Ada beberapa kedai arak di pasar budak. Namun, hanya ada satu yang selalu buka sementara yang lainnya hanya buka ketika senja datang. Surya Yudha memasuki kedai arak bersama Gendon dan Banyulingga. Kedatangan mereka menarik perhatian terutama Gendon yang mengeluarkan aroma obat dari tubuhnya, ciri khas para tabib. Surya Yudha mengajak mereka ke lantai dua kedai tersebut dan memilih tempat duduk di dekat jendela. Di lantai tersebut, hanya ada kelompok Surya Yudha. Suasana kedai tersebut juga sangat tenang tidak seperti kedai arak di malam hari.Seorang pelayan pria datang menghampiri meja mereka. "Tuan-tuan ingin pesan apa?" "Dua guci arak beras, daging dan kacang rebus." Surya Yudha menjawab dengan cepat. Pelayan itu mengangguk dan pergi untuk menyiapkan pesanan. "Den bagus, kita mau cari informasi gimana? Ini masih sepi, lagipula kita datang kepagian." Gendon berkata dan diangguki Banyulingga. "Lihat saja apa yang akan aku lakukan."Mata Surya Yudha menerawang ke luar, memandang
Sore harinya, di penginapan tempat Surya Yudha menginap, pemuda itu berkumpul bersama rekan-rekannya. Mereka duduk mengelilingi sebuah meja. Wajah mereka terlihat serius. "Candrika dan Paman Mahasura tetap di sini. Aku akan pergi bersama Banyulingga dan Gendon selama beberapa hari." "Apa yang ingin kau lakukan, Surya?" Candrika bertanya dengan penasaran."Aku harus pergi ke suatu tempat. Kalian berdua jangan khawatir.""Kalian ingin melakukan penyerangan?" tanya Mahasura. Surya Yudha menggeleng. "Tidak. Aku akan pergi bersama Banyulingga dan Gendon untuk mengambil sesuatu. Kalian jangan khawatir, aku akan baik-baik saja." Tatapan Mahasura beralih pada Banyulingga. "Ke mana kalian akan pergi? Jawab aku!"Banyulingga menelan ludahnya. Dia tidak menyangka pria yang pagi ini masih terlihat lemah saat ini tampak mengerikan."Ka-kami ...." Banyulingga tergagap, tidak bisa menyelesaikan kalimatnya. Surya Yudha yang melihat Banyulingga ketakutan tertawa. Dia lantas berkata lada Mahasur
Di dalam ruangan luas yang tampak sederhana itu, Surya Yudha duduk bersama Gendon sementara Banyulingga menyiapkan minum untuk para kawannya. Di ruangan itu pula, Sosok pria yang tampak dingin mengamati Surya Yudha dari ujung kepala hingga ujung kaki. Tatapan tajamnya terasa mengintimidasi. Dia adalah Rangga Geni, guru Banyulingga sekaligus pande besi terbaik di Jalu Pangguruh.Surya Yudha yang ditatap sedemikian juga merasa sedang ditelanjangi oleh pria tua yang memiliki perawakan kekar itu. Namun, sebagai seseorang yang terbiasa dengan tekanan dari berbagai pihak, Surya Yudha bisa terlihat tetap tenang meski jantungnya berdebar kencang. Pada saat keheningan menenggelamkan mereka semua, tiba-tiba suara Baiji yang beberapa hari ini jarang muncul kembali bergema di kepala Surya Yudha. [Jadikan dia gurumu. Aku merasakan aura istimewa dari dalam tubuhnya. Bisa jadi dia telah menemukan sesuatu dari alamku.]Surya Yudha mengerutkan keningnya. Bagaimana mungkin dia bisa menjadikan seseo
Di depan gerbang utama kerajaan, orang-orang tampak berjubel menunggu giliran untuk masuk. Namun, kerumunan itu mendadak terbelah ketika suara derap langkah kuda mendekat."Bertahanlah Yang Mulia ...," desis seorang pemuda sambil mengendalikan kuda, selagi seorang lainnya tampak tak sadarkan diri.Kuda itu kian mendekat. Orang-orang yang dilewati tampak terbelalak sesaat, sebelum akhirnya membungkuk penuh hormat. Ketika kuda telah menjauh, mereka mulai berbisik."Bukankah itu Pangeran Abimanyu?""Ya, benar. Sepertinya Pangeran terluka parah.""Ya Dewa, baru kemarin aku melihat rombongan Pangeran Abimanyu, apa yang terjadi dengan mereka?"Saat kuda sudah begitu dekat dengan pintu gerbang, beberapa prajurit langsung membuka pintu lebar-lebar."Minggir!" bentak Surya Yudha ketika beberapa prajurit menghadangnya, seperti berniat mengamb
