Sarmad menjadi orang pertama yang maju menyerang Indra dengan melayangkan tinju tangan kanannya, tapi Indra dengan lincah segera menahan pukulan lawannya menggunakan telapak tangan kirinya. Indra tersenyum lalu memutar tubuhnya ke belakang, Sarmad terlihat meringis kesakitan karena tangannya yang digenggam Indra dipaksa ikut dengan gerakan Indra.
Tapi Sarmad segera menghentakan satu kakinya ke tanah hingga tubuhnya terangkat ke atas, tapi cengkraman tangan Indra tidak lepas sedikitpun padahal Sarmad sudah menghentakan kakinya sekuat tenaga hingga kakinya kini sudah teracung ke atas sementara kepalanya masih dibawah. Indra lagi-lagi tersenyum lalu menarik tangan kanan Sarmad dan menghantamkannya ke tanah.
‘Gggbbuukk’
Terdengar suara benturan tubuh Sarmad menghantam tanah pesawahan yang sudah dilapisi jerami, Sarmad langsung meringis kesakitan. Tapi dia belum mengaku kalah, Sarmad segera memutarkan tubuhnya dengan kaki melayang mengincar leher Indra yang masih mencengkram tangannya. Indra langsung menundukan kepalanya dan melepaskan cengkraman tangan kirinya.
Sarmad langsung bertumpu kepada tangannya ke tanah, tubuhnya diangkat ke atas lalu kedua kakinya dihentakan mengincar dada Indra. Namun Indra dengan gesit segera menyilangkan kedua tangannya di depan dada untuk menahan hantaman kedua telapak kaki Sarmad.
‘Dddssshh’
Kedua kaki Sarmad menghantam kedua tangan Indra, meski berhasil menahan serangan lawannya tapi Indra yang baru bangkit setelah menunduk tadi langsung sempoyongan ke belakang karena posisi berdirinya masih belum kokoh. Sarmad memanfaatkan itu dengan langsung bangkit dan melayangkan kembali tendangan kaki kirinya sambil memutarkan badan ke arah kiri.
‘Dddggghh’
Indra berhasil menahan tendangan Sarmad dengan punggung tangan kanannya, Sarmad kembali berputar berlawanan arah dengan yang tadi dia lakukan, kini dia berputar ke sebelah kanan dan melayangkan tendangan kaki kanannya.
‘Dddaagghh’
Indra kembali menangkis serangan lawan menggunakan lengannya, tapi kali ini dia tidak membuang kesempatan. Indra langsung menangkan kaki kanan Sarmad dan menariknya hingga kakinya membuka lebar, raut wajah Sarmad tampak jelas kalau dia menahan rasa sakit karena kakinya dibuka lebar.
“Ngeng..” ucap Indra seraya menggusur kaki kanan Sarmad layaknya menarik mobil-mobilan. Tentu saja Sarmad semakin kesakitan, dia mencoba meraih permukaan tanah menggunakan kedua tangannya untuk mencoba memberikan perlawanan.
‘Bbbreeekk’
Suara celana robek tiba-tiba terdengar, Indra segera melepaskan kaki kanan Sarmad yang sedang dia gusur tadi. Kedua tangan Sarmad spontan menutupi bagian pantat dan selangkangannya, ternyata karena pergerakannya tadi yang mencoba meraih tanah membuat celananya sobek. Sontak saja para warga yang hadir menyaksikan sayembara langsung menertawakan Sarmad yang sedang menahan malu.
“Awas kau..” gerutu Sarmad sambil terus menutupi celananya yang robek.
“Pppffftt.. Hihihihi..” Indra berusaha menahan tawanya, tapi karena tidak kuat akhirnya dia tertawa keras melihat Sarmad yang berjalan pelan sambil menutupi bagian celananya yang robek, kedua kakinya yang dirapatkan membuat cara berjalan Sarmad terlihat semakin aneh. Sarmad langsung keluar dari arena pertarungan untuk mengganti celananya.
“Diluar dugaan, pendekar Sarmad berhasil dikalahkan oleh penantang kedua kita. Selanjutnya dia akan menghadapi pendekar Kusna si jari besi,” ucap pembawa acara, riuh tepuk tangan disertai tawa memenuhi area pesawahan. Indra hanya berdiri sambil melambai-lambaikan kedua tangannya kepada warga yang ada di berbagai sisi arena.
“Huh, maju Jang!” teriak pedagang singkong dari kejauhan.
