Home / Historical / Pendekar Tangan Dewa / Suami Istri yang Luar Biasa

Share

Suami Istri yang Luar Biasa

last update Last Updated: 2024-11-29 10:11:48

Setelah berhasil menotok kedua anak itu, A San segera lari menuju ke halaman belakang di mana terdapat istal kuda. A San memilih kuda jempolan yang biasa dipakai oleh Li Hoan. Kemudian memilih dua kuda jempolan lainnya.

Setelah itu, ia segera menyiapkan kereta kudanya. Begitu semua persiapan selesai, A San langsung pergi lewat jalur lain.

Suara ringkik tiga ekor kuda itu terdengar keras. Li Hoan yang saat itu sudah berlumuran darah dan tubuhnya penuh luka, dapat mendengar suaranya dengan jelas.

Perasaannya menjadi lega. Meskipun dirinya harus tewas malam ini, tapi asalkan dua orang anak itu selamat, maka mati pun tidak menjadi persoalan.

Ia rela mati asalkan keturunannya bisa selamat.

Ketika Li Hoan menutup kedua mata, mendadak telinganya mendengar suara orang berlari. Dia segera membuka matanya kembali. Dilihatnya Bi Lian sudah berada di sisi sambil menangis tersedu-sedu.

Wanita itu lalu mengangkat kepala Lo Hoan. Kini kepalanya berada di atas pangkuan sang istri.

"Istriku, mengapa ... mengapa kau tidak ikut pergi bersama A San?" tanyanya lirih.

"Tidak, aku tidak mau ikut dengannya. Kita sudah bersumpah untuk bersama sampai maut memisahkan," ucap Bi Lian sambil memegangi wajah suaminya yang sudah mulai pucat pasi.

Sekulum senyuman segera tersungging di bibir Li Hoan. Jawaban istrinya ini benar-benar membuatnya bahagia. Tapi di satu sisi, dia pun merasa sedih.

Sebab mereka tidak bisa lagi bercanda gurau seperti biasanya.

"Apakah A San sudah pergi?" tanya memastikan.

"Ya, dia sudah pergi,"

"Syukurlah. Aku bisa lebih tenang,"

Bi Lian tidak menjawab. Hanya saja air mata yang keluar dari kedua mata itu semakin deras. Laksana hujan yang mengguyur saat ini.

"Bi Lian, apakah kau tidak menyesal menikah denganku?"

"Mengapa harus menyesal? Aku bahkan sangat bahagia bisa hidup dan mati bersamamu. Kalau ada kesempatan dilahirkan kembali, aku tetap ingin menjadi istrimu lagi,"

"Terimakasih. Kau benar-benar istri yang terbaik,"

Sepasang suami istri itu bicara dengan tenang dan santai. Terhadap empat orang bercadar yang kini berada di sana, mereka tidak menganggapnya sama sekali.

Seolah-olah di tempat itu hanya ada mereka berdua saja.

"Sungguh sepasang suami istri yang malang," kata salah satu dari musuhnya dengan nada mengejek.

"Selain pintar membuka usaha, ternyata dia juga pintar memilih istri," sambung temannya yang lain.

Memang, raut wajah Bi Lian benar-benar cantik. Tubuhnya tinggi semampai dengan rambut panjang hitam yang selalu dibiarkan terurai. Bola matanya bening seperti embun di pagi hari. Hidungnya mancung dengan mulut mungil menggiurkan.

Singkatnya, setiap wanita yang melihat Bi Lian, pasti akan merasa iri. Dan setiap pria yang memandangnya pasti akan merasa darahnya bergolak.

Walaupun usianya saat ini tidak bisa dibilang muda, tapi kecantikan dan kesempurnaan tubuhnya masih dapat terlihat dengan jelas.

"Waktu kita sudah tidak banyak. Mari kita selesaikan pekerjaan ini," salah seorang dari mereka membuka suara.

Orang itu sadar, kalau terlalu lama membuang-buang waktu, mungkin kejadian berikutnya bisa diluar dugaan.

Tiga rekannya mengangguk setuju. Secara serentak keempat orang tersebut segera melesat ke arah Li Hoan dan Bi Lian.

Melihat kedatangan musuh, sepasang suami istri itu langsung sigap. Keduanya bangkit berdiri dan siap menghadapi serangan yang datang.

