Share

Bertemu Sekar

Auteur: Rana Semitha
last update Dernière mise à jour: 2022-03-25 09:47:18

Wanita yang ditolong oleh Surya Yudha terlihat ketakutan. Pakaiannya juga compang-camping serta penampilan yang begitu berantakan. Saat Surya Yudha mendekati wanita tersebut, wanita itu mundur karena ketakutan.

"Aku tidak akan menyakitimu. Namaku Surya Yudha."

"Su-Surya Yudha?" tanya wanita itu tergagap ketakutan.

Surya Yudha mengangguk dan mendekati wanita itu lagi. "Aku Surya Yudha. Dulu aku adalah seorang prajurit di kerajaan Nara Artha. Siapa namamu?"

Wanita itu masih diam. Surya Yudha hanya menghela napas dan memalingkan wajahnya.

"Sekar," jawab gadis itu bernama Sekar.

Surya Yudha tersenyum tipis dan kembali berdiri. "Di mana rumahmu? Jika kamu ingin pulang aku akan mengantarnya. Namun, jika masih betah di sini aku harus pergi sekarang."

Sekar terlihat ragu untuk memilih pergi bersama Surya Yudha atau tidak. Namun, berdiam diri di tempat ini sama saja mencari mati. Maka, wanita itu akhirnya memutuskan mengikuti Surya Yudha yang sudah berjalan lebih dulu.

"Aku ikut," ucap Sekar dengan pandangan tertunduk, tak berani menatap Surya Yudha.

"Di mana rumahmu?" tanya Surya Yudha tanpa melihat Sekar sedikitpun. Baju Sekar yang terkoyak sehingga lekuk tubuh dan beberapa area sensitif wanita itu terlihat, membuat Surya Yudha tak mau memandangnya.

"Aku tinggal di dusun Tegal sari," lirih Sekar. "Letaknya tidak jauh dari sini."

Surya Yudha mengangguk dan turun dari kuda. Pemuda itu meminta Sekar untuk naik ke kuda dan Surya Yudha akan menuntunnya hingga dusun tegal sari. Sekar yang tak biasa menunggangi kuda langsung menolak dan memilih berjalan bersama Surya Yudha.

"Kuda ini akan tertawa jika melihat kita berjalan. Jadi ... lebih baik menurut dan naiklah." Surya Yudha meminta Sekar untuk naik, tetapi gadis itu kembali menolak.

"Bagaimana aku bisa naik jika orang yang menyelamatkanku malah berjalan? Lebih baik aku berjalan saja."

"Jika begitu ... kita naik bersama saja."

"Apa kuda itu bisa bertahan?" tanya Sekar dengan polos.

Surya Yudha tertawa mendengar ucapan polos wanita di hadapannya. Bintang adalah kuda perang dan terbiasa membawa beban berat. Bagaimana kuda ini akan menyerah jika hanya membawa mereka berdua?

Setelah Surya Yudha beberapa kali meyakinkan sekar, akhirnya Sekar hanya bisa menurut dan naik ke kuda dengan bantuan Surya Yudha. Kini Sekar dan Surya Yudha duduk di satu kuda, Surya Yudha di belakang, sementara Sekar di bagian depan.

Kedua tangan Surya Yudha melingkari pinggang Sekar agar dapat memegang tali kekang dengan benar. Hal itu tentu saja membuat Sekar terpaku. Aliran darahnya terasa lebih cepat dan tubuhnya terasa panas.

Surya Yudha yang tidak pernah berpikir jika dengan hal sesederhana itu bisa membuat wanita di depannya berdebar-debar, tetap santai menarik tali kekang.

Kuda mulai berjalan santai. Ki Arya Saloka tersenyum melihat sikap Surya Yudha yang menurutnya sangat manis. Mereka berjalan mengikuti jalan setapak yang memanjang. Pohon-pohon besar tumbuh lebat di sisi kanan kiri mereka, membuat cahaya matahari tak mengenai mereka secara langsung.

"Apa masih jauh?" tanya Surya Yudha setelah berapa lama mereka berkuda tetapi belum sampai di dusun Tegal sari.

