Gendon yang biasanya santai kini benar-benar panik karena melihat seekor ular tergeletak tak jauh dari tempat Surya Yudha berdiri."Den bagus kenapa?" Surya Yudha menunjuk ke arah ular yang tergeletak di dekat batu besar. Sebuah ular berwarna abu-abu gelap dengan panjang setombak. Walau ukurannya tak terlalu besar, nyatanya ular itu membuat Gendon semakin panik."Ya Dewa. Den bagus digigit ular? Bagian mana yang digigit? Bukan ular gigit ular kan?" tanya Gendon panik sambil meraba-raba tubuh Surya Yudha.Dengan gemetar, Surya Yudha mengulurkan tangan kanannya yang membiru."Welahdalah ... racunnya masuk banyak ini mah!" teriak Gendon ketika melihat bagian tangan Surya Yudha. Surya Yudha meringis kesakitan, "Lalu bagaimana?""Potong aja gimana?"Plak! Sebuah pukulan mendarat di kepala Gendon. Surya Yudha dengan tangan kirinya yang melakukannya. "Gila!""Lha terus gimana? Ki Arya ngga kasih Gendon obat untuk bisa ular."Surya Yudha mendesah panjang, pemuda itu membuka mulutnya bern
Terlihat beberapa orang yang turun dari kuda dan berjalan ke arah Surya Yudha. Surya Yudha memperhatikan wajah orang-orang yang baru datang. Dilihat dari pakaian yang mereka pakai, mereka adalah pasukan puting beliung yang menjaga perbatasan. Keempat orang yang datang berlutut dengan satu kakinya dan memberi salam pada Surya Yudha. "Salam, Jendral Muda Surya Yudha. Kami dari pasukan Puting Beliung sedang berpatroli dan melihat kuda anda, jadi kami sampai ke tempat ini.""Jangan panggil aku Jendral muda lagi, kawan-kawan. Paduka Raja Wirya Semitha telah membebaskanku dari tugas."Prajurit yang berada paling depan menggeleng, "Kami tidak berani! Walau ibukota berada jauh di selatan, berita tentang keberanian Anda sudah tersebar bahkan hingga ke perbatasan. Dengan keberanian seperti itu, Anda tidak pantas mendapat balasan seperti ini.""Lancang!" bentak Surya Yudha. "Jadi kalian menentang keputusan paduka raja!"Keempat orang itu menggeleng keras, "Bukan maksud kami seperti itu ha
Surya Yudha berjalan dengan langkah gontai. Walau begitu, aura keluar dari tubuhnya masih mengesankan, tak kalah dari kharisma seorang putra mahkota seperti pangeran Abimanyu.Kedua prajurit yang menjaga ruang baca Pangeran Abimanyu menunduk hormat ketika Surya Yudha melangkah keluar dan baru mengangkat wajahnya setelah Surya Yudha berada di balai.Surya Yudha mendekati kudanya dan menuntunnya keluar dari wilayah istana Pangeran Abimanyu hingga gerbang luar istana. Dia kemudian melompat ke punggung kudanya, mengehentakan kedua kakinya hingga membuat si kuda berjalan santai nan berwibawa.Kediaman Panglima Besar Indra Yudha berada di dalam istana. Walau Panglima Besar Indra Yudha lebih senang tinggal bebas di luar, tetapi secara khusus Raja Wirya Semitha memberikan sebuah kediaman untuk Panglima Besar Indra Yudha, yang hal tersebut tidak dimiliki oleh pejabat-pejabat lain. Sesampainya di pintu masuk kediaman, dua orang prajurit penjaga menunduk hormat dan meraih tali kekang kuda yan
Setelah memberi salam pada ayahnya dan menemui ibunya beberapa saat, Surya Yudha keluar dari kediaman panglima besar Indra Yudha dan menuju barak pasukan pengawal putra mahkota yang bernama pasukan Zirah Hitam. Ketika memasuki wilayah barak, dia melihat beherapa tenda yang mulai sepi ditinggal istirahat oleh penunggunya dan juga belasan prajurit yang masih hilir mudik melakukan patroli. Baskoro, prajurit kepercayaan Surya Yudha yang sudah seperti tangan kanannya menyambut kedatangan Surya Yudha yang cukup tiba-tiba. "Jendral Muda!" Surya Yudha mengangguk pelan, pemuda bertubuh tegap itu turun dari kuda perangnya. "Baskoro, aku ingin memilih beberapa orang terbaik, kumpulkan mereka." "Saya akan mengumpulkan mereka yang terbaik."Surya Yudha mengangguk puas dan berjalan menuju lapangan latihan, menunggu pasukan zirah hitam miliknya berkumpul. Dari tempatnya berdiri saat ini, Surya Yudha mengamati setiap aktivitas yang dilakukan oleh para prajurit di sana. Bertahun-tahun lamanya