Seorang pria kekar dengan tubuh lebih besar dari Indra langsung memasuki arena, terlihat wajahnya begitu kesal melihat rekannya tadi dipermalukan di depan orang banyak. Mereka berdua langsung bersiap dengan kuda-kuda masing-masing. Pria bernama Kusna itu langsung merapatkan jari tengah dan jari telunjuknya, baik itu tangan kiri maupun tangan kanannya dia arahkan ke depan.
Indra terlihat sangat waspada menatap Kusna, tanpa aba-aba Kusna langsung maju dengan menghujamkan totokan jari kanannya mengincar leher Indra, Indra langsung menahan pergelangan tangan Kusna dan membalas dengan hantaman lutut kaki kanannya. Tapi Kusna memiringkan tubuhnya dan menyerang lagi dengan totokan jari kirinya, Indra mau tidak mau langsung melompat ke samping menghindari serangan lawan.
Indra mendekati tempat persenjataan dari kayu yang disediakan oleh penyelenggara sayembara. Indra langsung mengambil tongkat kayu dan memainkannya di tangan, Kusna kembali melesat dengan totokan jari kanan melesat mengincar kepala Indra. Tapi dengan sigap Indra segera menahan totokan Kusna itu dengan tongkat yang dia pegang.
‘Bbbrrakk’
Seketika itu juga tongkat kayu langsung patah menjadi dua, Indra yang terkejut segera membuang kembali tongkat di tangannya. Dia pikir percuma saja menyediakan senjata murahan seperti itu untuk menghadapi pendekar tangguh seperti Kusna.
“Itu memang bukanlah ilmu kanuragan, melainkan hanya tenaga dalam yang dialirkan ke jari-jarinya. Sekali terkena totokannya tubuhku pasti berlubang,” gumam Indra sambil bergidik ngeri. Kusna kembali melesat menuju Indra, kali ini setelah Kusna cukup dekat Indra langsung melompat ke udara dan melayangkan tendangan tiga kali beruntun.
‘Ddagh’
Semua tendangan Indra berhasil ditahan oleh Kusna, lawan Indra itu kali ini kembali membalas dengan melesatkan totokan tangan kanan dan kirinya secara beruntun. Tapi Indra yang baru menapak di tanah dengan cekatan memiringkan tubuhnya ke kiri dan ke kanan menghindari totokan Kusna seakan sedang menari.
Indra langsung melakukan serangan balik dengan memutar badannya dan melayangkan hantaman tumit kaki kirinya mengincar leher Kusna. Namun Kusna dengan sigap menunduk seraya menjulurkan totokan tangan kanannya mengincar kaki kanan Indra, tapi Indra tidak diam saja dia langsung menghentakan kaki kanannya ke tanah hingga tubuhnya terlontar ke atas lalu menghujamkan tumit kaki kanannya mengincar bahu Kusna.
‘Bbekh’
Serangan tumit kaki kanan Indra dengan tepat berhasil menghantam bahu kiri Kusna sampai tubuhnya roboh ke tanah, meski Kusna meringis kesakitan dia langsung memaksakan diri untuk menjauh dari Indra dengan menghantamkan kedua telapak tangannya ke tanah, Kusna berjungkir balik ke belakang lalu berdiri sembari memegang bahu kirinya.
“Hihihi.. apa hanya itu kemampuanmu kisanak?” ledek Indra sambil petangtang petengteng di tengah arena lalu berbalik membokongi Kusna.
“Diam kau bocah ingusan!” bentak Kusna yang terpancing amarahnya, dia langsung menghentakan kakinya. Hanya dalam satu lompatan saja, tubuhnya sudah melesat berada di depan Indra dengan jari telunjuk dan jari tengahnya terbuka siap menusuk punggung Indra.
‘Ddakh’
‘Bbrrsstt’
“Hekh..” Kusna menjerit karena kini kedua jari tangannya masuk ke lubang hidungnya sendiri, tidak lain itu adalah ulah Indra yang langsung berbalik sambil menghantam pergelangan tangan kanan Kusna hingga jarinya melesat masuk ke lubang hidungnya sendiri sampai mengeluarkan darah. Indra juga langsung menyapu kedua kaki Kusna sampai ambruk di arena.
“Haduh.. haduh,” rengek Kusna yang terlihat sangat kesakitan sambil duduk di arena, dia berusaha mencabut jari telunjuk dan jari tengahnya dari hidung. Darah mulai mengalir dari hidung Kusna ke jarinya.
