MasukSambaran mata golok lawan dlsambutnya dengan satu tendangan yang menyerupai gerak kayuhan ekor hiu jantan.
Wukh!! Krak!!
Ketajaman matanya mendukung tendangan tadl tepat mendarat pada pergelangan tangan lelaki brewok. Goloknya kontan terpental amat jauh, lantas nyangsang di atap kedai. Pemiliknya sendiri berteriak luar biasa keras. Rupanya, hantaman punggung kaki Angon Luwak menyebabkan pergelangan tangannya remuk seketika! Sebelum lelaki brewok sempat menikmati rasa sakit yang meruyak sampai ke ulu hati, satu tohokan jari-jemari Angon Luwak menanduk langsung ke dadanya.
Dep!!
Tangan kokoh berjari berwarna merah kebiruan yang selama ini selalu menentang kekuatan gelombang dan menaklukkan gunung karang, masuk telak di dada lelaki brewok. Seketika itu terdengar suara derak terpendam menggiris hati.
Hanya dengan kekuatan jarinya, tiga tulang iga lelaki brewok terpatah di dalam. Tubuhnya terjajar deras ke belakang. Saat yang sama, darah tersembur kelua
Malam kala itu juga menjadi terang benderang. Warna keemasan menebar dalam jarak satu-dua tombak. Mengepung tubuh si pemuda tanggung.Kala yang sama, beberapa anak buah Dirgasura memekik nyaris berbarengan. Lalu tubuh-tubuh berjatuhan.Ada yang kehilangan kepala.Ada yang terpotong setengah badan.Ada yang terbelah dadanya....Dirgasura sempat menyelamatkan diri dengan membuang tubuh sekuat-kuatnya ke belakang. Tak urung kulit perutnya tersayat oleh angin putaran Cemeti Laut Selatan.Sepertinya, angin putaran senjata pusaka di tangan pemuda tanggung itu telah menjelma menjadi mata pedang kasat mata!Ketika sanggup menempatkan diri cukup jauh dari ancaman maut senjata si pemuda tanggung, mata Dirgasura dibuat tak berkedip menyadari benda apa yang berada di tangan lawan berusia hijaunya."Cemeti Laut Selatan...," Desis Dirgasura terseret, bergetaran.Berdesir hatinya bukan karena kehebatan si pemuda tanggung, melainkan kar
Angon Luwak benar-benar tiba di markas terakhir Laskar Lawa Merah malam itu. Dia mengendap-endap di antara semak-semak, mencari-cari tempat di mana Mayangseruni ditahan. Sebenarnya prajurit Demak yang ditemuinya di hutan waktu itu tidak memberitahukan padanya lokasi terakhir gerombolan perampok. Dianggapnya, Angon Luwak hanya main-main. Lagi pula urusan itu adalah wewenang kerajaan, terlalu besar untuk dibicarakan pada seorang bocah baru besar seperti Angon Luwak. Terutama posisi terakhir Laskar Lawa Merah.Angon Luwak memang tak tergolong pemuda tanggung berhati cebol. Dia tak menyerah untuk mencari tahu.Diputarnya otak.Didapatnya akal.Diam-diam disatroninya pasukan Demak. Caranya dengan menguntit prajurit Demak yang ditemuinya. Di barak sementara pasukan Demak, Angon Luwak menguping setiap pembicaraan prajurit Demak. Sampai akhirnya salah seorang dari mereka menyebut-nyebut nama tempat di mana Laskar Lawa Merah terakhir dikepung.Kembali ke An