"Istriku, mari kita berjuang sampai tetes darah terakhir,"

"Baik. Demi menjaga kehormatan Keluarga Li, aku siap berjuang di sampingmu," jawab Bi Lian.

Walaupun dia bukan tokoh dunia persilatan, tapi sedikit banyak, ia pun mempunyai kemampuan yang cukup lumayan.

Setidaknya, Bi Lian masih bisa disejajarkan dengan pendekar kelas dua.

Kini keempat orang bercadar itu sudah datang dengan empat macam serangan yang berbeda. Li Hoan dan Bi Lian menyambut kedatangan mereka.

Jurus-jurus simpanan keduanya segera digelar. Pertarungan kembali terjadi. Sepasang suami itu bertarung bagaikan dua ekor harimau yang terluka.

Serangan mereka benar-benar ganas dan sudah tidak memikirkan keselamatan diri.

Pada saat itu, tiba-tiba dari arah lain muncul lagi lima belas orang. Mereka adalah para penjaga dan sebagian anak buah Li Hoan yang bekerja di perusahaannya.

Walaupun orang-orang itu tidak ada sangkut pautnya dengan kejadian ini, tapi sebagai rasa setia kawan dan terimakasih, mereka siap untuk mati bersama majikannya.

"Mengapa kalian kemari? Pergilah! Jangan sampai kalian menjadi korban keganasan para iblis ini," kata Li Hoan di tengah-tengah pertarungannya.

"Kami tidak akan pergi. Kami akan di sini bersamamu, Tuan," kata salah seorang penjaga yang sudah mengabungkan diri ke dalam pertarungan.

"Jangan bodoh. Kalau tetap di sini, kalian bisa mati,"

"Kalau begitu, biarlah kami akan mati bersamamu,"

Penjaga tersebut berkata dengan mantap. Sedikit pun tidak ada keraguan.

Hati Li Hoan merasa terharu. Setetes air mata kembali keluar. Dia sangat bersyukur karena hidupnya dikelilingi oleh orang-orang yang setia.

"Baiklah. Terimakasih atas apa yang telah kalian lakukan kepadaku selama ini,"

Pertarungan terus berlanjut. Sepak terjangnya Li Hoan dan Bi Lian semakin lama, makin brutal. Meskipun seluruh tubuh mereka sudah dipenuhi oleh luka-luka, tapi semangatnya tidak pernah padam.

Sedangkan lima belas orang penjaga dan anak buahnya, satu persatu dari mereka mulai menemui ajal.

Keempat orang bercadar itu mempunyai kemampuan yang benar-benar tinggi. Ilmu mereka juga sudah mencapai tahap sempurna. Setiap serangannya mengandung tenaga besar. Setiap tubuhnya berkelebat, pasti ada nyawa yang melayang.

Hujan masih mebgguru tanpa henti. Gemuruh guntur pun masih terdengar.

Seolah-olah alam juga merasa sedih melihat peristiwa yang menimpa Keluarga Li.

Lima belas menit kemudian, setelah bertarung mati-matian, akhirnya selesai sudah kisah hidup suami istri itu. Li Hoan tewas karena mengalami luka di sekujur tubuh dan kehabisan darah, sedangkan Bi Lian menemui ajal setelah sebatang pedang menusuk jantungnya.

Jasad suami istri itu berdampingan. Bahkan sebelum ajal benar-benar menjemput, mereka sempat berpegangan tangan sebagai tanda keduanya tidak bisa dipisahkan.

Cinta sejati!

Cinta sejati ternyata benar-benar ada di dunia ini. Begitu besarnya kekuatan cinta sampai-sampai mampu membuat seseorang berkorban segalanya demi orang yang tercinta.

Pertarungan berdarah itu sudah selesai. Keempat orang bercadar tadi entah pergi ke mana. Yang jelas mereka sudah menghilang dari pandangan mata.

Hujan deras akhirnya berhenti. Guntur pun hilang bagai ditelan bumi. Suasana di gedung Keluarga Li kembali sepi sunyi.

Di sana sudah tidak ada manusia hidup lagi. Yang ada hanyalah mayat-mayat yang bergelimpangan.

Darah yang menggenang telah bercampur dengan air hujan. Bau amis darah segar segera terbawa oleh semilir angin malam yang dingin.

Di kejauhan sana tiba-tiba terdengar suara lolongan serigala sehingga menambah daya seram malam itu.

