Melihat Zero yang akan kembali menyerang Vivi, akhirnya Kioda maju dan menahan Zero.
"Zero, sudahlah. Aku rasa kau sudah berlebihan untuk yang kali ini." Kioda meraih pedang kayu milik Zero dan mengambilnya untuk disimpan."Tapi Guru...," Zero ingin membantah tapi ia takut dengan Kioda lalu ia pun mengurungkannya.Lalu, malam ini Zero terpaksa harus tidur satu tenda bersama gurunya karena ada Vivi yang dipersilahkan untuk ikut beristirahat oleh Kioda bersama mereka malam ini. Hal ini membuat Zero semakin kesal dan timbul rasa sedikit tidak suka dengan kehadiran Vivi. Tapi Zero hanya bisa memendamnya saja dalam hati. Ia benar-benar tidak berani untuk melawan perintah gurunya. Begitu patuhnya Zero atas semua perintah gurunya.***Pagi harinya, mereka bertiga kembali berkemas dan Kioda juga mengatakan kepada Vivi kalau memang ia ingin mengambil beberapa harta milik para bandit semalam, Kioda tidak akan melarangnya. Sebab Vivi sudah berjuang sangat keras tadi malam."Tidak perlu, Master. Aku tidak mau membagi harta ini. Yang aku inginkan hanyalah satu. Aku ingin menjadi muridmu." Yang tak disangka oleh Kioda dan Zero adalah melihat Vivi yang tiba-tiba berlutut di hadapan Kioda untuk memintanya menerima sebagai muridnya."Guru...," ujar Zero."Hem..., tenanglah Zero. Aku tahu kalau dia adalah orang baik. Aku tidak keberatan menerimanya sebagai murid keduaku. Tapi, Apakah kau ingat ucapan Zero semalam? Alangkah baiknya kalau kau memberi tahu siapa namamu terlebih dahulu jika benar-benar ingin menjadi muridku. Kalau kau tidak mau memercayakan kami untuk mengetahui identitasmu, rasanya kau tidak bisa aku terima sebagai muridku," ujar Kioda."Vivi..., namaku adalah Vivi." Akhirnya tanpa ragu Vivi mengucapkan namanya."Vivi...? Eh? Vivi ya?" Zero kembali mengingat nama itu. Sepertinya ia ingat dengan seseorang."Benar, Zero. Apakah kau ingat kalau kala itu aku pernah menolongmu?" tanya Vivi yang masih dalam posisi bersujud di hadapan Kioda."Hah?! Iya, aku ingat sekarang. Vivi..., to-tolong ma-maafkan sikapku yang tadi malam ya?" Ketika ingat, Zero benar-benar merasa bersalah dengan Vivi."Sudahlah, aku bukan type orang pendendam. Salahku juga semalam sangat keras kepala. Aku hanya sedang menimbang apakah kalian mau menjaga identitasku. Ternyata aku memang harus percaya kepada kalian. Jadi Master, bolehkah aku menjadi muridmu?" Dari gelagatnya, Vivi memang sangat tulus dan benar-benar serius ingin menjadi murid Kioda."Bangunlah, aku menerimamu menjadi muridku yang kedua. Untuk ke depannya, jika kau ingin ikut dengan kami, aku tidak keberatan," ujar Kioda seraya tersenyum."Iya benar, Vivi. Aku juga tidak keberatan kok. Aku katakan sekali lagi, aku sangat minta maaf padamu atas kelakuanku semalam, ya?" Sikap Zero langsung berubah setelah ia tahu kalau ternyata Vivi adalah orang yang pernah menolongnya. Zero adalah type orang yang tahu akan balas budi."Terima kasih, Guru. Aku mohon Guru mau membimbingku juga. Aku akan ikut dengan kalian ke manapun kalian pergi. Aku bersumpah, aku akan merelakan nyawaku untuk kita bertiga." Vivi akhirnya senang karena ini juga tandanya ia memiliki guru dan teman baru.Setelah selesai berkemas, Kioda