Rembulan telah sepenuhnya pergi, digantikan semburat jingga di ufuk timur tanda kedatangan sang surya yang menyinari dunia. Barak pasukan zirah hitam tampak ramai dengan kegiatan penghuninya. Ada yang mandi, ada yang membuat sarapan, ada juga yang sudah memulai latihan. Entah itu latihan berkuda, memanah, bahkan bertarung.Surya Yudha dari tempatnya berdiri menatap para prajuritnya tanpa ekspresi. Jumlah pasukan zirah hitam tidak banyak, hanya tujuh puluh orang. Tetapi, nama mereka mampu menggetarkan hati lawan yang mendengarnya. "Jendral Muda, apa anda yakin tidak ingin membawaku bersama?" Surya Yudha melirikan matanya ke arah Baskoro, tetapi tidak mengatakan apa-apa. Surya Yudha berbalik dan pergi meninggalkan Baskoro sendirian. Baskoro masih berusaha mengejar Surya Yudha hingga akhirnya langkahnya terhenti karena lirikan tajam Surya Yudha."Kau tahu jika membangkang merupakan pelanggaran serius. Apa teguranku tidak cukup berarti sehingga kau memilih dihukum?" Baskoro menelan l
Surya Yudha membersihkan badannya secepat mungkin, tak ingin membuat Pangeran Abimanyu menunggu terlalu lama.Pangeran Abimanyu duduk dengan santai di atas batu besar yang ada di tepi sungai. Walau begitu, pandangannya terus mengedar, tak ingin ada musuh yang terlewatkan olehnya.Tak berapa lama kemudian, Surya Yudha menghampiri Pangeran Abimanyu. "Maaf telah membuat Pangeran menunggu lama."Pangeran Abimanyu tersenyum kecil, "Aku tidak sekedar menunggumu, aku juga sedang menikmati pemandangan di sekitar sini.""Hari sudah terlalu malam untuk tetap menikmati pemandangan. Apa Pangeran masih ingin tetap di sini?" Pangeran Abimanyu menggeleng pelan, perutnya terasa lapar setelah sehari ini melakukan perjalanan panjang. "Aku lapar.""Kalau begitu kita pulang sekarang, Pangeran."Pangeran Abimanyu beranjak dari batu dan berjalan ke arah barat tempat mereka membangun perkemahan. "Pangeran ... Hamba mendengar Pangeran ingin berburu rusa. Jika boleh hamba tau, untuk apa rusa tersebut? Jik
Angin malam berembus pelan, suara jangkrik dan burung hantu terdengar jelas dari tempat Surya Yudha berada. Pemuda itu sedang berdiri di depan tenda Pangeran Abimanyu. Firasatnya sejak sore tadi sudah tidak baik, membuatnya tak bisa istirahat dengan tenang.Surya Yudha mengedarkan pandangannya, mencoba mencari keanehan dari wilayah sekitarnya. Dia juga menajamkan pendengarannya, berusaha untuk menangkap suara-suara mencurigakan di balik gelapnya alas pejagalan.Sejauh ini tak ada yang mencurigakan, tetapi sebagai seseorang yang percaya dengan firasat, Surya Yudha tetap gelisah jika tak menemukan alasan kegelisahannya."Sebagian dari kalian istirahat, sebagian lagi berjaga. Lindungi tenda Putra Mahkota dengan benar. Kalian mengerti?""Kami mengerti!"Surya Yudha mengangguk pelan. Setelah sekali lagi dia memeriksa keadaan, pemuda itu masuk ke tendanya untuk beristirahat. Sebenarnya bukan beristirahat, melainkan menanti kedatangan orang yang memiliki niat jahat oada rombongannya.
Surya Yudha menarik Pangeran Abimanyu keluar dari tenda. Begitu tirai tenda dibuka, dua buah golok besar membabat kearahnya. Surya Yudha mendorong Pangeran Abimanyu ke belakangnya agar lebih mudah melindunginya. Dengan cepat, Surya Yudha menarik pedangnya dan menangkis dua golok yang membabat ke arahnya. Surya Yudha melompat dan menendang dada dua orang yang menyerangnya secara bergantian.Begitu lawan roboh, Surya Yudha menarik tangan Pangeran Abimanyu dan mengajaknya segera pergi ke tempat kuda mereka berada."Syukurlah, mereka tak mencelakai kuda-kuda ini," ucap Surya Yudha.Surya Yudha berlari menuju kudanya diikuti oleh Pangeran Abimanyu yang mengekor di belakangnya."Awas!"Jleb!Bruk!Surya Yudha menoleh berbalik dan melihat seorang prajuritnya roboh di belakang Pangeran Abimanyu. Sebuah pisau menancap di punggungnya, tetapi prajurit tersebut terlihat berusaha bangkit.Dengan mulut yang meneteskan darah, Prajurit tersebut berkata pada Surya Yudha. "Jendral, aku akan menahan m