"Tantanganmu cukup halus, Baraka!" kata Lancang Puri dengan tersenyum sinis. "Tapi percayalah, aku tak akan menghindari tantanganmu. Akan kulayani tantangan itu apa pun jadinya nanti!"
Pada saat itu Baraka hanya tersenyum, tak mau mengawali serangan lebih dulu. Bahkan ia bermaksud membujuk dengan kata-kata saja. Tapi mendadak Harimau Jantan bangkit dan langsung lepaskan serangan jarak jauh berupa sinar biru dari telapak tangannya.
Claapp...! Lancang Puri Tangkas dan sigap, ia segera kibaskan tangan kanannya berkelebat ke kiri. Dari lengan jubahnya keluar sinar merah lebar dan menjadi perisai bagi sinar birunya Harimau Jantan.
Blaarr...!
"Tahaan...!" seru Baraka seraya berdiri di pertengahan jarak antara Harimau Jantan dan Lancang Puri.
Baraka tidak sempat berikan penjelasan kepada Harimau Jantan karena serangan dari pihak Lancang Puri datang secara beruntun. Serangan itu berupa kibasan pedang yang memancarkan sinar kuning ke mana-mana, sehingga Bar
Suuut...!Gadis itu cepat palingkan wajah ke kiri dan gerakkan tangan kanannya dalam keadaan terbuka menghadap lawan.Wees...! Tenaga dalam besar yang dilepaskan Setan Akhirat itu membentur telapak tangan Dara Cupanggeni, bagai terkumpul jadi satu di tangan itu. Dara Cupanggeni segera menggenggam seakan menangkap tenaga dalam itu, lalu memutar tangannya dan menyentakkan kembali ke depan dalam keadaan telapak tangan terbuka ke atas dan disodokkan ke depan.Wuuut...! Baaahg...!"Heegh...!" Setan Akhirat mendorong mundur dengan mendelik, kakinya tak menyentuh tanah sampai akhirnya membentur sebongkah batu cadas.Buuhg...!Baraka bergumam lirih di samping Bongkok Sepuh, "Gila! Tenaga lawan dapat ditangkap dan dikembalikan seenaknya saja!"Bongkok Sepuh berujar, "Itu belum seberapa. Jurus-jurus yang dimainkan gadis itu masih merupakan jurus-jurus kecil yang kumiliki juga.""Mengapa ia tidak segera gunakan jurus mautnya?""Kur
"Apakah kesaktianmu tak mampu ungguli kesaktian gadis itu?"Bongkok Sepuh diam sebentar, matanya tetap memandang ke bawah, ke pertarungan antara Dara Cupanggeni dengan Kapak Iblis dan Setan Akhirat yang sudah dimulai walau baru secara kecil-kecilan saja. Mata itu menerawang dalam memandang, karena mulut Bongkok Sepuh berkata datar, "Sunti Rahim sebenarnya guruku sendiri.""Hah...!" Baraka jelas-jelas terperangah. "Ja... jadi usiamu dengan Nyai Sunti Rahim lebih tua dia?""Lima belas tahun lebih tua dariku," jawab Bongkok Sepuh. "Ilmu pengawet ayunya itulah yang membuatku jatuh cinta padanya ketika itu. Dia tokoh wanita yang sakti, mendapat warisan ilmu dari eyangnya sejak berusia tujuh tahun. Separo ilmunya sudah diturunkan kepadaku, tapi aku tergoda oleh Bibi Gurumu, dan akhirnya kami berpisah. Aku terpaksa berguru kepada tokoh sakti lainnya. Namun kesaktianku tetap saja tidak bisa mengungguli Sunti Rahim.""Kenapa waktu itu Sunti Rahim tidak melabrak Bi
"Maaf, Ki Bongkok Sepuh. Kulakukan karena kau memaksaku untuk adu kecepatan. Aku tak mau kau kecam seperti saat kau berhasil membawa lari cincin itu."Bongkok Sepuh manggut-manggut dengan senyum tuanya. Terdengar suaranya yang pelan berkata, "Aku harus mengakui keunggulanmu yang melebihi gerakanku.""Aku tidak butuh pengakuan itu. Aku hanya butuh cincin pusaka itu.""Akan kuberikan setelah kau selesai mengatasi persoalanku. Ada baiknya kalau kau jangan bergerak lebih cepat dariku, supaya kau tahu arah yang kutuju nanti, Anak Muda!"Begitulah awal jumpa Baraka dengan si Bongkok Sepuh. Rupanya Bongkok Sepuh membawa Pendekar Kera Sakti ke sebuah perbukitan cadas. Tanahnya keras walau ditumbuhi pepohonan yang tak terlalu rindang. Di situ banyak tebing-tebing cadas yang tegak lurus namun tidak dalam. Masih memungkinkan dipakai melompat seseorang dari atas ke bawah.Pada salah satu bukit cadas yang menyerupai gundukan tanah tinggi itulah si Bongkok Sepuh