memberitahu kepada Vivi ke mana mereka akan pergi. Betapa terkejutnya Vivi saat mengetahui kalau Zero dan gurunya ternyata berniat untuk pergi dan bahkan akan tinggal di dalam hutan bagian dalam.Bukan hanya Vivi, ternyata Zero juga sempat terkejut. Sebab hutan bagian dalam adalah tempatnya mara bahaya berkumpul. Banyak sekali rumor yang tersebar akan kengerian hutan bagian dalam.Sambil melanjutkan perjalanan, Vivi yang penasaran akhirnya bertanya kepada Zero kenapa mereka tidak tinggal di Perguruan Aslah. Dan saat mengetahui cerita dari Zero, Vivi pun merasa kasihan.Mereka akhirnya saling terbuka dan bercerita tentang satu sama lain. Inilah yang membuat hati Kioda sangat senang. Ia sudah menduga kalau mereka berdua akan sangat cocok, dan ternyata dugaannya tidak meleset.Dan pada siang harinya, mereka tiba di perbatasan antara hutan bagian luar dan hutan bagian dalam. Dan lagi-lagi, mereka menemukan hal yang membuat mereka marah.Ternyata, ada lagi sekumpulan bandit yang sedang mempermainkan seorang gadis cantik. Tapi kali ini, sepertinya mereka bukanlah para bandit biasa. Jumlah mereka juga ada dua puluhan orang lebih. Ditambah lagi, mereka masing-masing memiliki kemampuan yang cukup hebat."Guru, ayo kita tolong Kakak itu," ujar Zero."Iya, Guru. Aku tidak tahan melihatnya." Vivi juga setuju dengan Zero.Untungnya kedatangan mereka sangat tepat. Wanita itu belum sempat diperkosa. Wanita itu masih di ikat di sebatang pohon dengan kondisi mengenaskan tanpa sehelai pakaian pun."Aku tidak tahan, Guru! Aku akan maju sekarang...!"Kioda tidak bisa lagi menghindar dari pertarungan ini karena Zero yang dengan gegabah langsung maju dan menyerang kawanan Bandit itu."Jurus Pertama...!" teriak Zero.Tapi kali ini Kioda benar-benar terperangah ketika melihat Zero yang meliuk-liukkan tubuhnya dan terlihat seperti sedang menari dengan pedang. Gerakan yang Zero lakukan bukanlah seperti gerakan seorang pemula. Di setiap gerakan yang Zero lakukan itu, terlihat layaknya Master Pedang. Dan ternyata, Zero benar-benar berhasil mengalahkan lima orang sekaligus."Aku juga bisa!" Vivi tidak mau kalah dan ia pun ikut maju."Baiklah, kalian berhati-hatilah...!" Dengan pasrah, Kioda akhirnya ikut menyerang juga."Rasakan ini! Jurus Pertama!" Lagi-lagi Zero menggunakan jurus pertama yang benar-benar telah ia kuasai.Namun yang tak disangka oleh Zero bahwa ada seseorang yang mampu menahan serangan jurus pertamanya. Sejauh ini, baru kali ini Zero mendapati ada orang yang mampu menahan serangan jurus pertamanya.Pria yang mampu menahan
Zero akhirnya mendapatkan satu pedang sungguhan yang ia rebut dari Gogon. Saat ini Zero yang sedang memegang dua pedang sungguhan mencoba menebaskannya ke arah sebatang pohon yang ukuranya sangat besar dengan menggunakan jurus pertamanya."Jurus Pertama!" ucap Zero.Sring...!Ketika Zero menebaskan pedangnya, pada gerakan terakhir munculah bayangan kepala naga berwarna merah yang terlihat seperti meraung."A-apa itu?" kedua mata Vivi terbelalak."Hah?" Begitu pula dengan Kioda, ia sama terkejutnya seperti Vivi.Saat kekuatan yang dihasilkan oleh tebasan pedang Zero itu menyentuh batang pohon, pohon itu seketika langsung terpotong. Tebasan pedang Zero itu terlihat sangat mudah saat menebas sebatang pohon yang berdiameter sebesar tiga meter itu."Wah...? Aku berhasil! Guru..., Vivi, kalian lihat itu? Aku berhasil melakukannya...! Hahaha...!" Zero berteriak dengan girang ketika merasa berhasil menggunakan jurus pertama yang pertama kalinya menggunakan dua pedang sungguhan. Sayangnya, satu
