/ Pendekar / Pendekar Pedang Naga / 6. Surat Rekomdasi asli atau palsu

공유

6. Surat Rekomdasi asli atau palsu

last update 최신 업데이트: 2025-02-22 23:44:57

Rasa penasaran Kael membawanya mendekat. Matanya menajam saat melihat sekelompok bandit bertarung dengan dua pemuda berpakaian bangsawan. Ia tak peduli apa yang mereka perebutkan, yang ia tahu hanyalah bahwa ia membenci bandit. Tanpa ragu, ia menghunus pedangnya dan menerjang ke dalam pertempuran.

Kael bergerak cepat, setiap ayunan pedangnya membawa kehancuran bagi para bandit. Kekacauan melingkupi tempat itu, namun Kael tetap tenang, setiap langkahnya penuh keyakinan. Ia bukan satu-satunya yang tangguh, kedua pemuda bangsawan itu pun menunjukkan keterampilan bertarung yang luar biasa. Dalam waktu singkat, para bandit berhasil dikalahkan.

Salah satu dari mereka, seorang pemuda dengan sorot mata tajam dan postur tegap, mendekat dan berkata, "Terima kasih atas bantuannya."

Kael mengembalikan pedangnya ke sarungnya. "Aku hanya sedang lewat dan sedikit membantu. Melihat bandit, aku jadi geram."

Pemuda itu tersenyum tipis. "Kau boleh tahu, hendak ke mana?"

"Akademi kerajaan," jawab Kael singkat.

"Sepertinya tujuan kita sama," ujar pemuda itu. "Kenalkan, aku Arsel, dan ini adikku, Farel. Kami juga akan ke akademi kerajaan."

Kael melirik barang bawaan mereka yang tampak berserakan. "Bagaimana dengan barang-barang kalian?"

Arsel menghela napas. "Sepertinya masih utuh, tapi kereta kuda kami rusak parah. Para pengawal pun terluka."

Arsel terdiam sejenak, berpikir cepat. Setelah beberapa saat, ia mengumpulkan beberapa orang untuk membawa sebagian barang bawaan mereka kembali ke rumah. Kini hanya sedikit yang tersisa untuk mereka bawa sendiri. Farel tetap diam, hanya mengikuti keputusan kakaknya.

"Ayo, kita berangkat bersama," kata Arsel akhirnya.

Kael mengangkat bahu. Mau bersama atau sendiri, baginya tak ada bedanya. Tujuan mereka sama.

Perjalanan menuju akademi tidak memakan waktu lama. Sesampainya di gerbang akademi kerajaan, Kael mendongak, matanya membelalak. Bangunan megah yang menjulang tinggi di hadapannya membuatnya terpukau. Ia baru pertama kali menginjakkan kaki di luar tempat asalnya, dan kini ia dihadapkan pada kemegahan yang belum pernah ia bayangkan.

Di sekelilingnya, para murid dari berbagai penjuru negeri berdatangan, Kael yang mematung di depan gerbang membuat Arsel mendekat.

“Ayo masuk, kita harus bergegas!” Arsel menarik tangan Kael, membuat Kael sadar ia segera meraih tangan Farel.

Tapi dengan cepat Farel mengibaskan tangannya. Ia tak mau digandeng oleh Farel. Melihat itu Kael hanya tersenyum. “Anak yang penuh misterius,” baginya.

Antrian panjang terlihat di depan gerbang. Segera saja Kael berbaring di belakang Arsel dan Farel yang tetap dia dibelakang Kael.

Kondisi itu membuat Kael tak nyaman, tapi ia sadar mereka yang baru saja bertemu tentu membuat Farel tidak nyaman.

Antrian panjang tak membuat orang mengeluh semua penuh semangat menunggu giliran. Akhirnya tiba giliran Arsel yang akan masuk.

Arsel mengambil surat rekomendasi yang sudah ia siapakan sebelumnya. Melihat ia mata penjaga berbinar dan mempersilakan Arsel dengan senyuman.

Kini giliran Kael yang diperiksa, ia menunjukkan surat rekomendasi dari Kakek Ling sebagai surat pendaftaran.

Melihat itu pengawal tampa tidak senang, “Anak kampung, apa kau tidak tahu tempat ini hanya untuk pendekar hebat,” ucap penjaga pintu sekaligus orang yang menerima pendaftaran, menghina Kael dengan keras hingga semua orang yang mengantri melihat Kael dengan tatapan merendahkan.

