Dalam pekatnya malam, seorang anak laki-laki berdiri, terpaku dengan tubuh yang bergetar hebat. Pandangannya masih belum beranjak dari tubuh tak bernyawa yang punggungnya mengeluarkan banyak darah akibat tusukan pedang. "A-aku ... telah membunuhnya," ucapnya lirih selagi ambruk berlutut.
Keterkejutan juga menyerbu pemuda yang tertimpa oleh mayat tersebut. Kedua matanya terbelalak mendapati pedang miliknya yang sempat diambil lawan, tertancap di punggung lelaki botak. "Zhangjian ... kau--"
Belum sampai kalimat itu terselesaikan, bocah itu memotongnya dengan suara yang sedikit parau, "A-ku membunuhnya, Kakak." Xiu Zhangjian menatap lekat-lekat kedua tangannya yang menengadah. Ada bercak darah yang terciprat di sana saat pedang Li Min mengoyak tubuh lelaki botak.
Li Min mendorong mayat lelaki botak yang menimpanya. Seketika pedang yang menancap di punggung itu langsung mencuat menembus perut lelaki botak saat pegangan pedang menabrak permukaan tanah. Ia berjalan cepat menghampiri Xiu Zhangjian yang membanting kedua telapak tangannya ke tanah. Kepala bocah itu tertunduk lesu diiringi isakan lirih.
Li Min lekas-lekas menegakkan badan Xiu Zhangjian dan memeluknya erat. Dengan lembut jari-jarinya yang kotor oleh darah bercampur tanah, mengelus lembut rambut Xiu Zhangjian. "Tidak apa. Semua akan baik-baik saja." Li Min menghapus air mata Xiu Zhangjian. "Kita harus ke Boushan secepatnya."
Xiu Zhangjian mengangguk mengerti. Bocah itu mengambil karung yang ia tinggalkan di semak-semak sebelum membunuh lelaki botak.
Sementara itu, Li Min membalik mayat lelaki botak dengan kakinya. Ia menarik pedangnya dari tubuh mayat itu sambil membatin, "Tunggu sampai Pewaris Pedang Naga Suci muncul. Mereka semua akan mati seperti ini!"
***
"Kurang ajar!" teriak seorang lelaki dengan suara lantang dan berat. Kedua bola matanya nyaris keluar dari soketnya. Sorot mata hitam pekat itu mengintimidasi semua orang yang tampak tertunduk dengan wajah pucat. "Bagaimana bisa kalian memberikan kepala Xiu Jian pada orang-orang lemah tidak berotak itu?"
"Maaf Ketua Huang, tapi mereka pendekar pilihan dari sekteku dengan ilmu bela diri yang sudah--,"
"Pilihan?" potong Huang Fu dengan pelipis berkedut. Ia tersenyum mengejek dan berkata, "Jika pendekar pilihan saja tewas dengan mudah, aku mulai ragu dengan kemampuan sektemu, Ketua Tong."
Lelaki bernama Tong Mu itu berusaha keras mempertahankan wajah bersalah selagi tangannya mencengkeram kuat di bawah meja. Ia adalah ketua dari Sekte Tengkorak Darah. Meski Tong Mu ingin protes atas pertanyaan Huang Fu yang merendahkan sektenya, ia hanya bisa menelan ludah bersama rasa malu.
"Sebentar lagi, hari pelantikanku menjadi Kaisar di Kerajaan Quzhou akan tiba. Aku tidak mau hal memalukan ini diketahui orang lain. Pergi dan bereskan penyusup itu segera!" perintah Huang Fu membuat para ketua dari sekte aliran hitam, yang menjadi anggota Aliansi Gongliao, beranjak dari ruang kerjanya.
Tidak dipungkiri, jantung Huang Fu berdetak lebih cepat saat memikirkan pelaku dari pencurian kepala Xiu Jian. "Sekte aliran putih mana yang berani melawanku? Atau ... apakah mungkin, ada pendekar Sekte Naga Suci yang kulewatkan?"
***
Di hamparan tanah yang menghitam seorang pemuda duduk di samping bocah laki-laki di dekat onggokan kayu sisa-sisa kebakaran. Keduanya tengah menepuk-nepuk gundukan tanah. Sang pemuda lantas meletakkan sebongkah batu hitam di atas gundukan itu. "Mari kita berdoa untuk ketenangan ayahmu."
