Share

Bab 2

Author: Mettasha
Aku harus mengakui, meskipun orang ini adalah seorang bajingan, tekniknya memang luar biasa.

Kedua tangannya dilumuri minyak, sangat licin, mulai dari tulang belikat dan punggung, lalu berpindah ke pinggang, dengan lembut meluncur melewati bokong, paha, hingga betis, lalu kembali mengikuti jalur yang sama.

Aku terbaring di atas matras kulit, tubuhku lemas tak berdaya, terasa rileks dan kesemutan, otakku pun ikut mati rasa, tapi di dalam hati justru muncul sedikit hasrat.

Kalau seseorang tidak punya pikiran lain, pijat ya hanya sekedar pijat.

Tapi aku datang memang untuk menggoda pria, apalagi setelah melihat video dia melakukan hal seperti itu dengan adikku, rasanya setiap gerakannya penuh dengan godaan.

Seiring dengan kedua tangannya yang terus menjelajahi tubuhku, bara api kecil di dalam hatiku pun perlahan membesar, seolah-olah setiap pijatan, setiap tekanan dari tangan ajaibnya sedang menyusup masuk ke dalam tubuhku, setetes demi setetes.

Aku berusaha mengingat kembali tujuan awal kedatanganku ke sini, tapi akhirnya tak tahan mengangkat pinggul, "Jangan teruskan... kita lakukan di luar saja."

Namun dia tidak langsung menerkamku seperti yang kubayangkan. Ia tetap tenang, terus memijat tubuhku berulang-ulang, seperti tak pernah puas membangkitkan hasrat dalam diriku. "Kakak... kamu bilang apa tadi?"

Ia bertanya sambil terus bergerak di atas tubuhku, kadang lembut, kadang penuh tekanan.

Pria ini... kenapa begitu berbahaya?

Kenapa... begitu pandai mempermainkan wanita?

Sensasi kenikmatan yang dia bangkitkan membuatku sedikit takut, aku berseru dengan suara yang menggema, tubuhku gemetar, “Aku mau sekarang! Gendong aku ke luar, ayo kita lakukan!”

Namun pria itu sama sekali tidak menunjukkan niat untuk melepaskanku. Ia terus membuatku menggeliat, gemetar dalam geli dan hasrat.

Dengan suara tenang dari belakang, dia berkata, “Nggak bisa, Kak. Tadi waktu aku tanya mau bagaimana, Kakak malah marah-marah. Aku harus layani Kakak dengan sungguh-sungguh.”

Aku benar-benar kehabisan akal, tak punya pilihan selain kembali rebah di ranjang. Bahkan jariku pun enggan bergerak, membiarkannya berbuat semaunya di tubuhku.

Aku hanya mendengus kecil, nada sinis.

“Brengsek, kau memang bajingan.”

Setelah waktu yang cukup lama, ketika aku benar-benar lemas seperti kapas, barulah dia tampak puas dan menepuk bokongku ringan.

“Kak, aku akan bilas minyak esensinya dulu ya.”

Lalu dia mengambil shower dengan kepala semprot lembut, menyemprotkan air hangat ke tubuhku, kemudian memakai spons mandi untuk membersihkanku, mengusap setiap bagian tubuhku dengan sangat teliti.

“Kak, tubuhmu ini benar-benar indah sekali, begitu seksi.”

Sambil mengusap, dia terus memuji, hampir setiap bagian yang disentuh, dia puji.

Tapi bagian yang paling sering ia kagumi adalah pinggang, bokong, dan kakiku.

Dia memuji bagaimana pinggangku bisa begitu ramping, bokongku seperti buah persik, kakiku jenjang, kulitku putih seperti salju, dan selembut kue krim.

Dada aku terasa penuh dan sesak, tapi aku tidak menjawabnya. Bukan karena tidak mau, tapi karena memang tak sanggup.

Aku terlalu malas untuk bergerak, bahkan membuka mulut pun enggan.

Aku hanya memejamkan mata sedikit, menikmati semua layanan yang dia berikan. Nikmat... sungguh terlalu nikmat, membuatku tenggelam tanpa sadar.

Sambil terus memijat dan memanjakanku, pria itu berkata,

“Kak, dari luar kelihatan kamu itu wanita yang dominan ya, penuh kendali. Waktu berhubungan pun pasti suka di atas, kan?”

“Tapi aku tahu, perempuan kuat seperti kamu, di dalam hati justru sangat mendambakan ditaklukkan oleh pria.”

Aku sangat ingin memberitahunya bahwa aku memang sudah kalah, kalah total.

Tubuhku sudah miliknya untuk dinikmati sepuasnya.

Tapi, aku tak bisa mengucapkannya.

Beberapa kali aku yang memulai lebih dulu, tapi selalu ditolak olehnya, membuatku sedikit malu.

“Jangan buru-buru, Kak. Aku pasti akan buat kamu puas.”

Tangannya kini sudah sampai di tulang ekorku.

