"Tengkurapkan dia!" kata Batuk Maragam.
Citradani memiringkan tubuh Kirana. Lalu, telapak tangan Batuk Maragam menghantam pundak belakang Kirana dengan satu sentakan mengejutkan.
Dddus...!
Slaaap...! Logam putih beracun yang terbenam di tubuh Kirana itu melesat keluar. Barulah darah keluar dari luka tersebut. Tapi darah yang keluar sudah bercampur dengan racun ganas sehingga warnanya bukan merah lagi, melainkan hitam bercampur larutan warna hijau tua.
"Dia terkena 'Racun Getah Mayat. Sulit disembuhkan. Sebentar lagi pasti akan mati," kata Batuk Maragam. "Bawa keluar dari sini, biar kuobati sebisaku! Siapa tahu dia akan uhuk, uhuk, uhuk, ihiiiik.... heoeek...!"
Batuk Maragam tak bisa lanjutkan kata-katanya karena sakit batuk menyerang lagi. Citradani membawa Kirana keluar dari lingkaran orang-orang yang membentuk arena pertarungan itu.
Sementara Kirana ditangani oleh Batuk Maragam, Syakuntala semula ingin mengejar Kirana dan membunuhnya hingg
Syakuntala memainkan jurus rendah. Tangannya berkelebat ke sana-slnl sambil yang kanan pegangi pedang. Gerakan tangan dan tubuhnya yang meliuk-liuk itu menyerupai gerakan seekor naga sedang mende-kati mangsanya. Tapi tiba-tiba Sumbaruni lepaskan jurus 'Anak Rembulan' berupa sinar kuning seperti bintang yang dilemparkan dari tangan kirinya.Ciaaap...!Wuuutt...! Tubuh Syakuntala melentak terbang menghindari sinar kuning itu yang segera menghantam tubuh saiah satu anak buahnya. Tapi dalam gerakan menyentak bagaikan terbang itu, tiba-tiba dari mulut Syakuntala keluar cairan hitam yang diiudahkan.Cuuuih...! Ploook...!Ludah hitam itu kenai leher Sumbaruni walau sudah berusaha untuk dihindari."Ahh...!" Sumbaruni bagaikan mengeluh dan merasa jijik. Namun kejap berikutnya ia jatuh terkulai berlutut karena seperti kehilangan seluruh tulangnya. Tubuh itu segera tertunduk lemas bagaikan tak bisa mengangkat kepala. Lehernya membekas hitam tanpa cairan sedik
Blaaar...! Gelegaaaarrr...!Ledakan dahsyat terjadi dari benturan dua jenis sinar itu. Palupi terpental jauh dari tempatnya, karena jarak pertemuan dua sinar itu lebih dekat dengan dirinya. Sedangkan Syakuntala terpental sekitar tiga tindak ke belakang dalam keadaan jatuh terduduk, tidak seperti Palupi yang terkapar dengan wajah memucat, darah keluar dari mulut dan hidungnya. Ledakan itu timbuikan getaran pada bumi, seakan bukit itu ingin terbelah menjadi dua bagian. Beberapa orang yang ada di situ juga berjatuhan karena guncangan mendadak tersebut.-o0o-Raja Maut memandang dengan tegang, demikian pula yang lain. Ki Argapura berkata kepada Bongkok Sepuh, "Tandu Terbang agaknya telah kehilangan ilmunya cukup banyak sejak menjadi seorang ratu. Berbahaya sekali jika ia nekat bertarung dengan Syakuntala!""Memang. Pertarungan ini tidak seimbang, harus dicegah!"Bongkok Sepuh hendak bergerak maju ke arena, tapi pundaknya segera dicekal ol
"Tengkurapkan dia!" kata Batuk Maragam.Citradani memiringkan tubuh Kirana. Lalu, telapak tangan Batuk Maragam menghantam pundak belakang Kirana dengan satu sentakan mengejutkan.Dddus...!Slaaap...! Logam putih beracun yang terbenam di tubuh Kirana itu melesat keluar. Barulah darah keluar dari luka tersebut. Tapi darah yang keluar sudah bercampur dengan racun ganas sehingga warnanya bukan merah lagi, melainkan hitam bercampur larutan warna hijau tua."Dia terkena 'Racun Getah Mayat. Sulit disembuhkan. Sebentar lagi pasti akan mati," kata Batuk Maragam. "Bawa keluar dari sini, biar kuobati sebisaku! Siapa tahu dia akan uhuk, uhuk, uhuk, ihiiiik.... heoeek...!"Batuk Maragam tak bisa lanjutkan kata-katanya karena sakit batuk menyerang lagi. Citradani membawa Kirana keluar dari lingkaran orang-orang yang membentuk arena pertarungan itu.Sementara Kirana ditangani oleh Batuk Maragam, Syakuntala semula ingin mengejar Kirana dan membunuhnya hingg