Tahu-tahu timbul akal kancilnya. Diserahkan Cemeti Laut Selatan seperti tak punya masalah apa-apa. Setelah itu, dia ngeloyor pergi."Mau ke mana kau?!""Entahlah!""Minggat?!""Iya, minggat!"Wajah Dongdongka berubah pucat. Minggat? Ancaman paling menyeramkan bagi tua bangka itu."Bagaimana dengan panggang rusa kita?" Dicobanya merayu Angon Luwak."Silakan Kakek menghabiskan sendiri...."Dongdongka garuk-garuk kepala."Bag... bagaimana dengan pelajaran olah kanuraganmu, Cah sinting?""Aku tidak mau lagi!"Meringislah bibir peyot Dongdongka. Itu sebenarnya hal yang paling ditakuti Dongdongka. Buru-buru dikuntitnya langkah si pemuda tanggung. Di belakang pemuda itu, Dongdongka bertanya lagi. "Memangnya kenapa?""Karena aku mau berhenti!""Iya, tapi kenapa?""Entahlah....""O, kau ingin benda ini, kan?"Angon Luwak menghentikan langkahnya. Diam-diam dia tersenyum di depan Don
"Aku pernah mendengar namanya. Sebentar...."Prajurit tadi mengingat-ingat."O, iya! Mayangseruni."Tersentaklah Angon Luwak bagai disengat puluhan kalajengking."Perempuan sebaya saya, Kang?""Iya. Kok tahu?""Rambutnya diekor kuda?""Iya iya!""Wajahnya ayu, berbaju kuning, bercelana pangsi merah hati?!""Iyaaa! Eh, kau kenal dia, ya?""Kacaubalau!!""Kacaubalau?! Siapa yang kacaubalau?!""Dia itu kawanku, Kang!""Kawanmu?!""Kalau begitu, Kakang sekarang beri tahu saya di mana Laskar Lawa Merah berada sekarang!""Memangnya?""Aku akan ke sana. Mau menyelamatkan Mayangseruni!"Kening prajurit tadi berkerut. Alisnya bertaut."Kau jangan bergurau?!""Ah, Kakang Ini!""Ah, kau ini!""Sungguh Kang, aku tak bergurau!"-o0o-SENJA, menjelang malam. Angon Luwak mengendap-endap masuk gubuk. Rusa hasil buruannya dilet
Angon Luwak hari itu sedang berjalan di sekitar hutan perbatasan Pandan Kutowinangun. Gurunya, Dedengkot Sinting menyuruhnya untuk berburu rusa. Dia hendak makan enak, makan besar, begitu kata Dongdongka. Tak mau makan daging kelinci atau ayam hutan yang lebih mudah didapatkan. Dia cuma mau makan daging rusa panggang!Kakek tua itu seperti perempuan sedang ngidam saja! Ada seekor rusa gemuk sedang asyik makan semak. Angon Luwak tersenyum. Buruannya menanti. Dipersiapkannya anak panah. Cukup hanya dengan sekali bidik, akan didapatkannya rusa jantan gemuk itu. Akan dibawanya pulang ke gubuk, biar gurunya merasa senang, pikirnya.Agar tak meleset, Angon Luwak mengendap-endap lebih dekat. Sialnya, dia menginjak ranting kering.Krak! Rusa itu pun lari."Brengsek!" Rutuk Angon Luwak.Sekarang, dia harus mencari lagi buruan yang lain. Tak putus semangat, pemuda tanggung itu meneruskan perburuan. Rejeki memang tak kemana-mana kalau berjodoh. Rusa yang sebe
Orang tua aneh itu sedang duduk mencekung sendiri menghadap laut. Hampir setiap malam dia melakukan itu. Mungkin sedang merenungi perjalanan hidup yang telah demikian lelah.Angon Luwak menghampiri. Sebelum sampai, Dedengkot Sinting memperlihatkan sesuatu di tangannya. Tanpa berbalik, membiarkan punggung bungkuknya menghadap Angon Luwak."Kau dapat dari mana benda ini?" Tanyanya.Malam gelap. Cahaya bulan sabit samar-samar. Angon Luwak memperjelas pandangan. Sesuatu di tangan gurunya adalah benda yang pernah ditemukannya tanpa sengaja di Pulau Hantu. Benda berbentuk cemeti bertali keemasan. Gagangnya terdapat hiasan kepala naga berwarna emas."O, itu,..," Desah Angon Luwak sambil menguap lebar-lebar."Cepat jawab!""Aku menemukannya di Pulau Hantu!""Sudah kuduga....""Sudah itu saja, Kek? Aku masih ngantuk....""Belum! Duduk kau!"Dalam hati Angon Luwak mengeluh. Bidadari dalam mimpinya pasti sudah pergi jauh ent