Perlahan namun pasti, kegelapan malam mulai berlalu. Langit yang tadinya kelam, kini mulai berubah menjadi terang.

Fajar baru menyingsing. Namun keadaan di Kota Yunan sudah ramai. Bahkan lebih ramai dari biasanya.

Semua orang kini telah berkumpul di gedung Keluarga Li. Mereka semua sedang menyaksikan puluhan mayat yang tewas mengenaskan.

Hati orang-orang itu diliputi oleh perasaan ngeri. Terlebih lagi, semua orang yang hadir merasa sedih melihat kematian Keluarga Li yang terkenal baik dan royal tersebut.

Setiap yang ada di sana mempunyai pertanyaan yang sama dalam benaknya.

Siapa orang yang tega membunuhnya? Dan apa pula alasannya?

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Rafael Jaya
novel yang bagus
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Pendekar Tangan Dewa   Lembah yang Terbakar dan Bayangan yang Terungkap

    Tie Gu, sang penjaga lembah, mengeluarkan jurus Bayangan Menusuk Sumsum, membuat dua pendekar Balai Hitam tersungkur sambil memuntahkan darah hitam.Di sisi lain, Nona Lin melompat ringan di antara reruntuhan dan melepaskan belasan jarum perak dari lengan bajunya. Tujuh dari jarum itu menancap di dada dan leher lawan, membuat mereka roboh bahkan sebelum menyadari arah datangnya serangan.Li Bing tidak bergerak. Ia masih berdiri dan menunggu.Seorang lelaki bertopeng dengan jubah ungu-abu melangkah ke depan. Gerakannya tidak cepat, tapi angin di sekitar tubuhnya seolah mundur dari jalannya. Di dadanya, terdapat lambang Balai Hitam dengan tiga cakar melingkar."Tuan Muda Li," ucapnya, suaranya dalam seperti gua tua. "Berikan peta itu, dan kami akan biarkan tempat ini tetap berdiri.""Tempat ini mungkin akan roboh," jawab Li Bing pelan. "Tapi kalian akan roboh lebih dulu."Dan pertempuran pun meletus!Lelaki bertopeng melancarkan jurus Jaring Racun Bayangan Jiwa, serangan berbentuk ling

  • Pendekar Tangan Dewa   Jejak Berdarah Menuju Perguruan Selatan

    Dalam dunia persilatan yang diliputi kabut dan darah, tak ada jalan yang benar-benar lurus. Hanya mereka yang bersedia mengorbankan ketenangan jiwanya yang sanggup menembus tirai rahasia dan menemukan cahaya di ujung lorong gelap. Li Bing, pemuda yang memikul warisan leluhur, melangkah tidak sekedar dengan tekad, tapi juga dengan luka yang terus menganga.Di perbatasan selatan, gerimis menyambut langkah kaki mereka. Kabut menggantung rendah, seakan menutupi jalan menuju nasib yang tak menentu. Di sanalah berdiri desa tua bernama Mingzhi, desa perantara menuju wilayah Perguruan Ular Emas—sebuah tempat yang disebut-sebut dalam bisik-bisik sebagai sarang dari segala tipu muslihat.Desa itu sunyi, malah terlalu sunyi. Tidak ada suara ayam, tidak ada tawa anak-anak, hanya suara embusan angin yang menerpa dedaunan. Pintu-pintu rumah terkunci, jendela-jendela tertutup rapat. Hanya satu kedai tua tampak terbuka separuh, digoyang angin seperti ingin menelan siapa pun yang masuk.Di dalam k

  • Pendekar Tangan Dewa   Kabut Dendam di Perguruan Batu Langit

    Angin dari utara membawa bau dingin dan samar getir darah. Sepanjang perjalanan, kabut tipis menyelimuti hutan cemara yang menjulang di kanan kiri jalan tanah. Li Bing dan Nona Lin berjalan dalam diam, seakan waktu pun segan memecah kesunyian mereka. Sejak keluar dari Kota Arwah, langkah kaki keduanya menjadi lebih berat, bukan karena lelah, melainkan oleh beban pertanyaan dan takdir yang kian menyesakkan."Bahkan langit pun seperti menyimpan rahasia," gumam Nona Lin pelan. "Mendung terus menggantung, tapi tak pernah benar-benar turun hujan."Li Bing tidak menoleh, tapi bibirnya menggerakkan satu kalimat."Karena langit pun sedang ragu, apakah yang akan turun adalah hujan ..., atau darah."Setelah tiga hari perjalanan tanpa nama, mereka tiba di depan gerbang Perguruan Batu Langit. Dulu, tempat ini adalah pusat ilmu dan kebijaksanaan, para pendekar dari utara dan selatan menaruh hormat yang dalam. Namun kini, gerbang batu itu ditumbuhi lumut dan cat tembok mulai retak."Tak ada penja

