Xiu Zhangjian menatap lekat sebuah rumah megah bercat merah dengan pagar besi di sekelilingnya, sama persis dengan yang dikatakan Li Min. Meski pagar tersebut tinggi dengan ujung yang sangat runcing, pemuda itu tetap nekat melompat di atasnya. 'Hampir saja!' batin Xiu Zhangjian mengembuskan napas lega setelah mampu melewati pagar pembatas dengan selamat.
"Siapa di sana?!" pekik seorang penjaga saat mendengar suara yang ditimbulkan ketika Xiu Zhangjian mendarat di tanah. Penjaga itu mengambil sebuah obor dan berkata pada rekannya, "Aku akan memeriksanya."
Xiu Zhangjian yang menempel di balik pohon gaharu melihat ada cahaya yang kian mendekat. Sampai kemudian ia menyadari bahwa sang penjaga sudah berada tepat di samping pohon itu.
Ketika Xiu Zhangjian melongok ke depan, ia melihat sang penjaga tengah berjongkok dan memegangi tanah bekasnya mendarat. 'Apa boleh buat, dia harus mati,' batinnya kesal.
Dengan hati-hati Xiu Zhangjian menarik peda
"Mereka pasti bandit sialan itu! Habisi mereka!" teriak seorang lelaki yang berkacak pinggang di ambang pintu. Kedua biji matanya membesar hingga seperti hendak keluar dari soketnya. Lelaki yang kembang kempis hidungnya itu tidak lain adalah si pemilik rumah, Ketua Sekte Tengkorak Darah, Tong Mu! Ia menjadi begitu murka karena ada penyusup yang berani datang ke kediamannya dan mengacaukan tidur malamnya. Di samping itu, belakangan ini para pejabat di Quzhou mengeluh tentang keberadaan kawanan bandit yang kerap mencuri di rumah mereka. 'Jangan harap kalian bisa mencuri sekeping pun uang dariku!' Tong Mu yang masih mengenakan pakaian tidur, kembali masuk ke dalam untuk mengambil senjata. Ia bertekad untuk menyelesaikan penyusup itu malam ini juga. Akan sangat bagus jika mereka tewas di kediaman Tong Mu. Hal itu akan menjadi kebanggaan tersendiri untuknya. Tong Mu yakin Kaisar Huang akan memberikan hadiah padanya jika mampu melenyapkan bandit-bandit kepar*t itu.
Xiu Zhangjian tersenyum miring melihat Tong Mu jatuh ke belakang usai terkena pedang yang ia lemparkan. Nyatanya, pepatah yang mengatakan ‘kesombongan akan membunuhmu’ memang benar adanya. Setidaknya itulah yang baru saja dipraktikkan Xiu Zhangjian. Belati-belati yang ia lemparkan, sejak awal memang hanya pancingan belaka. Serangan sesungguhnya menggunakan pedang. Maka, ketika Tong Mu tertawa terbahak merayakan keberhasilannya dalam menangkis belati-belati, detik itu juga Xiu Zhangjian melemparkan pedangnya seolah ia sedang menggunakan tombak. Pedang tersebut kemudain menancap tepat di tengah-tengah dahi Tong Mu. Akibatnya, Tong Mu tak mampu menyelesaikan kalimatnya dan jatuh kehilangan nyawa. “Kau salah besar sudah menantangku. Andai saja kau bersikap lebih sopan, mungkin aku akan mempertimbangkan untuk membunuhmu dengan cara yang lebih manis,” ucap Xiu Zhangjian sambil menginjak wajah Tong Mu. Ia menatap mata Tong Mu yang mencuat seperti hendak keluar selama beberapa saat. Seanda
Dua lelaki tampak duduk ketika tahanan lainnya masih terbaring pulas. Meski berada di sel yang berbeda, keduanya bersandar pada jeruji yang sama, saling membelakangi dan berbicara."Kenapa Zhangjian belum juga kembali?""Bocah itu memang ceroboh, Tetua. Seharusnya dia sudah kembali. Apa Tong Mu membuatnya kesulitan?""Tidak, Tong Mu tidak sehebat itu. Semoga saja dia segera datang."Baru saja keduanya selesai membicarakan Zhangjian, suara derap langkah kaki seseorang terdengar. Namun, hal itu justru membuat mereka saling menoleh dan menatap kecemasan masing-masing. Dahi keduanya semakin berkerut seiring dengan kian dekatnya seseorang yang datang. Lalu Li Min dan Feng Yin dengan kompak memejamkan mata."Ketua Li," bisik seseorang dari balik jeruji besi. Namun, Li Min yang berpura-pura tidur, tidak menjawab dan masih melanjutkan sandiwaranya. Rasanya agak aneh jika seseorang yang terlelap nyenyak langsung bangun ketika orang lain berbisik memanggil,