Sekar menggeleng pelan. "Di depan ada persimpangan, kita ambil kanan dan tidak jauh dari tempat itu adalah gerbang dusun."

Surya Yudha mengangguk dan tiba-tiba mengepakkan tali kekang yang ia pegang, membuat kuda yang berjalan santai tersentak hingga berlari kencang. Sekar yang tidak siap dengan hal itu mendekap kedua tangan Surya Yudha.

Tanpa sengaja Surya Yudha merasakan jika tangannya terganjal oleh dua bongkahan besar yang begitu kenyal. Tiba-tiba Surya Yudha merasa jantungnya berdebar lebih kencang dan mukanya memerah terasa panas. Karena tak tahan dengan hal itu, Surya Yudha melepas genggamannya pada tali kekang dan meminta Sekar menggantikannya. Sementara itu, kedua tangan Surya Yudha memegang pergelangan tangan Sekar.

Benar saja, setelah melewati persimpangan mereka sampai di gerbang dusun. Ki Arya Saloka berhenti di gerbang dan memutar kudanya agar posisinya bisa berhadapan dengan Bintang.

"Gadis manis, aku dan cucuku sedang buru-buru, tak bisa mengantarmu sampai rumah. Jika kalian berjodoh pasti akan bertemu lagi." Wajah Sekar kembali memerah. Gadis itu mengangguk pelan dan tersenyum manis pada Ki Arya Saloka.

Surya Yudha turun dan membantu Sekar agar tidak jatuh saat turun dari kuda.

"Terima kasih, Surya."

"Sama-sama. Jika kita berjodoh pasti akan bertemu lagi. Sekarang aku harus pergi, jaga dirimu baik-baik."

Sekar mengangguk dan menunduk malu. Perkataan Surya Yudha nyatanya mampu membuat Sekar terbuai dan jatuh dalam lingkaran asmara. Tiba-tiba Sekar memegang tangannya, tetapi tidak berlangsung lama karena Sekar segera menariknya.

"Surya, kita harus segera pergi."

Surya Yudha mengangguk dan kembali menatap sekar. "Jaga dirimu baik-baik."

Surya Yudha kembali menunggangi kudanya dan memacunya perlahan. Sekar melambaikan tangan pada pemuda itu dibalas dengan senyum manis dari Surya Yudha.

"Beberapa jam lalu aku baru mendengar jika ada seorang pemuda tampan yang berkata tidak bisa mengungkapkan perasaan. Tapi ... beberapa saat lalu aku malah mendapatinya menanam benih cinta. Semesta mungkin sedang bercanda." Ki Arya Saloka tidak tahan untuk tidak menggoda cucunya. Surya Yudha tak bisa mengelak dan hanya tersenyum sembari mengusap pipinya yang terasa panas.

"Kamu suka wanita itu?" tanya Ki Arya Saloka penasaran.

"Aku tidak tahu, Eyang. Aku hanya berpikir jika gadis itu begitu manis," ucap Surya Yudha.

Ki Arya Saloka hanya bisa tertawa. Mungkin sifat ini diturunkan oleh ayahnya yang juga sangat kaku.

Kuda kembali masuk ke jalur hutan. Ki Arya Saloka sempat berhenti beberapa kali untuk makan dan mengisi persediaan air minum.

Lembayung melamabai di sisi barat menandakan senja datang dan Surya mulai turun. Rembulan akan segera naik menggantikan Surya yang sudah kelelahan.

"Kita istirahat di sini saja," ucap Ki Arya Saloka saat tiba di tanah lapang yang cocok sebagai tempat bermalam. Surya Yudha mengangguk dan turun dari kuda. Pemuda itu menambatkan tunggangannya di pohon besar di sana.

"Eyang, aku akan masuk ke hutan untuk berburu. Eyang tunggu di sini."

Ki Arya Saloka mengangguk pelan, "Hati-hati. Eyang akan membuat api unggun."

