Share

Salah Paham

Penulis: Rana Semitha
last update Terakhir Diperbarui: 2022-04-09 02:33:46

Jalanan dusun Tegalsari tak terlalu ramai, tapi tidak juga bisa dikatakan sepi. Seorang gadis muda yang berjalan dengan pakaian compang-camping tentu saja menarik perhatian orang-orang sehingga bisikan-bisikan mulai timbul karena beberapa orang mulai bergunjing.

Sekar, gadis cantik berkulit sawo matang dengan alisnya bagaikan lambaian daun kelapa, giginya bagai biji mentimun berjalan dengan muka yang memerah menahan malu.

Untung saja jarak antara gapura dusun hingga rumahnya tak begitu jauh sehingga gadis itu kini sudah sampai di depan rumahnya. Rumah yang cukup besar namun tampak sederhana.

Dengan kebingungan bercampur rasa takut, Sekar berjalan memasuki rumahnya. Baru di ambang pintu, seseorang membuka pintu dan memberinya tatapan tajam penuh pertanyaan.

Terdengar suara berat mengandung amarah yang membuat tubuh Sekar bergetar seketika. "Masuk."

Satu kata yang diucapkan dengan perlahan, nada yang begitu datar tetapi siapa saja bisa mengetahui jika tersirat amarah serta kekecewaan di dalamnya.

Sekar hanya bisa mengangguk, wajahnya menunduk tak berani menatap lelaki yang sedang memandangnya dengan tatapan tajam.

Pintu segera ditutup rapat, Sekar duduk di kursi panjang yang ada di ruang tamu. Seorang wanita paruh baya menatapnya cemas, sedangkan pria yang menyuruhnya masuk masih manatapnya tajam.

Sekar kembali mendengar sebuah kalimat dilontarkan oleh pria yang tak lain adalah ayahnya. "Kau pulang dengan siapa?"

Bingung langsung mengisi pikiran Sekar. Tak mungkin dia menyebut nama pemuda yang menolongnya, atau ayahnya akan salah paham dengannya.

Di sisi lain, Gatot sudah berada di batas kesabarannya dan mulai meluapkan emosinya.

Brak!

Digebraknya meja di hadapan Sekar, membuat gadis itu berjingkut, terkejut sekaligus takut karena tal biasanya sang ayah berlaku kasar seperti hari ini.

"A-ayah ...." air mata mulai mengucur, Sekar tak memiliki pilihan lain selain melibatkan Surya Yudha dalam masalahnya.

Gatot masih menatap Sekar tajam, tak mengalihkan pandangannya barang sedetikpun dari wajah putrinya. Saat mendengar Sekar menyebutnya, Gatot segera menanggapinya, "Apa? Sekar, Kamu tahu ... Seorang gadis menghilang tiga hari tiga malam tanpa kabar dan lulang dengan kondisi seperti ini? Apa kamu pernah berpikir betapa cemasnya aku? Betapa cemasnya ibumu?"

Sekar mengangguk dengan airmata mengalir deras, rasa takut yang menyelimutinya sirna, digantikan perasaan bersalah kepada orang tuanya, "maafkan Sekar, Ayah. Aku berjanji, tidak akan kabur lagi di masa depan."

Memalingkan wajah sejenak, Gatot menunjuk putrinya, "kamu membuat janji seperti ini oasti karena hal buruk menimpamu, bukan? Sekarang katakan, apa yang membuatmu pulang dan siapa yang mengantarmu pulang?"

"Itu ... itu, Surya Yudha yang mengantarku pulang," jawab Sekar yang terlihat ragu. Dia tidak tahu melibatkan Surya Yudha adalah keputusan bijak atau kesalahan besar.

Gatot mendengar nama Surya Yudha seperti tak asing di telinganya, mulai menerka-nerka Surya Yudha yang sekar maksud. "Siapa dia?"

"Dia mengatakan kalau dia seorang prajurit," jawab Sekar jujur.

"Jadi yang melakukan hal ini adalah pemuda itu? Apa Surya Yudha yang kau maksud adalah oemuda gagah yang suka menunggang kuda perang berwarna hitam? Dia selalu memegang pedangnya walau tersarung di pinggang? Benar?" ucap Gatot menjelaskan sosok Surya Yudha yang ia kenal.

Sekar melebarkan matanya, tak menyangka jika ayahnya mengetahui pemuda yang baru ia temui hari ini.