Ki Anwar dengan cepat menyalurkan hawa murni ke tubuh Surya Yudha. Sementara Dewi Mayangsari telah dipindahkan untuk mendapatkan perawatan juga, karena sebelumnya Dewi Mayangsari hilang kesadaran setelah menyalurkan tenaga dalamnya pada Surya Yudha."Panggilkan beberapa perwira untuk membantu menyalurkan hawa murni," perintah Ki Anwar kepada Tole, salah satu muridnya."Baik, Guru!" Pemuda itu membungkuk hormat lalu pergi meninggalkan balai pengobatan menuju barak prajurit yang berada di sebelah selatan.Di lain sisi, Surya Yudha merasakan jika dirinya sedang berada di tempat yang sangat asing."Di ... di mana aku? Apa aku sudah mati?" Tempat Surya Yudha kini berada adalah dimensi kosong yang berwarna putih sepenuhnya. Tidak ada apa pun di sana kecuali Surya Yudha."Jika aku mati, seharusnya alam sebrang tidak seperti ini," gumam Surya Yudha. Tiba-tiba pemuda itu teringat dengan k
Mata Surya Yudha masih terpejam, tetapi tubuh pemuda itu menggelinjang dan mulutnya tak berhenti meraung. Kepanikan semakin menjadi tatkala Dewi Mayangsari masuk ke ruangan itu, karena keluar darah dari telinga, hidung dan mulut Surya Yudha.Luka-luka di tubuh Surya Yudha yang awalnya sudah menutup, kini kembali terbuka."Apa yang terjadi?" Ki Arya Saloka menggeleng, masih belum memahami dengan kondisi cucunya."Aliran tenaga dalamnya kacau, organ dalamnya juga mulai hancur. Padahal aku hanya memberinya ilalang emas untuk meningkatkan tenaga dalam." Dewi Mayangsari roboh seketika. Bibirnya bergetar tak dapat mengeluarkan kata-kata yang menumpuk di kepalanya."I-ilalang emas? Ayah memberikan ilalang emas?" tanya Dewi Mayangsari tak percaya. Air mata mengalir derastak bisa ia bendung lagi."Ya dewa ... kenapa harus terjadi?" lirih Dewi Mayangsari dalam tangisnya. Ki Ary
Panglima Besar Indra Yudha menulis surat pengunduran diri Surya Yudha dan menyerahkannya ke Raja Wirya Semitha. Hari itu juga, Panglima Besar Indra Yudha resmi mencopot Surya Yudha dari jajaran militer kerajaan Nara Artha.Istana terlihat ramai karena banyak pejabat militer yang menolak keputusan Panglima Besar Indra Yudha mengenai pengunduran Surya Yudha yang masih dinilai sepihak.Surya Yudha bahkan belum bangun dari tidur panjangnya, tetapi Panglima Besar Indra Yudha sudah menurunkan perintah untuk mencopot Surya Yudha dan meresmikannya."Maaf, Panglima besar, saya rasa pencopotan Surya Yudha adalah sesuatu yang berlebihan. Apalagi jika alasannya adalah karena gagal melindungi Putra Mahkota." Wirmo menjadi orang yang pertama menolak keputusan Panglima Besar Indra Yudha."Benar, Panglima. Tanpa kehadiran Surya Yudha, maka kekuatan generasi muda kita akan menurun banyak.""Janga
Bagai tersambar oleh petir surgawi, Ki Arya Saloka terpaku di tempatnya berdiri. Segudang kalimat yang ingin ia katakan tiba-tiba lenyap saat itu juga."Eyang ... aku ingat betul sebelum aku terlelap kondisiku baik-baik saja. Tapi kenapa sekarang seperti ini?" Surya Yudha terlihat kecewa dengan kondisinya yang menyedihkan. Begitu pemuda itu bangun, tenaga dalam miliknya tak bisa ia keluarkan. Padahal ia yakin jika tenaga dalamnya masih tersisa bahkan dalam kondisi penuh.Sejenak, Ki Arya Saloka menghela napas panjang. Pria tua itu menatap Raja Wirya Semitha dan Panglima Besar Indra Yudha bergantian. Panglima Besar Indra Yudha mengangguk lalu keluar bersama dengan Dewi Mayangsari dan Raja Wirya Semitha.Perlahan Ki Arya Saloka mendekati Surya Yudha dan duduk di sampingnya. Ki Arya Saloka terlihat ingin menyampaikan sesuatu, tetapi seperti tak bisa mengungkapnya.Surya Yudha akhirnya mengalah dan