Continuez à lire ce livre gratuitement
Scanner le code pour télécharger l'application

Latest chapter

  • Pendekar Tombak Matahari   Bab 146

    Bab 146“Kau benar-benar tega?”“Lagian Den Bagus ngeselin, ngeledekin Gendon terus.”“Kalian sedang bertarung dengan Tedung Sukma, beraninya kalian mengalihkan perhatian!”Surya Yudha menoleh dan tertawa sinis. “Hahaha … kalian sudah meracuniku, tapi bahkan belum bisa menyentuh ujung jubahku. Untuk apa aku begitu serius?”Penyerang itu mendengus dan mengangkat tangannya, sebuah pedang muncul di tangannya.“Wah, kalian memiliki cincin penyimpanan? Benar-benar di luar dugaan.”Tidak ada yang menanggapi Surya Yudha, tetapi satu demi satu dari mereka mulai mengeluarkan pedang dari cincin penyimpanan, dan hal itu tentu saja membuat Surya Yudha tertegun.“Kenapa? Terkejut?” ejek salah satu anggota Tedung sukma saat melihat keterkejutan di wajah Surya Yudha.Gendon yang melihat itu juga hanya bisa menelan ludahnya dengan kasar, tidak heran jika organisasi seperti Tedung Sukma bisa melenyapkan keluarganya dengan sangat mudah, sumber daya yang dimiliki kelompok tersebut tidak main-main. Gendo

  • Pendekar Tombak Matahari   Bab 145

    Bab 145Aura yang keluar dari tombak di tangan Surya Yudha begitu berat, menekan gerakan setiap orang di dalam ruangan ini, kecuali Surya Yudha dan Gendon. Semenjak sumber energi di dalam tubuhnya meningkat dan dia memahami Niat Tombak, Surya Yudha bisa mengatur aura tombaknya, dan dia selalu menggunakan itu untuk menekan para lawannya.“Apa … apa ini? Kenapa tubuhku sulit bergerak?”Surya Yudha tersenyum dingin. “Ini adalah aura tombak. Kalian pasti tidak mengetahuinya, kan?”Meski wajah mereka tertutup topeng, Surya Yudha begitu yakin jika mereka terkejut dengan apa yang baru saja dia katakan. Ini adalah aura tombak, tidak banyak pendekar yang bisa mengeluarkan aura senjata karena harus didukung dengan banyak hal. Tenaga dalam yang tinggi, kualitas senjata tingkat atas dan kepercayaan diri penggunanya, di mana jika ada satu hal saja yang hilang, maka aura tombak tidak akan bisa keluar.Surya Yudha memutar tombaknya beberapa kali, menciptakan siluet matahari berwarna emas dari putar

  • Pendekar Tombak Matahari   Bab 144

    Bab 144Surya Yuda terkekeh mendengar ucapan Tumenggung Wanayasa. “Untung saja kau bertemu denganku sekarang, jika kau bertemu denganku yang dulu, kepalamu sudah pasti terlepas dari leher.”“Keluargamu pasti berkuasa, tetapi ini adalah Jalu Pangguruh. Kau tidak bisa sembarangan membunuh di empat ini.”“Apa yang tidak mungkin? Bahkan Raja saja tidak berani mengusik kedua guruku, untuk apa aku takut? Terlebih lagi apa yang aku lakukan adalah karena kalian sudah berbuat kejahatan.”“Apa kau pikir pasar budak sesederhana itu? Asal kau tahu saja, kelompok ini tidak sesederhana itu. Kau akan menyesal, Surya Yudha.”“Tidak perlu mengkhawatirkanku, cukup pikirkan dirimu sendiri.”Pemuda itu bangkit dan menatap Tumenggung Wanayasa dengan tatapan tajam. “Jika aku mendapat gangguan lagi di sini, percayalah, aku tidak akan membunuhmu, tapi aku bersumpah akan meratakan kediamanmu.”“Kau mengancamku?”“Tidak, ini bukan ancaman, ini sumpahku.”Setelah mengatakan itu, Surya Yudha berbalik dan mening

