terbayang kemenangan di tangannya. Tapi ia tidak jelaskan siasatnya itu. Ia hanya berkata, "Carikan sebuah tempat untuk menyembunyikan pemuda itu!"Angin Betina mendesah malas. Baraka membujuk sampai akhirnya Angin Betina memandang ke sana-sini, lalu berkata, "Seingatku di sebelah barat bukit ini ada gua yang biasa digunakan bermalam para pengelana. Entah gua itu masih ada atau sudah tertutup, aku kurang bisa memastikan. Tapi ada baiknya kalau kita periksa dulu ke sana!"Ternyata gua yang dimaksud Angin B
Dewa Rayu tundukkan kepala sebentar, lalu berucap dengan memandang Baraka. "Aku telah membunuh Lancang Puri, keponakannya.""Oh...!" Baraka dan Angin Betina sama-sama terperanjat."Bagaimana kau bisa membunuh Lancang Puri, sedangkan setahuku Lancang Puri berilmu tinggi,"Angin Betina bernada kurang percaya.Dewa Rayu jelaskan, "Lancang Puri memaksaku bercumbu tanpa setahu Nyai Gandrik. Kulayani dia, tapi aku juga ingat dengan 'Racun Edan Cumbu'-nya yang membuatku akhirnya jadi begini. Maka ketika ia sedang menikmati asmaranya, kutancapkan pisau di punggungnya sebagai pembalasan atas dendam kekalahanku! Lalu... aku melarikan diri dari Pulau Lanang."Rupanya kejadian itu terjadi saat Lancang Puri berkunjung ke Pulau Lanang yang dikuasai oleh bibinya itu. Pada awalnya, Lancang Puri memang tidak bergairah kepada Dewa Rayu, mungkin karena masih dalam keadaan memusatkan pikiran ke masalah Kitab Lorong Waktu. Tetapi lama kelamaan, seringnya Lancang Puri m
"Sumbaruni-kah yang melakukannya?""Ya," jawab Angin Betina pelan sekali.Baraka buru-buru mengerahkan hawa ‘Kristal Bening’-nya. Setelah itu, ia berkata, "Sudah kuingatkan, jangan hadapi Sumbaruni. Dia tak mudah ditumbangkan!"Sesaat kemudian Baraka berkata, "Aku akan ke pondoknya Resi Wulung Gading untuk meminjam Pedang Kayu Petir. Aku akan kalahkan Perawan Tanpa Tanding dengan pedang itu."Angin Betina gelengkan kepala. "Justru aku pergi dari sana mau kasih tahu kau, bahwa Resi pergi berziarah ke makam Nini Galih sambil membawa pedang itu.""Celaka!" gumam Baraka. "Aku tak tahu di mana makam Eyang Nini Galih!"-o0o-Mendengar cerita dari Angin Betina, Pendekar Kera Sakti menjadi cemaskan nasib Sumbaruni. Menurutnya, Sumbaruni sendiri terlalu berani jika menerima tantangan itu. Baraka yakin, Sumbaruni akan binasa jika melawan Perawan Tanpa Tanding."Aku harus temui Sumbaruni!" kata Baraka sebelum mereka bergegas p
"Perawan Tanpa Tanding...!" desahnya dalam hati yang menjadi tegang. Tapi Sumbaruni berusaha sembunyikan perasaan cemas dan ketegangannya dengan melangkah dekati Dara Cupanggeni, tinggalkan Angin Betina."Siapa kau?" sapa Sumbaruni berlagak tak mengenal pendatang baru itu."Aku murid Sunti Rahim. Namaku Dara Cupanggeni. Julukanku Perawan Tanpa Tanding! Mungkin baru sekarang kau melihatku, demikian juga aku melihatmu. Tapi aku cukup salut melihat kemenanganmu. Kau pasti orang hebat dan berilmu tinggi!"Sumbaruni tidak kasih jawaban apa-apa. Matanya menatap tak berkedip, mulutnya terkatup rapat, tapi batinnya berkecamuk sendiri. Akhirnya Perawan Tanpa Tanding perdengarkan suaranya lagi, "Siapa namamu, Sobat!""Pelangi Sutera!" jawab Sumbaruni sengaja menyembunyikan nama aslinya. Sebab nama aslinya itu tentunya dikenal pula oleh guru Perawan Tanpa Tanding. Sumbaruni menjaga keadaan agar jangan menjadi panas, karena ia belum siap hadapi Perawan Tanpa Tanding