Pedang milik Zero memiliki rahasia atau kekuatan khusus yang belum terungkap. Berikut adalah beberapa kemungkinan:1. Pedang Hidup: Pedang Zero mungkin lebih dari sekedar benda mati. Mungkin pedang ini memiliki kesadaran sendiri atau semacam kehidupan spiritual di dalamnya yang bisa berkomunikasi atau berinteraksi dengan Zero.2. Pedang Transformasi: Pedang Zero mungkin memiliki kemampuan untuk berubah bentuk atau ukuran, memberinya fleksibilitas dalam pertempuran. Misalnya, pedang ini bisa berubah menjadi tombak, panah, atau bahkan perisai jika diperlukan.3. Pedang Elemen: Pedang Zero mungkin memiliki kekuatan elemen tertentu, seperti api, air, angin, atau petir. Ini bisa memberinya keuntungan dalam pertempuran, tergantung pada situasi atau lawan yang dia hadapi.4. Pedang Penyembuh: Pedang Zero mungkin memiliki kemampuan untuk menyembuhkan atau memulihkan energi. Ini bisa sangat berguna dalam pertempuran yang panjang atau ketika Zero atau teman-temannya terluka.5. Pedang Legendaris
Zero membuka peti itu. Dan kedua mata Zero sangat berbinar setelah melihat isinya. Dalam peti itu terdapat banyak sekali perhiasan emas."Guru, Vivi, lihatlah apa yang aku temukan!" Zero berteriak dengan girang."Yah, kita simpan saja semua barang berharga ini. Tapi sepertinya stok makanan yang mereka miliki tidak terlalu banyak. Terpaksa nanti kita akan berburu hewan di dalam hutan untuk bekal kita ke depannya," jawab Kioda."Guru, aku juga menemukan sesuatu!" Kini gantian Vivi yang berteriak sangat antusias.Ternyata Vivi menemukan satu pedang yang berada di dalam sebuah karung. Pedang itu terlihat dibalut oleh kain sutra berwarna putih. Karena merasa sangat senang, Vivi tanpa sadar langsung langsung meraihnya."Argh...!" Namun Vivi malah berteriak seperti orang yang kesakitan. Setelah itu tatapannya terasa buram."Vivi, ada apa...!" Zero langsung bergegas mendekati Vivi. Begitu pula dengan Kioda.Dan Zero menambah kecepatan berlarinya karena melihat Vivi yang tubuhnya terkulai. Untu
Vivi merasa sangat asing dengan tempat di mana ia berada saat ini.Sedangkan Zero, ia terlihat sangat khawatir dengan Vivi."Guru, apakah benar Vivi baik-baik saja?" tanya Zero."Tenanglah. Aku berani bertaruh apapun, Vivi memang baik-baik saja. Nanti ketika ia sadar kita dengarkan saja cerita pengalamannya ke dimensi lain," jawab Kioda."Baiklah, aku percaya dengan Guru. Tapi Guru, bisakah aku juga pergi ke dimensi lain seperti yang Guru katakan tadi?" Ternyata Zero merasa sedikit iri dengan Vivi.Zero iri tetapi tidak dengki. Ia merasa iri karena ada rasa penasaran juga dengan ucapan gurunya tentang dimensi lain."Suatu saat aku yakin kau pasti bisa pergi ke sana. Oleh sebab itu, kau harus lebih giat lagi berlatih sesuai apa yang ada pada Kitab Legendarismu itu. Dan sekali lagi aku mengingatkanmu, jangan pernah memberitahu siapapun tentang kitab dan juga pedangmu," ujar Kioda."Baik, Guru. Tenang saja, aku tidak akan memberitahukan pada siapapun tentang hal ini kecuali kita bertiga,