  • Pendekar Tombak Matahari   Bab 143

    Bab 143Seorang pria dengan jubah hijau muda berdiri dengan wajah gusar. Keriputan di wajahnya menjelaskan jika usia pria tua itu tak lagi muda. Namun, tatapan matanya yang jernih, menandakan jika pria itu memiliki pemikiran yang cemerlang. Dia adalah Tumenggung Wanayasa, sosok terkuat di kota ini, bahkan di beberapa kota sekitar karena Wanayasa adalah yang paling besar.Surya Yudha tersenyum lebar. “Aku tidak menyangka Anda akan turun tangan secepat ini.”“Mereka hanya manusia biasa, sementara Anda adalah seorang ksatria, apa Anda tidak malu menyerang mereka?”“Malu? Untuk apa malu? Aku hanya membela diri, mereka yang menyerangku terlebih dahulu.”“Tetap saja. Anda menyerang pengawalku di kediamanku, aku tidak akan membiarkan Anda pergi Tanpa memberikan penjelasan yang memuaskan.”“Hahaha, pergi? Aku juga tidak memiliki niat untuk pergi dari sini. Justru, kedatanganku kemari adalah untuk meminta penjelasan darimu juga.”Surya Yudha berjalan mendekati Tumenggung Wanayasa. Pria tua it

  • Pendekar Tombak Matahari   Bab 142

    Bab 142Surya Yudha membawa mangkuk berisi sup ikan dan membawanya kepada Surya Yudha. “Bukannya aku tidak bisa bermesraan, tapi aku tidak terbiasa.”“Kau pikir aku akan percaya?”Gendon ikut menyahut, “Pas sama Dek Rengganis di saung itu apa hayo?”Surya Yudha melirik Gendon dengan tatapan tajam. “Tutup mulutmu.”“Tadi aja Gendon diem Den Bagus ngajak ngomong terus, giliran Gendon ngomong, Den Bagus minta Gendon diem, dasar payah.”Surya Yudha mendengus, tetapi tidak menjawab. Tangannya bergerak dan mulai menyuapi Ningrum sementara Gendon menyuapi Candrika. Keduanya tampak seperti pasangan serasi.“Gimana Dek Candrika, supnya enak?”“Aku tidak tahu, lidahku pahit.”“Oiya, tadi Gendon pake ramuan bratawali soalnya. Maaf ya, bikin lidah Dek Candrika jadi pahit.”“Tidak masalah, aku tetap suka. Apa pun makanannya, selama kau yang menyuapi, akan terasa nikmat.”“Gendon kok jadi meleleh begini ya? Ini kalo Dek Candrika ngga sakit begini, pasti udah Gendon peluk kenceng-kenceng.”“Kau mau

  • Pendekar Tombak Matahari   Bab 141

    Bab 141Begitu menyelesaikan urusannya dengan para penyusup itu, Surya Yudha kembali ke ruangan yang dia pesan. Di sudut ruangan, tampak Gendon yang sedang duduk di samping Candrika, menatap gadis itu dengan penuh kekhawatiran.Surya Yudha berjalan mendekat, menghampiri Gendon dan menepuk bahu sahabatnya itu.“Ndon.”“Ya, Den Bagus.”“Kau masih marah?”“Tidak.”“Lalu kenapa kau diam saja?”“Gendon lagi males ngomong aja.” Surya Yudha menghela napas panjang dan mengangguk. “Baiklah kalau begitu, aku tidak akan mengganggumu.”Surya Yudha lalu duduk di samping Ningrum dan menggenggam tangan gadis itu dengan lembut. Mata gadis itu mengerjap, Ningrum perlahan membuka matanya.“Surya, kau sudah kembali?”“Iya, bagaimana denganmu? Kau merasa lebih baik?”Ningrum mengangguk dan menoleh ke arah Candrika yang masih belum sadar. “Aku .. aku gagal menjaganya.”Surya Yudha meraih tangan Ningrum dengan lembut dan mengelusnya perlahan. “Tidak, kau tidak gagal, ini semua salahku.”Ningrum menggelen

Plus de chapitres
Découvrez et lisez de bons romans gratuitement
Accédez gratuitement à un grand nombre de bons romans sur GoodNovel. Téléchargez les livres que vous aimez et lisez où et quand vous voulez.
Lisez des livres gratuitement sur l'APP
Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status