Tidak ada tanggapan dari bocah di sampingnya. Anak itu tampak bermenung dengan mata membendung air. "Aku sudah membunuh lelaki botak itu, Kakak," ucapnya dengan bulir bening yang mulai membelah pipi.
Li Min mengubah arah duduknya, menghadap pada Xiu Zhangjian yang menutupi wajah dengan kedua tangan, punggungnya turun naik diiringi isakan. Li Min memeluk bocah itu. Tangan kekarnya tidak berhenti mengelus punggung Xiu Zhangjian. "Tidak apa-apa. Aku mengerti."
Li Min memegang kedua bahu Xiu Zhangjian dan menatapnya lekat-lekat. Tatapan lembutnya berganti dengan pandangan dingin mengintimidasi. "Kau harus tahu, membunuh penjahat bukanlah hal buruk. Orang-orang tertentu pantas mati atas apa yang telah mereka lakukan. Kau tidak boleh lemah! Jangan biarkan air matamu keluar dengan mudah, apa lagi untuk seseorang yang tidak pantas ditangisi. Kau mengerti?"
Xiu Zhangjian mengangguk pelan dan cepat-cepat menghapus air matanya. Ia mengalihkan pandangannya pada nisan sang ayah, tidak sanggup menatap Li Min yang belum pernah bersikap demikian tegas padanya.
Xiu Zhangjian bergeming selama beberapa saat. Kedua alisnya bertautan. Rasa bersalah dan takut yang sempat membelenggunya perlahan sirna. Entah bagaimana aliran darahnya seperti berdesir cepat. Hal tersebut membuat sekujur tubuhnya terasa begitu panas, hingga tanpa sadar tangannya mengepal dengan kuku-kuku yang tenggelam di telapak tangan. "Kak Li Min benar. Mereka bahkan membuat ayah menjadi seperti ini," batinnya.
Li Min menyadari perubahan sorot mata Xiu Zhangjian. Dalam benaknya pemuda itu mengatakan, "Maafkan aku. Tapi kau tidak punya waktu untuk menangis. Tanggung jawab besar telah menunggu, dan air mata tidak akan menyelesaikan apa-apa."
Dua orang Sekte Naga Suci yang tersisa itu pun memejamkan mata sejenak, merapal doa untuk Xiu Jian. Akan tetapi, dalam kekhidmatan itu mendadak Li Min membuka kedua matanya. Ia mendengar suara siulan angin diikuti derap langkah yang semakin mendekat.
Li Min pun meningkatkan kewaspadaan. Pemuda itu mencengkeram erat pegangan pedangnya. Dengan cepat ia bangkit dari duduk dan membalikkan badan. "Siapa di sana?!"
Teriakan dari Li Min sudah barang tentu mengejutkan Xiu Zhangjian. Bocah itu pun langsung berdiri dan turut memutar badannya. Mata coklat tuanya menangkap sesosok lelaki yang seluruh rambutnya ditumbuhi uban. "Paman Feng!" Tanpa pikir panjang Xiu Zhangjian berlari menghampiri dan memeluk lelaki paruh baya yang hanya berdiri terpaku.Lelaki itu adalah Feng Yin, ketua dari Sekte Harimau Putih, yang tidak lain adalah sahabat karib dari Xiu Jian. Setiap pagi pascamalam berdarah di Boushan, Feng Yin selalu datang ke desa itu untuk mengenang sahabatnya. Siapa mengira jika hari ini ia melihat putra dan murid kesayangan Xiu Jian masih hidup?Feng Yin yang semula berdiri, kini berlutut agar bisa sejajar dengan Xiu Zhangjian. Ia mendekap tubuh kecil itu erat seolah tidak akan melepaskannya lagi. "Ka-kau masih hidup," lirihnya sembari mengusap rambut Xiu Zhangjian dengan tangan bergetar.Melihat hal itu, Li Min mengembuskan napas panjang hingga pundaknya sedikit turun. Ia