Pandangan mata Baraka segera tertuju ke arah tangan orang tersebut. Tampak Cincin Manik Bidari melingkar di jari tengah pada tangan sebelah kanan. Mata cincinnya yang berwarna putih intan itu tidak terlihat karena cara memakainya dibalik.Mata cincin itu ada dalam genggaman. Karena dilihatnya Pak Tua itu tenang-tenang saja, maka Baraka pun menjaga sikap agar tetap tenang. Suling mustikanya masih dipegang dengan tangan kiri, berdirinya tegak, sedikit renggangkan kaki, tampak gagah dan tegar. Jaraknya berdiri sekitar tiga tombak dari si pengemis bungkuk itu."Pak Tua, apa maksudmu menipuku dengan cara seperti ini? Kumohon padamu, kembalikan cincin pusaka tersebut padaku.""Kewaspadaanmu sangat lemah, Anak Muda. Kecepatan gerakmu pun kurang bisa diandalkan.""Jadi kau hanya mengujiku, Pak Tua?""Aku tidak sekadar mengujimu, tapi memang ingin menahan cincin pusaka ini!""Kusarankan jangan memancing kemarahanku, Pak Tua.""Aku tak peduli k
Baraka segera menuangkan wedang jahe yang dibawanya itu. Wedang dituang ke dalam tempurung yang juga dibawa-bawa oleh si pengemis ke mana pun perginya. Tiga kali Baraka menuangkan wedangnya ke tempurung itu, dan tiga kali si pengemis meminumnya dengan rakus."Kasihan sekali dia. Tampaknya sangat kehausan, sampai tiga tempurung agaknya masih kurang juga."Maka Baraka menuangkan wedang untuk yang keempat kalinya. Pengemis itu pun meminumnya kembali. Napasnya terengah-engah pertanda lelah meminum wedang keempat.Tetapi ketika Baraka berkata, "Badanmu pasti akan segar, Pak Tua. Apakah kau masih merasa haus?""Masih," jawab pengemis bungkuk itu. Maka Baraka menuangkan wedang ke dalam tempurung untuk yang kelima kalinya, keenam, ketujuh, kedelapan, dan seterusnya sampai akhirnya wedang dalam bumbung menjadi habis. Tinggal beberapa teguk saja yang tersisa."Masih adakah wedangmu yang tersisa?""Masih. Tapi... kurasa perutmu akan mbeledung jika terl
Wuuuttt...!Ia masih mampu bergerak cepat dan pergi membawa Lancang Puri. Rupanya ia menyimpan perahu di sebelah timur tebing. Di perahu itu terdapat tubuh Dewa Rayu yang masih terluka parah. Dengan perahu itu ia membawa pergi kedua orang tersebut ke Pulau Lanang, sementara Baraka segera membantu Angin Betina yang mulai sadar dan memegangi Kitab Lorong Waktu. Logo hanya diam saja, memandangi keadaan Angin Betina dengan wajah menampakkan kelegaannya.Sebenarnya Logo ingin ajukan usul untuk mengejar Nyai Gandrik, tapi belum-belum Baraka sudah berkata, "Biarkan dia lari. Siapa tahu dia jera dan tak mau menjadi pencuri lagi!"Angin Betina meraih pundak Baraka, lalu dibimbing untuk berdiri. Napasnya masih terengah-engah walau tak terlalu memburu. Kitab Lorong Waktu dicabut dari pinggangnya. Dipandanginya beberapa saat, lalu ia berkata kepada Baraka, "Aku akan minta pendapat Resi Wulung Gading dulu, bolehkah pelajari isi kitab ini sementara pemiliknya sudah dibunuh ol