"Persetan dengan kata-katamu! Aku menuntut kematian kedua teman perguruanku ini?!"
"Dengan apa kau mau menuntutnya, Sungko? Hmm...?!"
"Dengan nyawamu, Bodoh!"
"Dengan nyawaku? O, boleh saja! Tapi jangan sekali-kali kamu menyentuh tubuhku, Sungko. Sebab kalau tubuhku tersentuh lelaki macam kamu, gairahku berkobar dan kita tak jadi bertarung dengan permusuhan, tapi akan bertarung dengan kemesraan. Hi hi hi...!"
Perawan Sesat perdengarkan tawa seraknya.
Ia lebih puas mempermainkan pemuda itu ketimbang harus cepat melenyapkan nyawanya. Perawan Sesat paham betul, pemuda seusia Sungko itu mudah sekali goyah pendiriannya. Juga mudah untuk membunuhnya. Karena itu, Perawan Sesat tetap memandangnya dan sesekali membuang lirikan mesumnya ke arah Sungko.
Pemuda itu kian salah tingkah. Di dalam hatinya Sungko berkata. "Apa yang harus kulakukan jika begini? Dia cukup tinggi ilmunya. Aku hanya mempunyai dua pisau di pinggang belakang. Tak mungkin bisa untu
"Siasatmu memang licik. Kau sengaja tidak keluarkan golok itu karena kau ingin mengelak dari tuduhanku! Kau pikir aku tak bisa meraba jalan pikiranmu, Maling Ganteng!"Mendengar sebutan 'maling ganteng', hati Sumbaruni dibakar oleh kecemburuan. Apalagi dilihatnya Menak Goyang tersenyum tipis dengan mata nakal memandangi Baraka. Bocah Sumbaruni makin diremas rasa cemburu, sehingga ia segera mengambil batu dan melemparkannya ke arah Menak Goyang.Wuusss...!Menak Goyang tetap diam dengan menggerak-gerakkan pinggulnya ke kanan-kiri. Lemparan batu itu segera dihadang dengan kibasan dua jarinya yang berkelebat keluarkan tenaga dalam tanpa sinar.Wuuut...! Praak...!Batu itu pecah sebelum mencapai tempatnya."Adikmu nakal sekali, Maling Tampanl Rupanya kau memang bekerja sama dengan adik kecilmu itu. Atau barangkali golok pusaka itu tersembunyi di balik tubuh adikmu itu?""Menak Goyang, percayalah padaku! Kami tidak mencuri pusaka itu. Tapi
"Mengapa kau ingin ke sana?"Bocah Sumbaruni tersenyum malu dan berblsik, "Aku mau pipis dulu."Baraka tertawa geli. Lalu segera membawa bocah itu ke balik pohon besar. Baraka memunggungi pohon itu ketika Sumbaruni menyelinap di balik pohon tersebut. Sekalipun wujudnya seperti bocah berusia tujuh tahun, tapi antara Sumbaruni dan Baraka sama-sama merasa malu jika buang air sembarangan."Kita mendaki lereng gunung ini!" kata Sumbaruni. "Sekarang aku mau jalan dulu. Tapi nanti kalau lelah kau harus menggendongnya lagi.""Tapi kalau kau nakal dan tanganmu jahil, aku tidak mau menggendongmu!" sambil Baraka melangkah menggandeng tangan bocah Sumbaruni.Wuuut...! Tiba-tiba ada angin cepat bergerak melintas di depan langkah mereka. Baraka hentikan langkah. Sumbaruni pun memandang sekeliling dengan mata kecilnya yang masih mempunyai ketajaman tersendiri."Ada seseorang yang melintas di depan kita," bisik Sumbaruni."Ya. Hati-hatilah. Jangan ja
Hari sudah malam, hujan makin menderu karena derasnya bertambah. Bocah Sumbaruni tak mau ditinggal Baraka keluar kamar. la minta ditunggui dengan sikap manjanya. la masih ingin berceloteh tentang perasaan hatinya kepada Baraka. Suara celotehnya agak keras sehingga Baraka mengingatkan."Ssst...! Jangan bicara keras-keras. Kurangi suaramu itu, biar tak mengganggu pendengaran Ki Sabarsumo dan istrinya.""Mereka akan merasa senang jika terganggu, karena mereka tak pernah diganggu oleh suara bocah sepertiku. Kau tahu, apa yang dilakukan Ki Sabarsumo kepada istrinya malam ini?""Tentunya mereka beristirahat karena sudah seharian bekerja melayani tamu.""Tidak. Mereka pasti bercengkerama, bermesraan dan saling menemukan kebahagiaan batinnya. Tapi aku... Aku sudah lama tak mendapatkan kebahagiaan batin karena tak pernah ada lelaki yang bisa membangkitkan gairahku. Sekalipun ada, tapi lelaki itu tak mau memuaskan hasrat kerinduanku terhadap sebentuk kebahagiaan ba