“Ugh…”

Seperti ada aliran listrik yang mengalir, aku tak bisa menahan diri dan menggigil, mengeluarkan desahan pertamaku malam itu.

Tubuhku refleks menegakkan diri, dada terangkat, dan kedua kakiku bergetar pelan tanpa bisa kuhentikan.

Tubuhku yang sejak tadi kupaksa untuk tetap terkendali, pada saat ini... benar-benar hancur, tak mampu bertahan lagi.

Aku menggigit bibir, kembali merunduk di atas ranjang pijat, menegangkan setiap otot tubuhku, berusaha melawan rasa kesemutan dan geli yang begitu kuat hingga ke tulang, berusaha keras agar tidak mengeluarkan suara itu lagi.

Namun air liurku tetap menetes tanpa sadar dari sudut bibir, mengalir ke dagu, lalu jatuh ke atas ranjang.

Sementara pria itu tetap tenang, tak tergesa, terus memijat tulang ekorku dari belakang, membuat rangsangan itu makin dalam dan kuat.

“Kak, kamu ini suka segala sesuatu ada di bawah kendalimu, tapi nggak bosan? Kadang kehilangan kontrol justru jauh lebih nikmat...”

Aku setuju dengan ucapannya.

Kenyataannya, aku memang sudah kehilangan kendali. Tapi tetap saja, dengan suara gemetar, aku masih sempat membalasnya,

“Cuma segini? Mau bikin aku... puas, jangan cuma omong doang.”

“Wah, sepertinya kebutuhan Kakak cukup tinggi ya... Suami Kakak pasti sudah kamu peras habis-habisan, ya?”

Dia tidak menjawab langsung. Sebaliknya, dia justru menarik tangannya dari tubuhku.

Tadinya tubuhku sedang dimanjakan, rasanya seperti meleleh, tapi begitu dia menarik tangannya, tubuhku langsung terasa kosong, hampa.

Aku merasa belum puas, jadi menggeliat sedikit sebagai tanda protes.

“Indah sekali!” katanya.

Aku tak tahu pasti apa yang dia maksud dengan ‘indah sekali’.

Dengan tenaga yang tersisa, aku menoleh padanya dan melihat dia mengambil satu strip pil berbentuk belah ketupat berwarna biru dari lemari, lalu menelan satu butir.

Akhirnya, akhirnya akan dimulai.

Dia sekuat itu, dan masih minum obat, apa aku sanggup memuaskannya?

Bagaimana adikku bisa memuaskannya dulu?

Aku terengah, jantungku berdetak kencang. Bukannya menolak, aku justru merasa ada kenikmatan tersendiri dalam tenggelam seperti ini.

Aku pun menyembunyikan wajahku ke dalam lengan, dan berkata dengan suara lirih,

“Pelan-pelan ya… aku takut sakit.”

Begitu kata itu terucap, bokongku seperti punya kesadaran sendiri, terangkat tinggi tanpa disuruh…
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Opung Bojong66
bagus tapi ceritanya kurang panjang
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Pengalaman Pertama Pijat   Bab 7

    "Aku mau! Gendong aku keluar, ayo lakukan!"Suara dari ponsel terdengar begitu jelas, membuat wajahku terasa panas seperti terbakar api.Rasanya seperti ada aliran dingin yang menjalar dari telapak kaki hingga ke ubun-ubun, membuat seluruh tubuhku gemetar dan malu bukan main.Aku tidak berani menatap pria itu secara langsung, melainkan menatap adikku yang berdiri di belakangnya.Aku mengepalkan tangan, air mata tak tertahan lagi."Rona, kenapa?"Karena semuanya sudah terbuka, Rona pun tak lagi berpura-pura.Dia berganti sikap sepenuhnya.Tatapan mata penuh kebencian itu terasa begitu asing bagiku."Kak, kamu nggak pernah ngerasa ya? Selama ini aku benci kamu sampai gigi pun rasanya gatal!"Rona mengeluarkan tawa dingin penuh ejekan dari mulutnya, dan tatapan tajam penuh racun langsung mengarah padaku."Dari kecil sampai sekarang, apa pun yang aku lakukan, aku nggak pernah dapat satu pun pujian darimu!"Rona mulai menyebutkan satu per satu, tanpa jeda."Iya, aku memang nggak sepintar ka

  • Pengalaman Pertama Pijat   Bab 6

    Kenangan tentang interaksi mereka di masa lalu satu per satu kembali muncul dalam benakku, begitu pula dengan keanehan dalam percakapan telepon barusan.“Aku juga ingin punya pacar yang perhatian seperti kakak ipar.”Ucapan adikku waktu itu, yang terdengar seperti candaan, kini bagai petir di siang bolong yang mengguncangku hingga merinding.Saat ini, semua kejanggalan mulai terlihat masuk akal.Aroma parfum yang menjadi benang merah, membawa serangkaian tanda tanya yang selama ini kusangkal.Celana dalam berukuran lebih kecil itu, kebohongan suamiku, dan alamat IP mereka yang sama persis...Bahkan aroma tubuh pria di tempat pijat itu.Baru sekarang aku sadar, aroma itu sama persis dengan yang kucium di rumah!Sebuah kesimpulan perlahan-lahan muncul di permukaan.Namun aku belum berani mempercayai kebenaran dari dugaan itu.Aku harus mencari kesempatan, untuk membuat mereka mengaku dan mengungkapkan kebenaran yang sebenarnya.Semalaman aku tidak bisa tidur, terusik oleh dugaan itu yang