Gatot menghela napas panjang, memandang wajah istrinya yang sedang menatapnya penuh tanda tanya, "jika aku benar, maka dia adalah Surya Yudha, pengawal pribadi Pangeran Abimanyu yang dicopot karena lalai menjalankan tugasnya,"

"Aku tidak tahu, ini adalah anugrah atau musibah, tetapi karena Surya sudah melakukan hal ini, maka dia harus bertanggung jawab. Walau aku hanya mantan prajurit kecil, tetapi aku tau Panglima besar Indra Yudha orang yang menjunjung tinggi keadilan. Jika dia tahu putranya melakukan hal bejat seperti ini, dia pasti tidak akan tinggal diam," lanjut Gatot.

Sekar kembali terkejut, kali ini bukan karena ayahnya mengenal Panglima Besar Indra Yudha, tetapi karena ayahnya salah paham kepada Surya Yudha.

"Ayah ... sebenarnya, hmm ... itu ...."

"Itu apa?" pungkas Gatot.

"Surya memang menolongku, tapi tak ada hal buruk yang dia perbuat padaku."

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Pendekar Tombak Matahari   Bab 146

    Bab 146“Kau benar-benar tega?”“Lagian Den Bagus ngeselin, ngeledekin Gendon terus.”“Kalian sedang bertarung dengan Tedung Sukma, beraninya kalian mengalihkan perhatian!”Surya Yudha menoleh dan tertawa sinis. “Hahaha … kalian sudah meracuniku, tapi bahkan belum bisa menyentuh ujung jubahku. Untuk apa aku begitu serius?”Penyerang itu mendengus dan mengangkat tangannya, sebuah pedang muncul di tangannya.“Wah, kalian memiliki cincin penyimpanan? Benar-benar di luar dugaan.”Tidak ada yang menanggapi Surya Yudha, tetapi satu demi satu dari mereka mulai mengeluarkan pedang dari cincin penyimpanan, dan hal itu tentu saja membuat Surya Yudha tertegun.“Kenapa? Terkejut?” ejek salah satu anggota Tedung sukma saat melihat keterkejutan di wajah Surya Yudha.Gendon yang melihat itu juga hanya bisa menelan ludahnya dengan kasar, tidak heran jika organisasi seperti Tedung Sukma bisa melenyapkan keluarganya dengan sangat mudah, sumber daya yang dimiliki kelompok tersebut tidak main-main. Gendo

  • Pendekar Tombak Matahari   Bab 145

    Bab 145Aura yang keluar dari tombak di tangan Surya Yudha begitu berat, menekan gerakan setiap orang di dalam ruangan ini, kecuali Surya Yudha dan Gendon. Semenjak sumber energi di dalam tubuhnya meningkat dan dia memahami Niat Tombak, Surya Yudha bisa mengatur aura tombaknya, dan dia selalu menggunakan itu untuk menekan para lawannya.“Apa … apa ini? Kenapa tubuhku sulit bergerak?”Surya Yudha tersenyum dingin. “Ini adalah aura tombak. Kalian pasti tidak mengetahuinya, kan?”Meski wajah mereka tertutup topeng, Surya Yudha begitu yakin jika mereka terkejut dengan apa yang baru saja dia katakan. Ini adalah aura tombak, tidak banyak pendekar yang bisa mengeluarkan aura senjata karena harus didukung dengan banyak hal. Tenaga dalam yang tinggi, kualitas senjata tingkat atas dan kepercayaan diri penggunanya, di mana jika ada satu hal saja yang hilang, maka aura tombak tidak akan bisa keluar.Surya Yudha memutar tombaknya beberapa kali, menciptakan siluet matahari berwarna emas dari putar

  • Pendekar Tombak Matahari   Bab 144

    Bab 144Surya Yuda terkekeh mendengar ucapan Tumenggung Wanayasa. “Untung saja kau bertemu denganku sekarang, jika kau bertemu denganku yang dulu, kepalamu sudah pasti terlepas dari leher.”“Keluargamu pasti berkuasa, tetapi ini adalah Jalu Pangguruh. Kau tidak bisa sembarangan membunuh di empat ini.”“Apa yang tidak mungkin? Bahkan Raja saja tidak berani mengusik kedua guruku, untuk apa aku takut? Terlebih lagi apa yang aku lakukan adalah karena kalian sudah berbuat kejahatan.”“Apa kau pikir pasar budak sesederhana itu? Asal kau tahu saja, kelompok ini tidak sesederhana itu. Kau akan menyesal, Surya Yudha.”“Tidak perlu mengkhawatirkanku, cukup pikirkan dirimu sendiri.”Pemuda itu bangkit dan menatap Tumenggung Wanayasa dengan tatapan tajam. “Jika aku mendapat gangguan lagi di sini, percayalah, aku tidak akan membunuhmu, tapi aku bersumpah akan meratakan kediamanmu.”“Kau mengancamku?”“Tidak, ini bukan ancaman, ini sumpahku.”Setelah mengatakan itu, Surya Yudha berbalik dan mening

