LOGIN"Perempuan. Tubuh bagian atas bayi itu berupa manusia biasa dan berwajah cantik. Tapi, tubuh bagian bawahnya berupa ekor ular yang amat menjijikkan. Lebih aneh lagi, kelahiran bayi manusia setengah uiar itu dibarengi sebuah benda ajaib yang juga keluar dari perut sang ratu siluman. Benda itu berupa sebuah cermin. Dan, ketika sang jabang bayi sudah besar, dia bisa menemui roh ayahnya dengan menggunakan cermin ajaib itu...."
"Cermin ajaib... cermin ajaib...," desah Pendekar Kera Sakti, seperti sedang mengingat-ingat sesuatu. "Apa yang kau ceritakan ini benar-benar terjadi atau hanya sekadar dongeng sebeum tidur, Pak Tua?"
"Dikatakan dongeng juga bisa, karena ceritanya memang hampir tak masuk akal. Tapi, aku percaya bia cerita itu benar-benar nyata. Bukan dongeng!"
"Hm.... Begitu?" Pendekar Kera Sakti mengangguk-angguk. "Sebuah benda ajaib tentu punya nama. Apa nama cermin ajaib yang lahlr bersama putri Ayu Raseksi itu?"
"'Terawang Tempat Lewati Masa'...," j
Pendekar Kera Sakti tersentak mundur dua tindak ketika tangannya menangkis tendangan telapak kaki Karto Dupak yang menjejak. Rupanya jejakan kaki itu punya tenaga dalam besar, sehingga tangan Baraka yang menangkisnya terasa ngilu sekali. Seakan tulang-tulangnya dicekam hawa dingin melebihi dinginnya es balok. Para pengagumnya sempat cemas melihat Baraka tersentak mundur."Lumayan juga tenaga dalamnya! Kalau aku bertahan untuk tetap di tempat, bisa patah tulang tanganku ini!" pikir Baraka dengan menarik napas untuk menghilangkan rasa ngilu di tulang tangannya itu.Sementara itu, Karto Dupak bagaikan mendapat semangat untuk menyerang lebih gesit lagi, sehingga kapaknya pun segera dicabut dari pinggang.Wuuut...!"Sudah bukan saatnya untuk main-main, Bangsat!" geramnya penuh nafsu untuk membunuh."Heaaat...!"Satu lompatan menerjang Baraka. Kapak besar berujung pisau ditebaskan ke arah Pendekar Kera Sakti, membelah kepala sang pendekar.
Karto Dupak tampak tak sabar. Matanya memandang tajam dan bengis ketika Baraka tiba di depannya. Orang-orang berkerumun mengelilingi mereka membentuk satu arena. Ki Wuyung Rabi juga ada di antara orang-orang itu. Matanya memandang tajam kepada Karto Dupak, memancarkan kebencian yang terpendam. Sedangkan Baraka masih tetap tenang, bersikap tak tegang sedikit pun.Orang-orang berseru, "Ayo mulai!" lalu mereka tepuk tangan bersama. Baraka jadi semakin tak enak hati. Karto Dupak sudah mulai bicara dengan nada geram."Kalau kau bisa unggul melawanku, aku akan mundur dari pinanganku. Tapi kalau aku unggul melawanmu, aku akan tetap melamar Muria Wardani. Kau mati atau cacat, tak boleh menghalangi lamaranku lagi!""Muria Wardani itu siapa? Jelaskan dulu, Karto Dupak!""Banyak omong kau! Tentukan saja siapa yang mati. Beres!""Tidak. Aku tidak mau awali pertarungan ini jika kau tidak mau jelaskan siapa Muria Wardani itu, sebab aku memang tidak kenal dengann
"Apa maunya sebenarnya? Hanya menguji ilmu, atau memang punya unsur dendam pribadi padaku? Tapi aku tak pernah jumpa dengannya dan tak pernah kenal nama Muria Wardani! Jangan-jangan ini sebuah kesalahpahaman?"Karto Dupak memilih tempat di luar batas desa. Di sana ada sebuah bukit yang pantas dikatakan sebagai gundukan tanah tinggi. Karena ketinggiannya dapat dicapai dengan sekitar tiga puluh langkah. Kelihatannya Karto Dupak bersungguhsungguh menghendaki pertarungan tersebut.Repotnya bagi Baraka, ia benar-benar tak bisa menghindari tantangan itu. Sebab Panurata dan beberapa orang lainnya berteriak-teriak mengumumkan pertarungan tersebut. Para penduduk desa keluar dari rumah mereka karena tertarik ingin saksikan pertarungan antara Karto Dupak dengan pendekar terkenal; Baraka"Hoi, hoi... mau nonton pertarungan apa tidak! Pendekar Kera Sakti mau bertarung melawan Karto Dupak!" seru Panurata. Yang lain ikut-ikutan berlari sambil berseru, "Saksikanlah! Banjirilah!
