"Ada apa sebenarnya, Kisanak?" Sergah Nyai Cemarawangi, menengahi. Kakinya maju beberapa tindak, mendekati tempat Angon Luwak.
"Maafkan kalau, ng... anak lelakiku ini telah berbuat lancang. Tapi, mungkin dia hanya tak ingin ada tindakan main hakim sendiri," Sambung Nyai Cemarawangi.
Si bocah dekil di sisinya mengangguk-angguk membenarkan, seperti seekor kakak tua. Padahal, sebelumnya terpikir pun tidak alasan seperti itu di benaknya.
"Tak perlu kau banyak tanya, Perempuan! Cepat kau serahkan saja lelaki itu padaku!"
"Tidak, sampai kau jelaskan duduk perkaranya!" Sela Tresnasari, menandaskan! Dari tempatnya berdiri gadis tanggung itu pun maju beberapa tindak.
"Bedebah!" Maki lelaki berwajah bengis.
"Setan alas!" Balas Tresnasari, sengit.
"Ular kadut!" Angon Luwak ikut-ikutan. Cuma sedikit latah pada saat keadaan jadi tegang seperti itu. Sewaktu menyadari dia telah memaki lelaki bertampang seram, buru-buru mulutnya didekap.
"Cuku
ANGKARA tak kunjung mati di bumi mana pun. Setiap kali pertiwi merintih. Lahir pula sang Ksatria Menjawab angkara dengan caranya. Meski darah harus tertumpah. Meski jiwa tercacah Meski tubuh harus terencah Ini dunia, di mana dia menanam darma Adalah dia pewaris bumi ini Adalah dia yang tetap hidup Meski telah mati.Angon Luwak berkutat sendiri, melawan tarikan lumpur yang lamat tapi pasti terus menelan dirinya. Semakin dia bergeliat untuk mencapai tepian lumpur dalam yang sulit ditentukan dasarnya, semakin cepat saja tubuhnya tertelan. Di batas leher, matanya membesar. Dia mulai merasa usianya tinggal beberapa tarikan napas saja. Biar seberani apa pun dia, kendati sekeras apa pun tekadnya untuk menyelamatkan diri, tak urung kepanikan meruyak juga. Dia mulai kelabakan. Terlebih ketika batas dagunya mulai terendam permukaan lumpur berpasir dan berbau lumut itu.Kepanikan tersebut menyebabkan dirinya makin tak bisa lagi mengendalikan gerakan. Karena itu puia dia makin cep
Angon Luwak setengah mati mencoba menghiburnya. Namun setiap kali dicoba, Tresnasari malah memperlihatkan wajah tak bersahabat. Lebih dari itu, tersirat kebencian di matanya.Itu menyebabkan Angon Luwak pun makin merasa disudutkan. Sampai siang ini, si bocah tanggung dekil berambut kemerahan tak tahan lagi.Diam-diam dia pergi meninggalkan gubuk tanpa sepengetahuan Ki Kusumo ataupun Tresnasari. Satu tujuannya yang terbilang sinting untuk bocah seperti dia hendak dicarinya Dirgasura. Dia akan menuntut balas atas perlakuan Dirgasura pada Nyai Cemarawangi. Bocah tanpa bekal olah kanuragan secuil pun seperti dia? Apa itu tidak sinting?-o0o-Angon Luwak tiba di satu daerah dekat perbatasan Ketawang-Jogoboyo slang itu. Angin berhembus semilir damai melintasi wajah keruhnya. Sejak berangkat dari pantai Ketawang, tak ada perubahan tekad sedikit pun dalam hati anak itu.Benar-benar sudah bulat tekadnya untuk meminta pertanggungjawaban Dirgasura terhadap ke