“Anak kampung bagaimana bisa masuk sini,” suara bisik-bisik yang terdengar meragukan Kael membuat Kael kecewa.

Tapi ia tak menyerah saat dihina begitu saja. “Aku sudah mengetes kemampuan pedang itu dan ini rekomendasi dari guruku,” jelas Kael menunjuk surat itu pada yang lain.

Kael tahu semua orang pasti paham karena mereka membawa surat yang sama, hanya asal tempat saja yang berbeda.

Farel yang ada di belakang Kael jelas melihat surat rekomendasi itu dengan muka datar.

Pengawal memandang sebelah mata, Melihat Kael dari daerah terpencil. Membuat mereka menertawakan Kael.

“Hanya guru kampung tak cukup untuk membuatmu masuk akademi ini,” kata penjaga mendorong Kael untuk tidak masuk.

Seketika Kael keluar dari barisan karena didorong dengan keras oleh penjaga, bahkan ia tak sempat melangkah maju.

“Pergi saja dasar anak kampung menghalangi kami saja,” orang-orang mulai menghina dengan berani.

Kael menunduk memperhatikan surat rekomendasinya, tak ada yang salah dari suratnya, hanya tempat dia berasal dari daerah terpencil.

“Apa aku cari rekomendasi lain,” batin Kael tak kehabisan akal, daripada ia di sana hanya mendapatkan cacian dan olok-olokan dari orang-orang yang tak menyenangkan.

“Sungguh mengecewakan akademi besar kerajaan berlaku tidak adil!” ucap Farel membuat semua orang terdiam dan melihat ke arahnya.

Kael yang tadinya berniat pergi juga kaget mendengar suara Farel, orang yang sedari tadi diam dan acuh kini bersuara keras.

“Apa maksudmu, kami hanya memasukan murid yang pantas saja di akademi ini,” bantah penjaga bersikeras membenarkan apa yang mereka sudah lakukan.

“Aku rasa dia pantas, kalian saja tidak mengecek surat rekomendasi itu,” kata Farel yang tadi melihat jelas surat rekomendasi milik Kael benar-benar asli, apalagi surat itu dibuat oleh pendekat tingkat master yang termasuk pendekar tingkat tinggi.

“Tak ada yang menjamin surat itu asli,” Penjaga itu masih tak mau mengalah dan bersikeras tidak mau menerima Kael.

Farel mengambil surat dari tangan Kael, lalu ia menunjukkan cap emas di pojok kanan, yang menunjukkan keaslian surat itu tepat di depan mata penjaga tadi, “Surat ini asli, apa kau tak melihatnya,”

Jelas hal itu membuat penjaga marah, hingga menarik tangan Farel kebelakang, posisinya terkunci membuat Arsel dan Kael maju bersama menyerang penjaga.

Arsel meraih tangan Farel yang satunya, secara bersamaan Kael memukul bagian perut penjaga itu. Keributan terjadi membuat yang lain mundur untuk menghindari konflik.

Sebilah pedang melesat dengan cepat dan mendarat di tengah-tengah keributan. Yang membuat Kael menghindar dengan cepat. Begitu juga Arsel dan Farel.

“Ada apa ribut-ribut!” Suara keras yang membuat para penjaga langsung memberi hormat.

Hal itu diikuti oleh yang lain, Kael tahu jika orang yang barusan melerai mereka bukan orang biasa, melihat para penjaga yang langsung memberi hormat.

“Maafkan kami Guru Besar, anak ini memaksa masuk,” jelas Penjaga memberitahu pada orang yang baru datang tadi.

Guru Besar adalah orang yang paling dihormati di akademi. Meski usianya sudah tidak muda. Posisinya sangat berpengaruh di akademi sebagai pemimpin tertinggi di sana.

Guru besar melihat Kael dan melihat surat rekomendasi di tanah. Ia lantas mengambilnya dan mulai membaca. Melihat penjelasan dari penjaga tadi, sepertinya ada masalah pada surat itu.

Tapi setelah lama Guru besar mengamati surat itu, membuatnya mengerutkan dahi dan melihat ke arah Kael.