Ketika mendengarkan kisah tentang Master Pedang, semangat Zero langsung membara. Sebab, Zero sering kali berangan-angan kalau dirinya menjadi Master Pedang. Dan kebetulan, Master Pedang yang ada dalam cerita gurunya itu adalah ayahnya sendiri."Guru, apakah aku benar-benar bisa menjadi pendekar yang hebat seperti Ayahku?" tanya Zero."Zero, aku sangat yakin kalau nanti kau bukan hanya bisa hebat seperti Ayahmu saja. Tapi kau akan jauh lebih hebat dan melampaui Ayahmu. Aku sangat yakin akan hal itu, Zero." Kioda menjawab sambil mengendalikan kereta kuda yang mereka kendarai.Dan tak terasa, akhirnya langit pun hampir terlihat gelap. Mumpung masih sore hari, Kioda akhirnya memutuskan untuk mencari tempat beristirahat mereka bertiga nanti malam. Nampaknya perjalanan mereka sudah separuh perjalanan.Lalu Zero dan Kioda kembali membenahi barang-barang yang mereka butuhkan. Dan setelah semuanya selesai, Zero masih merasa khawatir dengan keadaan Vivi karena saat ia melihat kondisinya ternyat
Ketika Kioda bertanya ke arah seseorang yang melemparkan pisau kecil tadi, pertanyannya Kioda itu, justru hanya dijawab dengan beberapa pisau kecil yang kembali melesat ke arahnya. Sepertinya pisau kecil itu juga memiliki racun pada bagian ujungnya. Kioda dapat merasakan adanya racun pada pisau kecil itu menggunakan indera penciumannya yang sudah berada di level tertinggi."Kalian asal menyerang saja! Tidakkah kalian bertanya terlebih dahulu kepada kami?! Apa kami pernah mengganggu atau berbuat kesalahan terhadap kalian?!" Kioda masih menahan kekuatannya karena ia juga merasakan orang-orang ini tidaklah memiliki aura kegelapan. Biasanya, jika orang-orang ini pembunuh maka aura kegelapan yang mereka miliki akan terasa dengan jelas. Itulah sebab Kioda mencoba untuk mengajak mereka berbicara terlebih dahulu.Akan tetapi, mereka tidak mau menjawab. Kioda akhirnya mengambil kuda-kuda untuk bertarung, begitu pula dengan Zero."Guru, kalau mereka ingin bertarung, biar aku saja yang meladeni
Hampir saja Kioda menabrak orang yang tiba-tiba berada di hadapannya ini."Ketua!" Dan dengan serentak orang-orang yang berpakaian serba hitam dan bertopeng itu langsung berhenti lalu menundukkan tubuh mereka tanda memberi hormat kepada orang yang mereka sebut Ketua itu."Maafkan kelancangan kami, Master Kioda!" Dan ternyata, pria tersebut langsung berlutut kepada Kioda. Ia juga tahu dengan nama Kioda."Kalian semua dihukum!" Teriak Vivi.Zero dan Kioda langsung mengalihkan pandangannya ke arah suara orang yang mereka kenali, Vivi. Tentu saja mereka berdua terlihat bingung dengan situasi yang saat ini mereka alami."Vi-vivi...?" Tapi Zero langsung berlari mendekati Vivi dan tidak perduli dengan apapun yang tengah terjadi saat ini."Tenanglah, Zero." Vivi merasa sangat senang dan tersenyum manis."Apakah kau baik-baik saja? Kapan kau terbangun? Apakah kau merasa lapar? Oh iya, tunggu! Aku dan Guru sudah menyiapkan makanan untukmu." Nampaknya Zero terlihat sangat senang juga melihat Vivi