"Hendak ke mana kau?!" Bentak Ki Kusumo, baru saja empat langkah Angon Luwak menjejakkan kaki di atas pasir pantai.Mendadak saja, tubuh Angon Luwak sulit digerakkan. Bukan cuma sepasang kakinya yang memberat seperti dipaku langsung ke dalam bumi, tubuhnya pun sulit digerakkan. Anak itu mematung dalam posisi orang melangkah, membelakangi Ki Kusumo."Kalau kau ingin terus berdiam diri di situ sampai beberapa hari, kau boleh menolak ajakanku sekarang," Ancam Ki Kusumo. Main-main tentunya. Angon Luwak tidak menyahut. Meski Ki Kusumo tidak membuat otot mulutnya kaku juga."Aku cuma ingin bicara padamu. Apa salahnya?" Bujuk Ki Kusumo."Salahnya, kau terlalu memaksa Pak Tua," Ucap Angon Luwak akhirnya, keras kepala."Tapi aku ingin membicarakan satu hal penting.""Tapi mestinya kau menanyakan dulu padaku, apakah aku mau kau ajak bicara atau tidak," Sengit Angon Luwak.Si orang tua yang sampai saat itu belum diketahui jati diri sesungguhnya
"Kau yang menyebabkan Nyai terluka parah, Kambing Buduk Brengsek!" Makinya seperti suara orang hendak menangis."Sudahlah, Cah Ayu...," Ki Kusumo mencoba menengahi. Kalau tidak, pasti satu jotosan bersarang empuk kembali di wajah Angon Luwak. Bisa jadi juga berkali-kali. Mungkin sampai Angon Luwak pingsan lagi. Siapa tahu? Masih dengan dada turun-naik dibakar kegusaran, si dara tanggung meninggalkan gubuk.Pintu dikuaknya lebar-lebar, membiarkan sinar matahari lancang menerobos masuk. Mata Angon Luwak menyipit, silau diterjang sinar terang."Apa yang terjadi dengan Bibik, Pak Tua?" Tanya Angon Luwak tergesa, ketika terngiang hardikan Tresnasari terakhir."Ibu perempuan itu yang kau maksud?"Ki Kusumo meminta kejelasan seraya menyerahkan gelas bambu pada Angon Luwak. Angon Luwak menerima. Sambil menyambut sodoran gelas bambu tadi, ditunggunya jawaban orang tua yang sedang mengaduk-aduk sesuatu di dalam mangkuk tanah liat dengan tangan kanannya.
Darah hitam termuntah dari mulutnya. Kalau saja dia tak dalam keadaan sakit, tentu luka dalam yang dideritanya tak akan separah itu. Tresnasari meraung-raung memanggil-manggil ibunya. Dari tempatnya berdiri, dia berlari memburu Nyai Cemarawangi! Tiba di dekatnya, disergapnya tubuh perempuan itu sambil bersimpuh."Nyai tidak apa-apa?" Tanya gadis ayu itu tersendat-sendat dihadang isak.Air mata membasahi kedua pipi kemayunya. Ibunya tak bisa menjawab, kecuali menggelengkan kepala. Dia ingin meyakinkan anaknya kalau keadaan dirinya tak perlu dikhawatirkan.Sayang, darah kehitaman yang terus merembes keluar dari sela-sela bibir pucatnya mengatakan suatu yang lain. Beranglah Tresnasari. Cepat dicabutnya kembali sepasang belati dari ikat pinggang. Dia bangkit dengan wajah mengeras."Orang itu harus membayar perlakuannya terhadap Nyai," Geramnya."Jjj... jangan, Tresna...."Sang ibunda hendak menahan. Tresnasari sudah telanjur berlari menghambur k
Orang tua sakti misterius itukah yang telah sengaja menyalurkan tenaga dalamnya ke diri Angon Luwak hingga membuatnya sanggup bertahan terhadap terjangan kekuatan tenaga dalam yang disalurkan Dirgasura dalam bentakannya? Ah, Ki Kusumo sendiri saat itu malah sedang sibuk menggeleng-gelengkan kepala. Biar mampus disambar capung, dia terheran-heran menyaksikan si bocah sehat wal'afiat.Padahal Ki Kusumo sudah mengukur kekuatan teriakan bertenaga dalam kedua Dirgasura. Teriakan itu lebih kuat dari sebelumnya. Mestinya, keadaan Angon Luwak akan semakin parah. Bahkan bisa-bisa pula tak sadarkan diri.Semalam dia dibuat bertanya-tanya dalam hati karena si bocah yang ditaksirnya hendak dijadikan murid ternyata sanggup mengalahkan 'sirap'nya. Kini terjadi hal lain lagi. Benar-benar tak bisa dimengerti!Merasa telah dikelabui dari awal, Dirgasura jadi penasaran. "Siapa kau sebenarnya?" Tanya Dirgasura, ditujukan pada Angon Luwak.Angon Luwak tak memperhatikan. Dia