Kael yang heran tak mengerti dengan tatapan Guru Besar. Arsel dan Farel berada di sebelah Kael memegang pundak Kael, mereka berdua memberikan dukungan pada Kael. Apapun yang terjadi nanti Arsel dan Farel ada dipihak Kael.

Suasana kembali hening, mereka yang ada disana seakan menantikan apa yang akan dikatakan oleh guru besar.

이 책을 계속 무료로 읽어보세요.
QR 코드를 스캔하여 앱을 다운로드하세요

최신 챕터

  • Pendekar Pedang Naga   109. Menjaga Perdamaian

    Beberapa bulan telah berlalu sejak Lembah Kembar kembali tenang. Tidak ada lagi pasukan bayangan yang berkeliaran di perbatasan. Tidak ada lagi langit hitam yang mengancam kota-kota. Dunia perlahan belajar bernapas kembali, dan dalam nafas itu… Kael memilih untuk menjauh dari semua hiruk pikuk kekuasaan.Ia tidak tinggal di istana. Tidak pula memimpin pasukan atau menerima gelar kehormatan.Sebaliknya, Kael kembali ke sebuah desa kecil di lereng gunung utara—Desa Elwind, tempat ibunya pernah menanam ladang lavender di musim semi. Tempat yang dulu terasa terlalu sunyi untuk seorang pejuang… kini terasa seperti satu-satunya tempat yang layak disebut “pulang”.--- Hidup BaruKael membeli sebuah rumah kayu tua yang hampir runtuh di ujung jalan berkelok desa. Ia memperbaikinya sendiri. Paku demi paku, atap demi atap. Tangannya masih terasa lemah, tapi hatinya menguat dari hari ke hari.Setiap pagi, ia bangun sebelum matahari terbit. Ia menyiram kebun kecil di belakang rumah, menanam herba

  • Pendekar Pedang Naga   108. Pertempuran Penentu

    Lembah Kembar mengerang dalam keheningan yang menyesakkan. Dua sisi tebing curam berdiri seperti penjaga bisu, menyaksikan benturan takdir yang akan datang. Langit menghitam, dan angin membawa aroma besi dan hujan.Kael, dengan jubah gelap dan mata setajam obsidian, melangkah perlahan ke tengah medan. Gelap Raga, pedang naga hitam, menggantung di punggungnya, berdenyut pelan seperti makhluk hidup yang sedang menahan lapar.Di seberangnya, Ravon, Jenderal Bayangan dan mantan pelindung kerajaan, berdiri dengan tombak bermata dua yang bersinar ungu gelap. Tubuhnya dibalut zirah bersimbah sihir kegelapan.“Sudah lama,” kata Ravon, suaranya datar. “Aku menunggumu di sini. Kukira kau akan mati dalam pemurnian.”Kael tak menjawab. Ia hanya memejamkan mata, menarik napas dalam-dalam, dan saat membuka matanya kembali, cahaya naga hitam menyala samar di balik bola matanya.“Aku sudah mati sekali,” bisik Kael. “Yang berdiri di sini… adalah kehendak yang tidak kau kenal.”Petir menyambar — dan me

  • Pendekar Pedang Naga   107. Pemulihan Naga Hitam

    Hujan turun deras, menghantam atap dan tanah dengan suara seperti denting ribuan panah. Di tengah halaman istana yang sepi, Kael berdiri dengan mantel hitamnya yang basah kuyup, matanya menatap tajam ke arah sosok yang baru saja muncul dari bayang-bayang.Arsel.Sahabatnya. Pengkhianatnya.“Berani juga kau datang,” suara Kael serak, bukan karena cuaca, tapi karena amarah yang sudah lama membara.Arsel berjalan perlahan, tanpa pedang, hanya membawa kata-kata.“Aku tidak datang untuk bertarung, Kael.”“Tapi aku datang untuk membalas,” sahut Kael dingin.Kilatan petir menyambar langit. Dan di saat itulah pedang naga hitam Kael muncul di tangannya, seperti menjawab panggilan darahnya sendiri.Arsel mengangkat tangan. “Apa kau pikir aku yang menjebakmu di Benteng Suda? Kau tahu siapa dalangnya.”“Cukup! Kau diam saat aku dipenjara! Kau diam saat mereka menyiksa murid-muridku! Itu lebih buruk daripada pengkhianatan!”Kael melompat ke depan, pedangnya menebas udara. Arsel berguling menghinda

