Indra benar-benar bingung, entah kenapa tiba-tiba saja perutnya serasa sakit seakan ditinju dengan tenaga yang sangat kuat. Nafasnya mulai terengah-engah seiring dengan rasa sakit yang masih dia rasakan di area perutnya. Meski begitu, Indra kembali bangkit dan menatap ketiga murid Mbah Kupat yang masih menatapnya dengan tajam di kejauhan. Suasana di Desa Karipuh mulai terasa gelap setelah sang mentari mulai tenggelam di ufuk barat.
“Kenapa? Apakah kau lupa bagaimana caranya menggunakan ajian tinju gelap andalanmu itu hah?” ejek Buras sambil menyeringai puas.“Apa yang terjadi? Aku sama sekali tidak merasakan atau melihat pergerakan orang yang menyerangku. Tapi mustahil perutku sakit begitu saja tanpa alasan yang pasti,” batin Indra dengan nafas terengah-engah, dia sama sekali tidak menyadari apa yang sebenarnya sudah terjadi.“Biar aku saja yang menghadapinya, kelihatannya dia hanyalah orang yang lemah,” tukaIndra dengan cepat berjungkir balik di udara lalu menghantamkan kedua tangannya ke bawah dalam gerakan ketiga pancalima. Para bandit yang ada di bawahnya mencoba menebas tubuh Indra yang melesat ke bawah.‘Trang’‘Brreugh’Suara dentingan senjata beradu terdengar jelas seiring dengan suara benturan keras saat tinju Indra menghantam beberapa bandit hingga mereka menjerit kesakitan. Tidak hanya sampai di sana, Indra yang sudah berhasil melumpuhkan beberapa bandit di bawahnya segera menggunakan kedua kakinya untuk menyapu beberapa kaki bandit yang masih mengelilinginya.‘Deukh’‘Brukh’Beberapa bandit yang kakinya terkena sapuan kaki Indra seketika ambruk ke permukaan tanah. Leupeut tidak tinggal diam, secepat kilat dia melompat dan menghujamkan tumit kaki kirinya dari atas mengincar kepala Indra. Di sisi lain Buras yang melihat beberapa anak buahnya sudah tumba
“Lagi-lagi seperti ini,” batin Indra sambil mencoba mengatur nafasnya yang memburu.Indra kembali mengalihkan perhatian terhadap sekelilingnya seolah hendak mencari penyebab dia merasakan rasa sakit yang tiba-tiba itu. Namun dia sama sekali tidak menemukan ada yang perlu dikhawatirkan di sekitarnya, dia mulai bangkit lagi perlahan menatap Leupeut yang masih tertawa terbahak-bahak.“Ini buruk, di tengah kegelapan malam seperti ini aku semakin susah memastikan apa yang sebenarnya terjadi kepadaku,” gumam Indra seraya menyeka darah yang mengalir dari tepi mulutnya.“Hahaha.. menyerah saja! Dengan begitu setidaknya kau bisa menyimpan tenagamu untuk siksaan nanti,” ejek Leupeut disertai tawa anak buahnya.“Aku tidak tahu apa yang kalian lakukan, tapi aku pastikan kalian akan menyesalinya!” tegas Indra tanpa gentar sedikitpun. Dia mulai memasang kuda-kuda gerakan silatnya lagi dengan tatapan penuh waspada memperhatikan sekitarnya.“Hahaha.. jika itu maumu apa boleh buat. Kau akan disiksa du
Melihat Indra yang cengar cengir seperti itu membuat Leupeut semakin geram, secara beruntun dia melakukan serangan menggunakan pukulan berturut-turut. Indra dengan gesit menghalau semua serangan Leupeut tanpa kesulitan sama sekali. Di sisi lain Buras lagi-lagi terkejut dengan daya tahan tubuh Indra dia tidak menyangka meski tadi dia sudah tumbang beberapa kali serta terluka, tapi Indra masih bisa meladeni serangan Leupeut.Saat para bandit yang mengepungnya semakin rapat, Indra kembali menghentakan kedua kakinya untuk melompat agak jauh mendekati tubuh bandit yang sudah tumbang di tanah bersama senjatanya yang berserakan. Leupeut dengan cepat ikut melompat menuju Indra, begitu juga para bandit lainnya yang kembali berbalik mengarah kepada Indra.“Terimalah ajian tingkat tinggi yang aku kuasai ini!” teriak Indra sambil membuat pola gerakan seakan hendak menggunakan ilmu kanuragan.“Ajian tingkat tinggi?” tutur Leupeut yang mengurungkan niatnya untuk mendekati Indra, begitu juga para ba
“Hajar dia sampai mati! Hehehe.. Adiyaksa akan membayar semuanya dengan kehilangan muridnya satu demi satu!” samar-samar terdengar suara pria tua berteriak penuh semangat disertai tawa.“Apa yang terjadi?” batin Indra sembari mulai membuka kedua matanya secara perlahan.Namun hanya mata kanannya saja yang bisa dia gerakan, mata kirinya seakan membesar dan terasa sangat sakit. Bukan hanya itu, sekujur tubuhnya kini serasa sakit dan perih tiada tara. Kedua tangan dan kakinya serasa terikat dengan erat. Samar-samar Indra mendengar kembali suara tawa Buras dan para bandit lainnya yang tertawa puas.“Tubuhku serasa remuk,” gumam Indra seraya meringis kesakitan. Pandangan mata kanannya yang kabur perlahan mulai jelas.Indra kini berada tepat di halaman depan sebuah rumah besar. Di hadapannya terdapat sebuah api unggun yang tampak menjilat-jilat menerangi gelapnya malam. Tubuh Indra terikat di sebuah batang pohon dengan tangan diikat ke belakang, kedua kakinya juga diikat rapat ke batang poh