"Ayah ... tidak!" Suara seorang pemuda memecah keheningan.Terdapat empat pemuda dalam kamar itu, tetapi hanya satu orang saja yang terduduk dari pembaringannya. Napasnya memburu dengan bulir keringat membasahi kening. Pemuda itu memegang dadanya, seolah memastikan jantungnya masih berdetak atau tidak. Ia mengembuskan napas dan berkata dengan frustrasi, "Mimpi itu lagi!"Pemuda itu membanting tubuhnya ke kasur, lalu berusaha keras untuk menutup kembali matanya. Belum sampai sepuluh detik, kelopaknya kembali terbuka, mempertontonkan mata jernihnya yang beriris coklat tua.Pemuda itu menatap langit-langit kamar yang dihiasi beberapa jaring laba-laba. Ia menggeser pandangan ke teman sekamarnya yang tampak pulas. Ia mendecakkan lidah dan menggerutu, "Hah, mereka semua tidur seperti orang mati. Tapi aku tidak bisa tidur karena melihat orang mati. Mimpi sialan itu!"Dengan wajah malas pemuda itu pun beranjak dari tempat tidur. Ia melangkah keluar kamar sambil m
Dalam ruangan itu, keheningan terpecah oleh suara ketukan kuku pada meja. Tampak seorang lelaki dengan mahkota di kepalanya tengah menatap tajam ke arah meja. Di sana tergeletak sebilah pedang yang dihiasi ukiran naga keemasan pada pegangan dan selongsongnya."Yang Mu-"Belum sampai ucapan itu selesai, lelaki dengan tatapan membunuh dan aura mencekam itu mengangkat tangan kirinya. "Kasim Bao," panggilnya membuat pria yang dipotong ucapannya menelan ludah."Sa-saya, Kaisar Huang ...." Kasim Bao semakin menunduk, menyadari bahwa suasana hati sang kaisar sedang buruk."Menurutmu, apa yang harus aku lakukan dengan pedang ini? Apa aku perlu membakarnya?" tanya Huang Fu sambil meraih pedang di hadapannya."Jawab Yang Mulia, setahu saya, Kaisar sangat menginginkan pedang itu. Selain itu, Yang Mulia Kaisar juga mendapatkannya dengan susah payah. Jadi ...." Kasim Bao tidak berani menyelesaikan kalimatnya. Ia tidak mengerti apa yang diinginkan sang kai
Li Min meletakkan gulungan kertas usang dari balik bajunya ke atas meja, tepat di hadapan Xiu Zhangjian. Dengan lirih ia berkata, "Bacalah, itu pesan ayahmu."Xiu Zhangjian mengambil gulungan itu dengan tergesa-gesa. Ia merentangkan kertas itu dengan napas tertahan.Semua orang hanya diam menyaksikan manik coklat tua Xiu Zhangjian bergerak dari kiri ke kanan, dari atas ke bawah, menggerayangi setiap karakter yang tertulis. Namun, dalam keheningan itu wajah mereka menegang ketika menyaksikan getaran hebat pada kertas tersebut akibat tangan Xiu Zhangjian yang bergerak-gerak sendiri."Ada apa?" tanya Feng Yin cemas."A-aku ... sang pewaris pedang?" kata Xiu Zhangjian seraya meletakkan gulungan kertas itu masih dengan tangan bergetar. Ia menyandarkan punggungnya ke kursi, seolah tidak ada tenaga yang tersisa untuk tetap tegak.Feng Yin yang sedari awal sudah dilingkupi penasaran, kini tidak mampu lagi membendung rasa ingin tahunya. Ia meraih dan
"Ada apa, Tetua Feng?" "Aku telah menyinggung utusan Aliansi Gongliao. Ketua Li, berikan daftar itu pada Zhangjian!" "Baik, Tetua!" Li Min pun menyerahkan gulungan kertas dari lengan bajunya kepada Xiu Zhangjian. "Cepat kumpulkan mereka di sini!" Xiu Zhangjian membuka gulungan kertas dari Li Min. Di dalamnya tertulis 10 nama anggota muda Sekte Harimau Putih. Ia pun berlari keluar dengan jantung berdebar kuat. Sebenarnya Xiu Zhangjian masih belum mengerti apa yang terjadi. Namun, keadaan bahkan tidak memberi waktu padanya untuk sekadar bertanya. Beberapa saat kemudian, Xiu Zhangjian telah kembali ke dalam ruang pertemuan bersama 10 orang yang ada di dalam daftar. Kebingungan tampak jelas di wajah mereka semua. Akan tetapi, sama seperti Xiu Zhangjian, mereka juga tidak menanyakan apa pun dan hanya saling menatap. Melihat ekspresi wajah Li Min dan Feng Yin yang penuh kerut di dahi, cukup menunjukkan bahwa situasinya tidak sedang baik-baik s