"Bukan.. Itu pemberian guruku yang lain. Dan itu jarang kupakai kalau aku tidak dicobai orang lebih dulu," jawab Baraka dengan tenang sambil memperhatikan perubahan air muka kedua kenalan barunya itu.Kadasiman tampak lebih tenang dari Panurata. Ia ajukan tanya lagi pada Baraka, "Kalau misalnya...!" tapi pertanyaan itu tidak jadi diteruskan. Mata Kadasiman melebar manakala ia melihat ada cairan merah mengalir lamban dari telinga Panurata."Panurata, kenapa telingamu berdarah...!"Panurata berlagak kaget. Memeriksa telinganya, dan ternyata memang berdarah. Panurata bingung menjawab, hanya senyum-senyum kikuk salah tingkah. Tapi ia segera berkata pula dengan wajah terperanjat, "Kadasiman, telingamu juga berdarah!"Kadasiman ikut salah tingkah dan beralasan, "Mungkin aku menderita panas dalam!"Baraka tersenyum lebar, langsung berkata pada pokok masalah sebenarnya."Kurasa kalian tak perlu mencobai diriku. Akibatnya akan buruk bagi kalian sendi
"Memangnya kepalaku ini tungku, kok mau dikepret! Aku cuma mau kenalan sama dia. Soalnya aku sering mendengar cerita kependekarannya dan aku sangat mengagumi tokoh muda itu!"Sebenarnya Baraka mendengar kasak-kusuk orang berbaju kuning itu, tapi Baraka diam saja dan berlagak tidak mendengarnya, ia memesan makanan kesukaannya, ayam geprek sambel setan."O, baiklah kalau begitu. Hmmm... apa Kisanak mau menikmati arak paling enak disini?""Kalau ada... boleh!" jawab Baraka bersemangat.Orang berbaju kuning tadi akhirnya benar-benar mendekati Baraka dan menyapa dengan keramahan dan kesopanan seorang pengagum."Maaf, apakah kau yang bernama Baraka, Pendekar Kera Sakti itu?""Benar," jawab Baraka dengan senyum tipis. "Kau siapa?""Aku pengagummu. Namaku; Panurata."Baraka menyambut uluran tangan si Panurata, mereka bersalaman. Panurata tampak senang sekali menerima sikap ramah Baraka, karena semula ia menyangka Baraka orang yang somb
Zuuubbb...!Sesuatu berkelebat ke arah Raja Kera Putih, membuat ucapan Raja Kera Putih terhenti. Benda yang bergerak cepat dari arah belakangnya itu segera dihindari dengan gerakan kepala membungkuk ke depan sambil berseru, "Awas...!"Dengan membungkuknya Raja Kera Putih, benda yang meluncur cepat itu menjadi mengarah ke dada Pendekar Kera Sakti. Raja Kera Putih bagaikan menyerahkan urusan itu kepada sang murid, sehingga dengan gerak tangkasnya Baraka segera memiringkan badan dan mengelebatkan tangannya ke depan.Teeb...!Sesuatu yang bergerak itu kini terjepit di antara dua jari tangan Baraka. Dengan wajah tegang Baraka memandangi benda tersebut yang ternyata sebatang paku berwarna hitam baja. Panjang paku itu seukuran sekelingking orang dewasa. Ujungnya runcing dan memancarkan sinar hijau kecil mirip kunang-kunang."Baraka, kejar orang yang menyerang kita dari kerimbunan seberang sungai itu! Dia adalah lawan utamamu!""Maksud Guru... dia a