“Hahaha.. ada apa dengan tatapanmu itu hah? Kau juga ingin melihat tubuhnya bukan?” ejek Buras.“Hemh!” pekik Ratih yang berusaha melepaskan diri, tapi dia juga tidak berdaya karena tubuhnya sudah terikat ke kursi rotan. Tampak airmatanya semakin mengalir deras saat seluruh bajunya sudah dilucuti oleh Buras.“Kau! Keparat!” teriak Indra dengan suara lantang, nafasnya terlihat memburu seiring dengan matanya yang melotot geram terhadap Buras.‘Beukh’Nyi Pontrang kembali menghajar perut Indra bersamaan dengan bandit lainnya mencambuk tubuh Indra, tapi kali ini Indra tidak memekik sedikitpun. Dia malah mengalihkan pandangan mata kanannya kepada Nyi Pontrang. Entah mengapa saat itu juga Nyi Pontrang langsung melompat mundur ke belakang saat melihat tatapan Indra yang mengerikan.“Perasaan apa ini?” gumam Nyi Pontrang yang tiba-tiba bulu kuduknya serasa merinding.“Cih. Kalau kau ingin melihatnya, buka matamu dengan jelas!” bentak Buras yang seketika menghantamkan pukulannya ke dada Indra.
“Tidak salah lagi, dia adalah putra Surya Sasmita. Itu artinya, wanita di dekatnya adalah istrinya. Ratri Galuh, putri Mahaguru Kusuma Galuh dari Paguron Linggabuana,” batin Mbah Kupat dengan wajah pucat pasi.“Hahaha.. Jangan bercanda kau! Kau pikir dengan mencatut nama orang lain, kau bisa bebas begitu saja hah!” bentak Buras.“Itu terserah kepadamu,” ucap Jayadharma sambil mengalihkan pandangannya ke arah Indra yang masih berlutut di tanah dengan nafas terengah-engah. Luka lama di punggungnya juga tampak kembali mengeluarkan darah, luka tebasan yang dia dapatkan saat melindungi Mira di Kerajaan Girilaya.“Sulit dipercaya, dengan luka separah itu dia masih mampu mempertahankan kesadarannya,” gumam Jayadharma.“Ini akan sangat merepotkan,” pikir Mbah Kupat seraya mengepalkan tinju tangan kanannya yang terluka.Mendadak saja tanah di sekitar tempat mereka berada mulai bergetar kuat bersamaan dengan riuh angin yang bergemuruh dari arah Mbah Kupat. Udara malam yang agak dingin tiba-tiba
“Ajian malih rasa?” gumam Jayadharma.‘Srets’“Aduw!” jerit Mbah Kupat saat tangan kanannya terputus dari bahunya.‘Dhaamrrr’Suara dentuman keras terdengar saat ajian tribaya di tangan kanan Mbah Kupat menghantam permukaan tanah, Buras yang ada di dekatnya langsung terpental jauh karena dampak dari ilmu kanuragan yang digunakan gurunya. sementara itu pedang yang dilemparkan oleh Ratri Galuh melesat dan menembus tubuh lima orang bandit hingga mereka ambruk meregang nyawa. Kobaran api yang menjilat-jilat terlihat jelas di cekungan tanah bekas dentuman ajian tribaya.“Keparat kau!” teriak Mbah Kupat sambil menebas ikatan Ratih dengan tangan kirinya sambil meringis menahan rasa sakit dari lukanya. Kemudian dia mencengkram leher Ratih dengan lengan kirinya. Tangan kanannya yang terpotong masih terus mengeluarkan darah.“Akh..” Ratih berusaha berontak, tapi dia tidak berdaya karena tubuhnya belum pulih ditambah lagi tenaga seorang pendekar terlatih seperti Kupat jelas tidak bisa diremehkan
“Aku lihat kau juga bisa menggunakan ilmu kanuragan dari Paguron Margabuana, tapi kenapa kau mencoba menghalangi kami?” tanya Buras seraya menatap tajam Jayadharma.“Tidak setiap Jawara yang menguasai ilmu kanuragan Paguron Margabuana adalah orang jahat. Jadi jangan samakan aku dengan kalian semua,” jawab Jayadharma sembari perlahan berjalan mendekati Buras.“Pontrang, kau hadapi wanita itu. Aku akan mengurus pria sok suci ini,” perintah Buras. Nyi Pontrang hanya mengangguk saja seraya mulai berjalan mendekati Ratri, sementara itu puluhan bandit lainnya yang ada di sana kini terbagi menjadi dua kelompok. Ada yang berada di dekat Buras, ada juga yang di dekat Nyi Pontrang.“Baik Kang,” jawab Nyi Pontrang.“Berhati-hatilah Kang, ada kemungkinan murid-muridnya juga menguasai ajian malih rasa,” batin Ratri menggunakan ajian sambat basa dengan memejamkan matanya. Melihat Ratri memejamkan matanya, para bandit yang tadi hendak mengejar Indra segera melesat menyerangnya dengan tebasan golok d