  • Pendekar Tangan Dewa   Bayangan Terbelah di Kota Arwah

    Bayangan Tua tidak datang sendiri. Empat orang muncul dari bayang-bayang pilar kuil, masing-masing membawa senjata pusaka lama—bukan untuk membunuh, tapi untuk menguji."Jika kau tidak lolos, maka dunia akan tahu bahwa warisan itu bukan untukmu," ucap mereka bersamaan.Li Bing maju tanpa ragu. Pertarungan pun dimulai.Satu lawan empat.Tapi jurus-jurus Li Bing telah matang. Ia menggabungkan jurus Bayangan Kematian Menyelimuti Dunia dengan jurus Langkah Naga Sakti, bergerak seperti hantu dan membalas secepat kilat. Pertarungan berlangsung dalam diam. Tidak ada sorak, hanya suara napas dan hantaman tenaga dalam.Nona Lin hanya bisa menyaksikan dari kejauhan, tangan menggenggam gagang pedangnya dengan erat. Hawa di sekitar tubuhnya terasa dingin menusuk, tapi ia tahu, ini adalah ujian pribadi Li Bing.Satu per satu, para penjaga itu jatuh berlutut. Tidak terluka parah, hanya dibuat tak sanggup melanjutkan."Kau lulus ..., bukan karena kekuatanmu, tapi karena kau tidak membunuh kami," kat

  • Pendekar Tangan Dewa   Cahaya Terakhir di Langit Timur

    Fajar baru belum sempat mengoyak kabut yang menyelimuti Lembah Sunyi. Embun membeku di ujung-ujung dedaunan, dan udara mengandung keheningan yang dalam, seolah seluruh alam berhenti sejenak untuk menyaksikan perubahan besar yang baru saja terjadi.Li Bing berdiri menghadap timur. Di belakangnya, Kitab Leluhur Langit telah kembali ke altar, menyimpan rahasia agung dalam keheningan suci. Nona Lin berada di sampingnya, wajahnya tenang namun matanya menyimpan ribuan tanya. Jian Yu berdiri beberapa langkah di belakang, memberi ruang bagi pemuda itu untuk menyelami apa yang telah ia pelajari."Apa yang akan kau lakukan sekarang, Tuan Muda Li?" tanya Jian Yu, suaranya nyaris seperti bisikan angin.Li Bing tidak segera menjawab. Tatapannya jauh, menembus awan-awan tipis yang menggantung rendah."Aku harus kembali ke utara. Ke Perguruan Batu Langit. Di sana, guruku dulu menyimpan naskah perjanjian lima leluhur. Jika benar Balai Hitam bergerak, maka mereka pasti mengincar pusaka yang tersebar

  • Pendekar Tangan Dewa   Kitab Leluhur Langit

    "Tapi Balai Hitam mengincar ini!" Nona Lin menyela. "Mereka bahkan mengirim pembunuh bayaran untuk menghentikan kami! Jika ini berbahaya, bukankah kita harus mencegah mereka mendapatkannya?" "Mereka memang menginginkannya, dan itulah mengapa aku tidak bisa membiarkan siapa pun, bahkan kalian, mengambil risiko." Jian Yu menarik napas panjang. "Kitab Leluhur Langit hanya bisa diaktifkan oleh keturunan langsung dari lima leluhur pendiri perguruan. Dan dari sisa darah yang mengalir di dunia persilatan saat ini, kau adalah satu-satunya yang memenuhi syarat, Tuan Muda Li." Li Bing terdiam. Ucapan itu menggaung dalam benaknya, mengaitkan dengan potongan-potongan informasi yang ia kumpulkan, keluarganya, Peta Rahasia Langit, dan kini Kitab Leluhur Langit. Jadi, semua ini memang terhubung dengan darahnya. "Lalu, apa yang akan kau lakukan?" tanya Li Bing, menatap lurus ke mata Jian Yu. "Kau akan menghentikan kami dengan paksa?" Jian Yu mengangkat kedua tangannya. Tidak ada tan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status