Tong Mu tersenyum puas saat semua anggota Sekte Harimau Putih berhasil ditakhlukan. Ia mengikat sendiri tangan Feng Yin selagi para prajuritnya melakukan hal yang sama ke semua lawan. "Kaisar Huang benar, bukan hal sulit untuk melumpuhkan sektemu. Aku hanya perlu mengalahkanmu dan mereka akan menuruti ucapanku. Tapi ... tidakkah ini terlalu mudah? Kau terlalu lemah sebagai tetua dari sekte dengan pasukan pemanah yang hebat."*Beberapa saat sebelumnyaTong Mu memberi hormat pada Huang Fu. Ia bergegas kembali ke istana setelah hasil dari kunjungannya ke markas Sekte Harimau Putih mengecewakan."Bagaimana?""Sesuai dugaan Yang Mulia, Feng Yin menolak."Huang Fu meletakkan cangkir tehnya di atas meja dengan sedikit penekanan, membuat bunyi tertentu keluar akibat benturan itu. Tong Mu menelan ludah ketika melihat Huang Fu mencengkeram erat cangkir tersebut hingga pecah."Kerahkan ratusan prajurit untuk menyerang! Bawa tiga bola api bersamam
Penjara kerajaan Quzhou terdiri atas dua bagian besar, yakni bawah dan atas tanah. Penjara di atas tanah kondisinya lebih baik daripada yang ada di bawah tanah. Selain itu, perlakuan pada para tahanan juga sedikit lebih manusiawi. Sementara itu, penjara bawah tanah dihuni oleh orang-orang yang dinyatakan bersalah dalam kasus-kasus berat, seperti pembunuhan, pemberontakan, dan sebagainya. Itu sebabnya para anggota Sekte Harimau Putih ditempatkan di penjara bawah tanah. Kondisi penjara bawah tanah sangat pengap dan gelap dengan beberapa obor sebagai pelita. Setiap sel tahanan berukuran sangat sempit dan diisi paling tidak lima orang. Sementara menyoal makan, para tahanan hanya diberi jatah makan dua kali. Itu pun sangat terbatas jumlahnya. Satu sel penjara biasanya hanya mendapat jatah makan satu mangkok bubur. Makanan hanya akan diletakkan di luar sel sehingga para tahanan harus makan dengan jeruji besi sebagai pembatas. "Makanlah! Besok kalian harus mulai bekerja! Jangan sampai kal
Hari telah larut. Beberapa penjaga di sekitar paviliun itu bahkan tampak terangguk-angguk dengan mata enggan terbuka. Penjaga lain yang masih terang matanya mengingatkan dengan berbisik, "Bangunlah sebelum Yang Mulia memerintahkan prajurit lain untuk membuatmu tidak bisa bangun selamanya.""Hm ... kau berlebihan," sahut si penjaga dengan malas, lantas kembali memejamkan mata."Sialan! Benar-benar sialan!" Sebuah makian lantang dari seorang laki-laki diikuti suara bantingan keras terdengar dari dalam paviliun. Hal itu jelas membuat beberapa penjaga yang semula dihinggapi kantuk, langsung terbelalak matanya seperti baru saja melihat kematian. Sementara penjaga yang tadi mengingatkan, kini berusaha keras untuk tidak tertawa. Walau bagaimanapun ia masih ingin hidup juga.Adapun penyebab seseorang mengumpat di dalam paviliun tentu saja bukan lantaran penjaga yang mengantuk saat bertugas. Jika dilihat, tampak sebuah pedang dengan ukiran naga yang tergeletak di lantai.