Setelah berhasil memasuki istana, Xiu Zhangjian bergegas menuju penjara. Jika perhitungannya tepat, ia masih bisa tiba tepat waktu sebelum lonceng yang membangunkan para tahanan berbunyi. Namun, ketika ia hendak masuk ke dalam penjara bawah tanah, dahinya mengernyit melihat dua penjaga berdiri di dekat pintu dengan pandangan waspada, menyapu sekitar.Tidak biasanya hal itu terjadi. Meski hari-hari selalu ada penjaga yang bertugas berkeliling memantau keadaan penjara, mereka tidak pernah sewaspada ini.'Apa ini karena kematian Cao Yunding? Hah ... aku bahkan bisa keluar dengan mudah tadi, lalu mengapa tiba-tiba mereka menjadi seperti ini? Apa mereka mulai ragu dengan keamanan penjara? Tidak, tidak! Pasti ada yang tidak beres! Menyusahkanku saja!' gerutu Xiu Zhangjian dalam hati.Xiu Zhangjian mulai menggerayangi sekitar. Saat mendongak dan melihat ke atas, mendadak senyum terbit di wajahnya. Ia yang telah berada di koridor penjara sengaja membuat suara deng
"Apa?""Benar Yang Mulia, Tuan Tong tewas dengan luka tusukan pedang tepat di tengah dahinya. Semua penjaganya pun tidak ada yang selamat. Dan ...." Lelaki yang membungkuk sangat rendah itu tampak ragu untuk menyelesaikan kalimatnya. Kedua matanya tidak berhenti bergerak ke kanan dan ke kiri."Kasim Bao, aku tidak punya waktu untuk menunggu." Lelaki bertubuh kekar itu tersenyum kecut. Lantas dengan begitu lantang ia membentak, "Cepat katakan!"Kasim Bao menjatuhkan tubuhnya. Ia bersujud untuk melindungi nyawanya sendiri. "Ampun Yang Mulia, menurut informasi yang kuterima, ha-harta Tuan Tong ... se-semua hartanya lenyap."Kasim Bao masih belum berani mengangkat kepalanya. Ia lebih rela jika dahinya menempel di lantai selamanya daripada harus menyaksikan kemurkaan di wajah orang nomor satu di Quzhou itu."Bangs*t!" Umpatan keras itu lekas diikuti suara vas keramik raksasa yang pecah membentur lantai. Detik itu pula Kasim Bao tidak berhenti berh
"Dulu, setelah menghancurkan Boushan, Huang Fu dan para anggotanya langsung menyerang istana. Semua keluarga kerajaan dibunuh oleh anggota Aliansi Gongliao dengan cara yang sangat keji. Mereka diikat dan dimasukkan ke dalam satu lubang galian, lalu dikubur hidup-hidup. Tapi-" Mendadak Feng Yin menghentikan ceritanya. Xiu Zhangjian melihat sekeliling, tampak seorang penjaga mendekat, berjalan di sekitar tempat itu untuk mengawasi para tahanan bekerja. Pemuda itu meletakan batu besar di atas pelekat yang telah diusapkan Feng Yin pada permukaan paling atas dari susunan batu. Setelah penjaga menjauh, Feng Yin melanjutkan ceritanya. "Ada satu anggota kerajaan yang tidak turut terkubur, yakni anak kedua dari mendiang Kaisar Xiang, Putri Shashuang. Orang-orang mengatakan kalau Tuan Putri telah terbunuh ketika pertarungan antara pemberontak dan para prajurit terjadi. Lalu jasadnya dibakar bersama para prajurit dan pengikut Kaisar Xiang Ming. Tapi salah seorang ketua sekte al
"Lihat-lihat, bukankah itu si budak lemah?" seru seorang tahanan di antara suara bising tumbukan besi."Mana-mana?" sahut beberapa tahanan lainnya."Itu! Dia sedang berjalan ke mari!"Semua mata para tahanan yang sedang berada di tempat pembuatan senjata menoleh pada arah yang ditunjuk salah seorang tahanan. Mereka bahkan menghentikan pekerjaan masing-masing demi melihat budak lemah yang katanya memiliki paras yang mampu mengguncang hati perempuan."Di-dia ... memang sangat tampan," celetuk seorang pemuda tampak 'terpesona'. Detik itu pula dirinya yang sadar memiliki wajah pas-pasan mendadak merasa menjadi begitu ... buruk rupa."Lelaki dungu dan lemah tidak pernah rupawan. Budak itu sangat jelek dan menjijikkan!" suara yang terdengar lembut tetapi menohok itu berhasil menyita perhatian semua tahanan.Mereka tahu pasti ucapan bernada celaan tersebut berasal dari bibir tipis dan mungil seorang gadis yang menjadi primadona penjara Quzhou. Mesk
Dalam sebuah ruangan, seorang lelaki tampak berdiri gagah memeluk kekuasaan selagi seorang lainnya duduk berlutut memikul kehinaan. Meskipun demikian, amarah dan keresahan justru terpantul jelas dari sorot mata lelaki yang berdiri memelototi pria tua ‘kumuh’ di hadapannya. “Feng Yin, tampaknya Yang Mulia Kaisar Huang sedang ingin mendengar dongeng darimu.” Lelaki itu berjalan penuh keangkuhan, memangkas jarak dari Feng Yin. Ia membungkuk rendah demi mendekatkan mulutnya pada telinga Feng Yin. “Cerita tentang mayat buron itu sangat menarik. Maka aku akan mengantarmu menemui Kaisar Huang untuk mendongeng lagi,” bisiknya. Lelaki itu menegakkan kembali tubuhnya, lalu berbalik membiarkan hening menyeret ingatan Feng Yin pada peristiwa penyerahan dua mayat ke istana. “Kau tahu benar bahwa gelar ‘budak’ tidak akan hilang bahkan setelah kau mati sekalipun. Jadi, kehinaan memang akan selalu menyertaimu.” Lelaki itu membalikkan badan, lalu menginjak kuat-kuat bor