“Hahaha..” terdengar suara para penonton tertawa lebar melihat Kusna yang kesakitan terkena jurusnya sendiri.
“Hihihi.. malah senjata makan tuan. Eh, maksudnya hidung makan jari,” kata Indra sambil tertawa.
Karena malu dan sakit akhirnya Kusna segera lari terbirit-birit dengan lubang hidungnya yang masih tertancap jari tangannya. Namun sebelum pergi dia menunjuk Indra seakan mengancam akan membalasnya, setelah itu Kusna langsung pergi ke belakang panggung dengan darah yang menetes dari tangannya.
Tanpa menuggu lama lagi satu pendekar lainnya langsung masuk ke dalam arena sayembara, dia adalah Tara. Tatapannya terlihat sangat tajam menatap Indra, setiap langkahnya terlihat penuh dengan wibawa. Sejak awal jika memang ada yang Indra waspadai dari ketiga pendekar yang duduk di kursi itu maka Tara adalah orangnya.
“Dia pendekar yang cukup cerdik, mengelabui Kusna dengan bersikap seolah-olah lengah. Dia juga pintar memancing emosi lawannya agar terbawa emosi,” gumam Tara sambil menatap Indra yang masih tersenyum lebar.
“Kelihatannya aku tidak bisa main-main menghadapi yang satu ini,” ujar Indra sambil balas menatap Tara yang mulai mendekat.
Bersambung…
Selamat siang sobat semuanya. Mudah-mudahan sobat semua dalam keadaan sehat selalu. Novel Pendekar Tengil di Tanah Para Jawara akhirnya tamat juga. Cerita novel ini hanyalah fiktif belaka. Karena masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam penulisan saya mohon maaf yang sebesar-besarnya. Mungkin masih ada beberapa misteri yang belum terungkap di novel ini karena masih berhubungan dengan Novel Jawara, jadi di sana ada jawabannya. Jika di sana tidak menemukan jawabannya maka bisa request ke saya di media sosial tentang jawabannya. Saya ucapkan terima kasih banyak kepada sobat semua yang sudah mendukung saya selama ini. Semoga support yang telah sobat berikan kepada saya nanti akan mendapatkan balasan yang berkali-kali lipatnya. Mungkin untuk sementara saya tidak akan membuat novel baru di GN dulu, jika ingin tahu perkembangan karya lama atau karya baru saya selanjutnya silahkan ikuti media sosial saya di bawah. Sampai jumpa lagi. Igagram: @jajakareal Fanebuk: jalanfantasy Yoshzube:
Waktu berlalu dengan cepat. Dalam jangka waktu tiga hari tiga malam saja Indra sudah sampai di Desa Kowala. Dia juga tak lupa menyempatkan waktu untuk singgah di kediaman Badra dan Surti. Setelah menginap satu malam di sana, Indra kembali melanjutkan perjalanannya ke tepi pantai guna mencari nelayan yang bersedia membawanya ke kapal yang hendak pergi ke Kerajaan Panjalu.Tanpa perlu kesulitan Indra berhasil menumpang di kapal yang pergi menuju ke Kerajaan Panjalu. Dua hari dua malam lebih yang dibutuhkan oleh kapal untuk sampai ke Dermaga Nanggala. Dari Nanggala, Indra bergegas segera pergi ke Kadipaten Mandala untuk singgah di Desa Panungtungan sekalian berziarah ke pusara Braja Ekalawya dan Lingga.Dalam waktu kurang dari tiga hari saja Indra sudah sampai ke Desa Panungtungan, rasa gembira bisa langsung dia rasakan. Risau dan cemas yang sempat terlintas saat dia di Perguruan Jatibuana kini sudah terlupakan. Indra buru-buru pergi ke Pasir Gede untuk menziarahi pusara Braja Ekalawya,
