Share

Bab 4_ Tidak Ada Waktu untuk Menangis!

Dalam pekatnya malam, seorang anak laki-laki berdiri, terpaku dengan tubuh yang bergetar hebat. Pandangannya masih belum beranjak dari tubuh tak bernyawa yang punggungnya mengeluarkan banyak darah akibat tusukan pedang. "A-aku ... telah membunuhnya," ucapnya lirih selagi ambruk berlutut.

Keterkejutan juga menyerbu pemuda yang tertimpa oleh mayat tersebut. Kedua matanya terbelalak mendapati pedang miliknya yang sempat diambil lawan, tertancap di punggung lelaki botak. "Zhangjian ... kau--"

Belum sampai kalimat itu terselesaikan, bocah itu memotongnya dengan suara yang sedikit parau, "A-ku membunuhnya, Kakak." Xiu Zhangjian menatap lekat-lekat kedua tangannya yang menengadah. Ada bercak darah yang terciprat di sana saat pedang Li Min mengoyak tubuh lelaki botak.

Li Min mendorong mayat lelaki botak yang menimpanya. Seketika pedang yang menancap di punggung itu langsung mencuat menembus perut lelaki botak saat pegangan pedang menabrak permukaan tanah. Ia berjalan cepat menghampiri Xiu Zhangjian yang membanting kedua telapak tangannya ke tanah. Kepala bocah itu tertunduk lesu diiringi isakan lirih.

Li Min lekas-lekas menegakkan badan Xiu Zhangjian dan memeluknya erat. Dengan lembut jari-jarinya yang kotor oleh darah bercampur tanah, mengelus lembut rambut Xiu Zhangjian. "Tidak apa. Semua akan baik-baik saja." Li Min menghapus air mata Xiu Zhangjian. "Kita harus ke Boushan secepatnya."

Xiu Zhangjian mengangguk mengerti. Bocah itu mengambil karung yang ia tinggalkan di semak-semak sebelum membunuh lelaki botak. 

Sementara itu, Li Min membalik mayat lelaki botak dengan kakinya. Ia menarik pedangnya dari tubuh mayat itu sambil membatin, "Tunggu sampai Pewaris Pedang Naga Suci muncul. Mereka semua akan mati seperti ini!"

***

"Kurang ajar!" teriak seorang lelaki dengan suara lantang dan berat. Kedua bola matanya nyaris keluar dari soketnya. Sorot mata hitam pekat itu mengintimidasi semua orang yang tampak tertunduk dengan wajah pucat. "Bagaimana bisa kalian memberikan kepala Xiu Jian pada orang-orang lemah tidak berotak itu?"

"Maaf Ketua Huang, tapi mereka pendekar pilihan dari sekteku dengan ilmu bela diri yang sudah--,"

"Pilihan?" potong Huang Fu dengan pelipis berkedut. Ia tersenyum mengejek dan berkata, "Jika pendekar pilihan saja tewas dengan mudah, aku mulai ragu dengan kemampuan sektemu, Ketua Tong."

Lelaki bernama Tong Mu itu berusaha keras mempertahankan wajah bersalah selagi tangannya mencengkeram kuat di bawah meja. Ia adalah ketua dari Sekte Tengkorak Darah. Meski Tong Mu ingin protes atas pertanyaan Huang Fu yang merendahkan sektenya, ia hanya bisa menelan ludah bersama rasa malu.

"Sebentar lagi, hari pelantikanku menjadi Kaisar di Kerajaan Quzhou akan tiba. Aku tidak mau hal memalukan ini diketahui orang lain. Pergi dan bereskan penyusup itu segera!" perintah Huang Fu membuat para ketua dari sekte aliran hitam, yang menjadi anggota Aliansi Gongliao, beranjak dari ruang kerjanya.

Tidak dipungkiri, jantung Huang Fu berdetak lebih cepat saat memikirkan pelaku dari pencurian kepala Xiu Jian. "Sekte aliran putih mana yang berani melawanku? Atau ... apakah mungkin, ada pendekar Sekte Naga Suci yang kulewatkan?"

***

Di hamparan tanah yang menghitam seorang pemuda duduk di samping bocah laki-laki di dekat onggokan kayu sisa-sisa kebakaran. Keduanya tengah menepuk-nepuk gundukan tanah. Sang pemuda lantas meletakkan sebongkah batu hitam di atas gundukan itu. "Mari kita berdoa untuk ketenangan ayahmu."

Tidak ada tanggapan dari bocah di sampingnya. Anak itu tampak bermenung dengan mata membendung air. "Aku sudah membunuh lelaki botak itu, Kakak," ucapnya dengan bulir bening yang mulai membelah pipi.

Li Min mengubah arah duduknya, menghadap pada Xiu Zhangjian yang menutupi wajah dengan kedua tangan, punggungnya turun naik diiringi isakan. Li Min memeluk bocah itu. Tangan kekarnya tidak berhenti mengelus punggung Xiu Zhangjian. "Tidak apa-apa. Aku mengerti." 

Li Min memegang kedua bahu Xiu Zhangjian dan menatapnya lekat-lekat. Tatapan lembutnya berganti dengan pandangan dingin mengintimidasi. "Kau harus tahu, membunuh penjahat bukanlah hal buruk. Orang-orang tertentu pantas mati atas apa yang telah mereka lakukan. Kau tidak boleh lemah! Jangan biarkan air matamu keluar dengan mudah, apa lagi untuk seseorang yang tidak pantas ditangisi. Kau mengerti?"

Xiu Zhangjian mengangguk pelan dan cepat-cepat menghapus air matanya. Ia mengalihkan pandangannya pada nisan sang ayah, tidak sanggup menatap Li Min yang belum pernah bersikap demikian tegas padanya. 

Xiu Zhangjian bergeming selama beberapa saat. Kedua alisnya bertautan. Rasa bersalah dan takut yang sempat membelenggunya perlahan sirna. Entah bagaimana aliran darahnya seperti berdesir cepat. Hal tersebut membuat sekujur tubuhnya terasa begitu panas, hingga tanpa sadar tangannya mengepal dengan kuku-kuku yang tenggelam di telapak tangan. "Kak Li Min benar. Mereka bahkan membuat ayah menjadi seperti ini," batinnya. 

Li Min menyadari perubahan sorot mata Xiu Zhangjian. Dalam benaknya pemuda itu mengatakan, "Maafkan aku. Tapi kau tidak punya waktu untuk menangis. Tanggung jawab besar telah menunggu, dan air mata tidak akan menyelesaikan apa-apa."

Dua orang Sekte Naga Suci yang tersisa itu pun memejamkan mata sejenak, merapal doa untuk Xiu Jian. Akan tetapi, dalam kekhidmatan itu mendadak Li Min membuka kedua matanya. Ia mendengar suara siulan angin diikuti derap langkah yang semakin mendekat. 

Li Min pun meningkatkan kewaspadaan. Pemuda itu mencengkeram erat pegangan pedangnya. Dengan cepat ia bangkit dari duduk dan membalikkan badan. "Siapa di sana?!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status