  • Pendekar Tombak Matahari   Bab 143

    Bab 143Seorang pria dengan jubah hijau muda berdiri dengan wajah gusar. Keriputan di wajahnya menjelaskan jika usia pria tua itu tak lagi muda. Namun, tatapan matanya yang jernih, menandakan jika pria itu memiliki pemikiran yang cemerlang. Dia adalah Tumenggung Wanayasa, sosok terkuat di kota ini, bahkan di beberapa kota sekitar karena Wanayasa adalah yang paling besar.Surya Yudha tersenyum lebar. “Aku tidak menyangka Anda akan turun tangan secepat ini.”“Mereka hanya manusia biasa, sementara Anda adalah seorang ksatria, apa Anda tidak malu menyerang mereka?”“Malu? Untuk apa malu? Aku hanya membela diri, mereka yang menyerangku terlebih dahulu.”“Tetap saja. Anda menyerang pengawalku di kediamanku, aku tidak akan membiarkan Anda pergi Tanpa memberikan penjelasan yang memuaskan.”“Hahaha, pergi? Aku juga tidak memiliki niat untuk pergi dari sini. Justru, kedatanganku kemari adalah untuk meminta penjelasan darimu juga.”Surya Yudha berjalan mendekati Tumenggung Wanayasa. Pria tua it

  • Pendekar Tombak Matahari   Bab 142

    Bab 142Surya Yudha membawa mangkuk berisi sup ikan dan membawanya kepada Surya Yudha. “Bukannya aku tidak bisa bermesraan, tapi aku tidak terbiasa.”“Kau pikir aku akan percaya?”Gendon ikut menyahut, “Pas sama Dek Rengganis di saung itu apa hayo?”Surya Yudha melirik Gendon dengan tatapan tajam. “Tutup mulutmu.”“Tadi aja Gendon diem Den Bagus ngajak ngomong terus, giliran Gendon ngomong, Den Bagus minta Gendon diem, dasar payah.”Surya Yudha mendengus, tetapi tidak menjawab. Tangannya bergerak dan mulai menyuapi Ningrum sementara Gendon menyuapi Candrika. Keduanya tampak seperti pasangan serasi.“Gimana Dek Candrika, supnya enak?”“Aku tidak tahu, lidahku pahit.”“Oiya, tadi Gendon pake ramuan bratawali soalnya. Maaf ya, bikin lidah Dek Candrika jadi pahit.”“Tidak masalah, aku tetap suka. Apa pun makanannya, selama kau yang menyuapi, akan terasa nikmat.”“Gendon kok jadi meleleh begini ya? Ini kalo Dek Candrika ngga sakit begini, pasti udah Gendon peluk kenceng-kenceng.”“Kau mau

  • Pendekar Tombak Matahari   Bab 141

    Bab 141Begitu menyelesaikan urusannya dengan para penyusup itu, Surya Yudha kembali ke ruangan yang dia pesan. Di sudut ruangan, tampak Gendon yang sedang duduk di samping Candrika, menatap gadis itu dengan penuh kekhawatiran.Surya Yudha berjalan mendekat, menghampiri Gendon dan menepuk bahu sahabatnya itu.“Ndon.”“Ya, Den Bagus.”“Kau masih marah?”“Tidak.”“Lalu kenapa kau diam saja?”“Gendon lagi males ngomong aja.” Surya Yudha menghela napas panjang dan mengangguk. “Baiklah kalau begitu, aku tidak akan mengganggumu.”Surya Yudha lalu duduk di samping Ningrum dan menggenggam tangan gadis itu dengan lembut. Mata gadis itu mengerjap, Ningrum perlahan membuka matanya.“Surya, kau sudah kembali?”“Iya, bagaimana denganmu? Kau merasa lebih baik?”Ningrum mengangguk dan menoleh ke arah Candrika yang masih belum sadar. “Aku .. aku gagal menjaganya.”Surya Yudha meraih tangan Ningrum dengan lembut dan mengelusnya perlahan. “Tidak, kau tidak gagal, ini semua salahku.”Ningrum menggelen

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status