  • Pendekar Pedang Naga   106. Pengkhianatak Kaisar

    Pasukan kerajaan tiba di medan perang dengan kemegahan yang menggetarkan bumi. Barisan rapi dengan bendera berkibar tinggi, sorak sorai prajurit, dan sihir pelindung yang menyelimuti langit. Cahaya seolah kembali menyinari ladang kehancuran.Arsel berdiri di barisan depan bersama Kael, mengamati betapa besarnya kekuatan kerajaan. Untuk sesaat, harapan muncul kembali.Namun harapan itu hanya ilusi.Malam itu, saat tenda-tenda didirikan dan pasukan beristirahat, Arsel dipanggil ke tenda komando oleh Jenderal Taris, tangan kanan Kaisar. Di sana, bukan strategi pertempuran yang dibicarakan, melainkan rencana yang mengejutkan.“Arsel,” kata Taris, suaranya rendah namun penuh tekanan. “Kaisar telah membuat kesepakatan. Kita tidak akan melawan Dorian.”Arsel menyipitkan mata. “Apa maksudmu?”“Kaisar tahu kekuatan para naga tak bisa dimenangkan dengan kekuatan biasa. Jadi, dia memilih untuk bernegosiasi. Sebagian wilayah akan diserahkan. Sebagai gantinya, kerajaan akan dibiarkan utuh... dan a

  • Pendekar Pedang Naga   105. Langit Hitam Penghianatan

    Asap mengepul membumbung tinggi ke langit kelam, membungkus medan pertempuran dengan aroma hangus dan getir. Kael berdiri sendiri, tubuhnya penuh luka dan napasnya kian berat. Di hadapannya, kegelapan menjelma dalam wujud pasukan bayangan yang tak kenal lelah, terus merangsek maju. Suara denting logam telah lama pudar, tergantikan oleh jeritan dan derak reruntuhan.Pasukan yang bersamanya telah tumbang satu per satu, meninggalkan jejak darah dan bisu yang menggantung di udara. Kael berjuang sendirian kini—tanpa bala bantuan, tanpa kabar dari Arsel. Di setiap detik yang berlalu, harapannya mulai merapuh.Cahaya dari pedang naga hitamnya mulai redup, seolah kehabisan tenaga, tak lagi menyala dengan kemarahan seperti sebelumnya. Kael menggenggamnya erat, namun ia tahu: kekuatan itu hampir habis. Dan tanpa kekuatan itu, ia bukan tandingan kegelapan yang berdiri di hadapannya."Arsel... di mana kau?" bisiknya lirih, hampir tak terdengar di tengah riuhnya kehancuran.Langit menggelap sepenu

  • Pendekar Pedang Naga   104. Tiga Naga

    Zaren membuka mata. Di sekelilingnya, hamparan kaca mengambang di udara seperti pecahan mimpi yang belum selesai. Setiap kaca menampilkan potongan masa lalu: wajah-wajah yang ia khianati, kota-kota yang ia biarkan jatuh, dan senyum-senyum yang berubah menjadi jerit.Ia berdiri di tengah lingkaran kenangan. Udara dingin menusuk, tapi bukan karena suhu—melainkan rasa bersalah yang menggantung di setiap napas.“Sudah lama, Zaren.”Suara itu keluar dari balik pantulan. Sosok yang muncul bukan siapa-siapa… selain dirinya sendiri. Tapi versi yang berbeda—lebih muda, lebih ambisius, dan lebih haus kuasa. Jubahnya masih bersih. Matanya memancarkan keyakinan yang dulu pernah Zaren miliki.“Kau lupa untuk apa kita dulu memulai?” tanya bayangan Zaren.“Kita ingin meruntuhkan sistem bobrok. Kita ingin kekuatan agar tak lagi dibodohi para penguasa.”Zaren menggeleng perlahan. “Dan dalam jalan menuju kekuatan itu… kita menghancurkan lebih banyak jiwa dari yang kita selamatkan.”Bayangan Zaren terta

더보기
좋은 소설을 무료로 찾아 읽어보세요
GoodNovel 앱에서 수많은 인기 소설을 무료로 즐기세요! 마음에 드는 책을 다운로드하고, 언제 어디서나 편하게 읽을 수 있습니다
앱에서 책을 무료로 읽어보세요
앱에서 읽으려면 QR 코드를 스캔하세요.
DMCA.com Protection Status