Karenanya ketika bocah Sumbaruni ingin berkata tentang siapa sebenarnya yang diajak bicara Ki Sabarsumo itu, Baraka buru-buru alihkan pembicaraan dengan menanyai bocah Sumbaruni, "Apakah kau ingin makan nasi pecel?""Tidak. Sudah kubilang aku sudah kenyang dengan makan ketan goreng ini!" jawab Sumbaruni merasa dongkol karena niatnya bicara dialihkan Baraka.Ki Sabarsumo berkata sambil membersihkan meja samping Baraka, "Apakah dia adikmu, Nak?""Benar, Ki," jawab Baraka secepatnya. "Dia adikku yang paling kucintai.""Kulihat sungguh besar kasih sayangmu kepada seorang adik. Andai kata aku dikaruniai keturunan mungkin anakku yang sulung sudah seusiamu dan anakku yang bungsu sudah seusia adikmu itu. O, ya... siapa nama kalian?""Aku bernama Baraka dan adikku ini bernama Runi," jawab Pendekar Kera Sakti berkesan menutupi jati diri mereka berdua."Apakah kedua orangtua kalian masih ada?""Hmmm... sudah meninggal. Kami hanya hidup berdua sa
Konon hanya beberapa orang saja yang mempunyai ilmu 'Racun Ludah Naga'. Kini dalam keadaan seperti gadis kecil berusia sepuluh tahun, Sumbaruni tidak bisa banyak berbuat apa-apa. Bahkan terkadang jika ia lelah berjalan, Baraka terpaksa harus menggendongnya. Sikap itu dilakukan Baraka agar Sumbaruni tidak patah semangat dan masih mempunyai gairah hidup. Betapa pun tabahnya seseorang jika melihat keadaannya makin hari makin menjadi seperti anak kecil, sudah tentu kekecewaannya begitu besar dan mampu mematahkan semangat hidupnya. Namun karena Sumbaruni selalu didampingi Baraka yang gemar mengalihkan kesedihan dengan bercanda, maka semangat mempertahankan hidup masih menyala-nyala di hati sanubari sahabat Setan Bodong itu.Guntur menggelegar di langit. Awan mendung mulai menutupi mentari sore. Angin berhembus secara alami, bukan karena pengaruh kekuatan gaib apa pun. Hari memang menjadi mendung, sebentar lagi hujan akan turun. Saat itu mereka berdua sudah berada tidak seberapa ja
Orang-orang menyangka Syakuntala mati. Tapi nyatanya tidak. Syakuntala hanya menderita luka bakar yang menghanguskan sekujur tubuhnya. Matanya menjadi merah dan sebagian cambangnya rontok. Kulitnya kian hitam bagaikan disambar petir. la sempat berusaha bangkit, tapi jatuh tersungkur kembali bagaikan kehilangan seluruh tenaganya."Angkat sang Panglima! Larikan dia!" seru saiah satu anak buahnya. Kemudian dua anak buahnya bergegas menyambar tubuh Syakuntala dan membawanya lari meninggalkan Bukit Mata Laut. Anak buah yang lain Ikut-ikutan melarikan diri.Yang terkena ilmu 'Anak Rembulan' tadi disambar oleh temannya dan ikut dibawa larl. Baraka hanya tersenyum memandangi pelarian tersebut dan tidak berminat untuk mengejarnya. Karena ia segera melihat Sumbaruni berubah menjadi lebih kecil dari wujud aslinya."Sumbaruni!" sentak Baraka dengan terkejut dan merasa heran.Batuk Maragam berkata, "Dia terkena racun 'Ludah Naga', tubuhnya akan berangsur-angsur menjad