Tak lama kemudian muri Jatibuana yang tadi pergi meninggalkan Indra sudah kembali lagi. Dia mengatakan bahwa Mahaguru Waluya bersedia bertemu dengan Indra. Saat itu juga Indra dan dua murid Pancabuana lainnya segera pergi menuju Perguruan Jatibuana. Suara ramai murid yang latihan mulai terdengar dari kejauhan, rasanya suaranya jelas lebih ramai dibandingkan saat dulu Indra datang ke Jatibuana.Setelah sampai di area perguruan, tampak ada puluhan pendekar sedang berlatih gerakan silat di halaman perguruan. Saat melihatnya Indra tersentak kaget sebab tidak hanya ada satu atau dua orang saja pendekar yang pernah dia lihat sebelumnya, kebanyakan pendekar lainnya sama sekali belum pernah Indra lihat. Saat Indra datang tampak semua pendekar mengalihkan pandangannya kepada Indra. Sementara itu di pendopo perguruan terlihat Mahaguru Waluya sedang duduk bersila bersama dengan Darga.“Silahkan temui Mahaguru di sana,” tukas dua pendekar yang mengantar Indra, mereka berdua segera pergi lagi ke d
“Itu mustahil. Aku belum pernah ke Paguron Jatibuana. Aku hanya bisa sampai ke kaki Gunung Jatibuana saja,” potong Laila.“Itu sudah bagus. Lagipula Indra kelihatannya tidak akan keberatan jika diantar sampai ke sana,” kata Purnakala.“Eh? Sebenarnya apa yang kalian maksud sejak tadi?” tanya Indra yang masih kebingungan dengan percakapan dua anggota Balapoetra Galuh tersebut.‘Set’‘Tap’Tiba-tiba saja secepat kilat Laila melayangkan tangan kanannya mengincar leher Indra, namun kemampuan Indra sudah meningkat pesat jika dibandingkan beberapa tahun yang lalu. Dia dengan mudah menangkap tangan Laila menggunakan tangan kirinya.“Ada apa ini?” tanya Indra dengan waspada.“Cih, gesit juga,” gerutu Laila.‘Beukh’“Heukh..” pekik Indra. Tanpa dia sadari Purnakala sudah menotok lehernya dari belakang, sontak saja tubuh Indra menjadi lemas, pandangannya juga samar-samar mulai kabur.“Maafkan aku Indra, ini adalah bagian dari perjanjianku,” terdengar suara Purnakala pelan.“Kenapa?” batin Indra
Malam itu semua murid Perguruan Pancabuana tampak senang karena sudah lama sekali mereka tidak mengadakan jamuan seperti itu. Indra sendiri merasa lega karena malam ini kemungkinan adalah malam terakhir dia menginap di Pancabuana. Setelah selesai makan, Indra juga tidak langsung tidur dan memilih untuk mengobrol bersama dengan Dewa dan murid Pancabuana lainnya.Esok paginya. Setelah selesai sarapan Indra langsung pergi ke kediaman Mahaguru Adiyaksa guna berpamitan. Kali ini di sana juga sudah ada Purnakala dan Jaka yang seakan sudah menunggu kedatangan Indra. Saat itulah Mahaguru Adiyaksa memberikan wejangan untuk terakhir kalinya kepada Indra, dia juga meminta Indra untuk mengamalkan ilmu yang dia dapat di Pancabuana dalam jalan yang benar.“Aku juga tidak keberatan jika kau mengajarkan ajian gelap ngampar yang kau kuasai itu kepada muridmu kelak, tapi kau harus berhati-hati agar kau tidak salah dalam memilih murid yang ingin kau ajari ajian terlarang itu. Sebab kau akan bertanggung
“Saya juga sudah berniat untuk mengambil jalan pintas saja Mahaguru, soalnya kalau berputar seperti jalan awal saya ke sini mana mungkin cukup satu atau dua bulanan. Kalau begitu saya akan menunggu sampai Purnakala pulang saja,” ucap Indra sembari tersenyum.Indra kemudian pamit dari kediaman Mahaguru Adiyaksa. Dia memutuskan untuk menunggu sampai satu minggu lagi, lagipula sebisa mungkin dia juga ingin pamit dulu kepada Purnakala. Tapi jika Purnakala tidak kunjung pulang maka mau tidak mau dia akan langsung pamit saja tanpa menunggu Purnakala dulu.“Padahal aku juga berharap bisa bertemu dengan kang Raka Adiyaksa, tapi tampaknya aku tidak akan bertemu dengannya di sini,” batin Indra. Selama hampir dua tahunan ini dia berguru di Pancabuana, dia belum pernah juga bertemu dengan Raka Adiyaksa.***Hari kembali berlalu sejak Indra berniat meminta izin meninggalkan Pancabuana dari Mahaguru Adiyaksa, lima hari sudah Indra kembali menjalani aktifitasnya di Perguruan Pancabuana. Hari keenamn