Share

Bab 8_ Takdir Xiu Zhangjian

Li Min meletakkan gulungan kertas usang dari balik bajunya ke atas meja, tepat di hadapan Xiu Zhangjian. Dengan lirih ia berkata, "Bacalah, itu pesan ayahmu."

Xiu Zhangjian mengambil gulungan itu dengan tergesa-gesa. Ia merentangkan kertas itu dengan napas tertahan. 

Semua orang hanya diam menyaksikan manik coklat tua Xiu Zhangjian bergerak dari kiri ke kanan, dari atas ke bawah, menggerayangi setiap karakter yang tertulis. Namun, dalam keheningan itu wajah mereka menegang ketika menyaksikan getaran hebat pada kertas tersebut akibat tangan Xiu Zhangjian yang bergerak-gerak sendiri.

"Ada apa?" tanya Feng Yin cemas.

"A-aku ... sang pewaris pedang?" kata Xiu Zhangjian seraya meletakkan gulungan kertas itu masih dengan tangan bergetar. Ia menyandarkan punggungnya ke kursi, seolah tidak ada tenaga yang tersisa untuk tetap tegak.

Feng Yin yang sedari awal sudah dilingkupi penasaran, kini tidak mampu lagi membendung rasa ingin tahunya. Ia meraih dan membaca gulungan kertas itu. Matanya terbelalak seolah baru saja melihat sebuah rahasia besar. Sudah barang tentu hal itu memancing tetua lainnya untuk mengetahui apa yang dituliskan Xiu Jian untuk putranya.

Hening pun memenuhi ruangan. Semua orang sibuk bergelayut dengan pikiran masing-masing. Wajar saja jika mereka begitu terkejut. Faktanya, apa yang mereka baca bertentangan dengan yang mereka yakini sebagai kebenaran selama puluhan tahun.

"Jadi, Zhangjian adalah pewaris Pedang Naga Suci dan bukan ayahnya? Tapi, bagaimana bisa?" celetuk Feng Yin kemudian. 

Li Min mengangguk mantap. Ia menjelaskan bahwa Xiu Jian memang sengaja menciptakan kesan di masyarakat bahwa dirinya adalah sang pewaris. Xiu Jian tidak ingin membuat putranya menjadi 'incaran' lawan. Gelar sang pewaris merupakan anugerah sekaligus bencana. "Guru Xiu selalu mengatakan bahwa gelar itu hanya meminta nyawa sebagai tumbalnya. Hingga pada akhirnya nyawanya ... terenggut juga," tuturnya dengan pandangan menerawang.

"Ayah ...." Bahkan ayahnya tidak pernah mengatakan apa pun padanya. Bukan, pasti Xiu Jian tidak hanya merahasiakan hal itu dari dirinya, melainkan dari semua orang. Hanya kepada Li Min rahasia itu tersingkap.

"Seperti yang tertulis dalam surat itu, semestinya Zhangjian mengetahui takdirnya ketika berusia 20 tahun. Tapi ... dengan situasi sekarang, aku terpaksa mengungkap ini lebih awal," terang Li Min tidak berdaya. "Seorang pewaris harus memiliki kekuatan fisik dan tenaga dalam yang cukup untuk menggunakan Pedang Naga Suci. Jika tidak, pewaris bisa tewas karena tidak mampu menopang kekuatan pedang, sebab setelah pedang keluar dari sarungnya, segel kekuatan itu akan terbuka. Sebenarnya, dengan kemampuan Zhangjian sekarang, tubuhnya sudah cukup kuat untuk menggunakan pedang itu. Tapi ...."

"Pedang itu berada dalam genggaman Kaisar Huang!" sahut Tetua Ho menyelesaikan kalimat Li Min.

Hening kembali merebak. Pikiran semua orang tersita pada sosok Huang Fu setelah berhasil mendapatkan Pedang Naga Suci. Bisa dikatakan, kekuatan dan kekuasaannya meningkat pesat. Namun, ada yang aneh! Peningkatan itu terjadi berkat besarnya dukungan dari para anggota maupun pejabat, bukan karena Huang Fu memiliki pedang pusaka tersebut.

"Huang Fu tidak pernah terlihat menggunakan pedang itu," ujar Li Min menyatakan keganjilan yang terselip dalam benak semua orang. 

"Benar, dulu Huang Fu memang selalu membawa pedang itu, tetapi tidak pernah menggunakannya. Beberapa tahun terakhir, Huang Fu bahkan tidak pernah terlihat membawanya lagi."

"Itu karena hanya-"

Belum sempat Li Min menjelaskan, semua orang dikejutkan dengan pintu ruangan yang terbuka mendadak. Seorang gadis dengan kerut di keningnya berdiri di ambang pintu.

"Xinyue! Apa yang kau lakukan? Tidak bisakah tanganmu mengetuk pintu sebelum masuk?" sergap Feng Yin yang langsung berdiri dari duduknya. 

Xinyue bergeming sesaat atas respons sang ayah. Belum pernah sekalipun Feng Yin membentak putrinya. Namun, Xinyue lekas tersadar. "Hormat pada Ketua Li dan para tetua. Maafkan aku karena sudah lancang."

Li Min tersenyum lembut dan berkata, "Tidak apa Nona Feng, tentu ada hal penting yang ingin kau sampaikan. Katakanlah!"

Xinyue menatap lekat ayahnya. Kerutan pun muncul di dahi gadis itu. "Utusan Aliansi Gongliao menunggu Tetua Feng di ruang tamu."

***

Feng Yin menuangkan teh pada dua cangkir putih dengan ornamen bunga di permukaannya. "Ini adalah teh hijau terbaik yang didatangkan langsung dari petani. Silakan, Tuan."

"Ah, Tuan Feng terlalu repot. Aku bisa menuang teh itu sendiri," balas lelaki di hadapannya.

"Tidak repot, sebuah kehormatan bisa menjamu Tuan Tong." Ia menyesap teh di cangkirnya. Lalu masih dengan senyum ramah ia bertanya, "Jadi ... apa yang membuat Tuan Tong sampai berkunjung ke markas sekte kecilku ini?"

Tong Mu meletakkan cangkirnya yang telah kosong. Sebuah senyum simpul terlukis di wajahnya. "Hahaha, ternyata rumor itu memang benar. Tuan Feng adalah seorang yang sangat rendah hati. Dengan kemampuan bela diri yang hebat, juga markas sebesar ini, bukankah Sekte Harimau Putih bisa melahirkan banyak pendekar sakti? Bahkan mungkin kekuatannya cukup untuk menandingi Aliansi Gongliao."

Feng Yin tersentak oleh ucapan Tong Mu yang mengandung maksud tertentu itu. Namun, ekspresi wajahnya tetap tenang. Ia kembali menuangkan teh ke cangkir Tong Mu. "Apa yang aku dengar selama ini juga benar, bahwa Tuan Tong seorang yang pandai bergurau. Tentu akan sangat membanggakan jika apa yang Tuan katakan sungguh terjadi. Kenyataannya, sekteku bukan apa-apa jika dibandingkan dengan Aliansi Gongliao. Bahkan Sekte Tengkorak Darah jelas lebih unggul dari Sekte Harimau Putih."

Tawa Tong Mu kembali terdengar. Ia meneguk teh hingga habis. Sesaat kemudian sorot matanya menajam. Dengan suara berbisik ia berkata, "Kalau begitu, bergabunglah dengan Aliansi Gongliao!"

Komen (1)
goodnovel comment avatar
IsOne Wan
seru ni cerota
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status