Karena tak sabar, Syakuntala berteriak dengan berangnya, "Mana Pendekar Kera Sakti itu! Apakah dia bersembunyi di balik ketiak wanita! Seharusnya kalau dia takut menghadapiku, datang saja dan bersujud di hadapanku, aku pasti akan mengampuni mulut besarnya yang hanya bisa berkoar-koar penuh sampah itu!"Mendengar pendekar idamannya dihina, Kirana menjadi panas hati. Memang sebenarnya bukan hanya Kirana saja yang panas hati mendengar hinaan itu. Palupi, Kelana Cinta dan beberapa wanita pengagum Baraka juga merasa hatinya bagaikan disiram air men-didih. Tapi mereka bisa menahan diri. Hanya Kirana yang kurang bisa menahan diri, sehingga dengan lantang ia berseru dari tempatnya, "Hei, Gundul Kopong...! Bicaralah dengan hati-hati sebelum kepala gundulmu menggelinding ditebas jari kelingking Pendekar Kera Sakti!"Mata Syakuntala tertuju kepada Kirana, memandang dengan tajam. la segera tampil di arena yang terbentuk dengan sendirinya karena dikelilingi para penonton yang hadir
"Dari mana kau tahu tentang dia?""Gusti Guru Embun Salju belum lama ini berkunjung ke negeri Muara Singa, karena punya hubungan baik dengan kakak angkat sang ratu bernama Purnama Laras. Orang yang berjalan paling depan itulah yang bernama Purnama Laras.""Menurutmu apa rencananya datang kemari?" tanya Kirana penuh selidik."Mungkin sama dengan kita, ingin melihat keunggulan Baraka, atau ingin membuktikan siapayang unggul dalam pertarungan nanti.""Barangkali mereka akan kecewa, karena Baraka tak akan berhadapan dengan Syakuntala. Orang yang akan menumbangkan Syakuntala adalah aku sendiri."Citradani mendesah, "Ah, jangan sebodoh itu, Kirana. Urungkan niatmu!"Kirana hanya tersenyum sinis, tapi bukan karena benci kepada Citradani, melainkan bersikap meremehkan nasihat sahabatnya itu. Kirana dan Citradani mem-baur dalam kerumunan orang-orang yang menunggu saat pertarungan dimulai. Agaknya pihak Syakuntala sudah siap sejak tadi dengan jumlah a
Dulu Kirana selalu mendampingi seorang pendekar tampan yang bergelar Pendekar Kera Sakti yang punya nama Baraka itu. Dia menyimpan perasaan suka pada sang pendekar, tetapl tak pernah dicetuskan melalui kata-kata. Rasa suka kepada sang pendekar disimpannya saja di dalam hati, sebab Kirana tahu Pendekar Kera Sakti sudah mempunyai kekasih, calon istri yang amat dicintainya, yaitu Gusti Mahkota Sejati Ratu Ayu Sejagat yang bernama asli Hyun Jelita, penguasa negeri Puri Gerbang Kayangan di Pulau Serindu. Rasa cinta yang terpendam dan mau mengalah untuk tidak menampakkan tuntutannya itulah yang membuat Kirana nadir di Bukit Mata Laut tersebut. Ketenaran nama Pendekar Kera Sakti di kalangan para tokoh persilatan membuat sang pendekar selalu menjadi pusat perhatian dan pembicaraan mereka, sehingga dalam waktu yang amat singkat kabar tersebut menyebar dengan cepat menyusupi telinga-telinga mereka. Kabar itu tak lain adalah kabar tentang pertarungan Pendekar Kera Sakti yang akan dilakukan di