  • Pengalaman Pertama Pijat   Bab 5

    Aku menggelengkan kepala kuat-kuat, mencoba mengusir pikiran tidak masuk akal itu dari otakku.Kami sudah saling mengenal sejak kuliah, bersama-sama melewati masa-masa sulit dari bangku universitas hingga lulus pascasarjana. Setelah lulus, kami langsung menikah.Kebaikannya padaku, sudah diketahui oleh semua orang di sekeliling kami.Adikku saja sering iri, bahkan suka bercanda ingin punya pacar sebaik suamiku.Suamiku begitu baik, bagaimana mungkin dia melakukan hal seperti itu?Tatapanku kembali tertuju pada celana dalam asing itu.Tiba-tiba, ada hawa dingin yang menjalar di punggungku.Entah kenapa, aku seperti digerakkan oleh sesuatu, menarik sudut kain itu ke hidungku dan menghirup baunya.Ada sesuatu yang tergetar di dalam dadaku, seperti senar yang dipetik tiba-tiba, dan pikiranku langsung terseret masuk.Aroma bunga itu begitu familiar.Potongan-potongan kenangan yang sebelumnya terpecah, kini menyerbu bersamaan.Saat itu juga aku sadar, ada sesuatu yang tidak beres.Tanpa dira

  • Pengalaman Pertama Pijat   Bab 4

    Rona adalah adik kandungku. Dia belum punya pacar atau pasangan, dan dalam situasi seperti ini, satu-satunya orang yang bisa dia andalkan cuma aku.Aku menarik napas pelan dan mengepalkan tangan, tekadku untuk menemukan bukti makin kuat.“Aku akan cari kesempatan lagi. Pasti bisa nemuin bukti kalau dia memang memperdaya perempuan!”Rona tidak langsung menjawab, jadi aku lanjut bicara.“Jangan takut. Ada Kakak di sini. Kakak nggak akan biarin kamu disakiti.”Beberapa saat kemudian, baru terdengar suara pelan dari seberang,“Makasih ya, Kak…”“Kita ini saudara kandung, jangan ngomong makasih-makasih gitu.”Sejak orang tua kami meninggal dalam sebuah kecelakaan, aku adalah satu-satunya tempat bergantung Rona.Setelah lulus SMA, dia sengaja kuliah di kota tempatku tinggal, dan sejak itu kami hidup bersama, saling menjaga.Bahkan setelah aku menikah, dia tetap jadi orang terdekatku bahkan lebih dari suamiku sendiri.Setelah menutup telepon, aku mulai berpikir rencana berikutnya harus bagaim

  • Pengalaman Pertama Pijat   Bab 3

    Tepat saat itu, ponsel di luar tiba-tiba berdering.Suara dering yang begitu nyaring membuat kepalaku langsung berdengung.Dalam sepersekian detik yang kosong, aku seperti tersadar dari mimpi, mataku langsung membelalak, teringat kembali tujuan awal aku datang ke sini.Begitu menyadari posisi dan sikap tubuhku yang barusan, wajahku seketika memerah, campuran antara penyesalan dan rasa bersalah.Saat pria itu hendak mendekat lagi, aku langsung mendorongnya menjauh, menundukkan kepala untuk menyembunyikan kepanikan dan rasa malu.“Sampai sini saja.”Setelah itu, aku buru-buru meraih handuk, menutupi tubuhku dan berjalan ke luar untuk menjawab telepon.Di layar terlihat nama suamiku, entah kenapa, ada rasa was-was yang muncul tiba-tiba.Apakah dia tahu sesuatu?Tanpa berpikir lama, aku menekan tombol terima.“Sayang, kamu lagi ngapain?”Detak jantungku berdegup makin kencang, tapi aku menahan gejolak di dalam hati dan berusaha terlihat tenang, mencari alasan untuk mengelak.“Aku lagi biki

  • Pengalaman Pertama Pijat   Bab 2

    Aku harus mengakui, meskipun orang ini adalah seorang bajingan, tekniknya memang luar biasa.Kedua tangannya dilumuri minyak, sangat licin, mulai dari tulang belikat dan punggung, lalu berpindah ke pinggang, dengan lembut meluncur melewati bokong, paha, hingga betis, lalu kembali mengikuti jalur yang sama.Aku terbaring di atas matras kulit, tubuhku lemas tak berdaya, terasa rileks dan kesemutan, otakku pun ikut mati rasa, tapi di dalam hati justru muncul sedikit hasrat.Kalau seseorang tidak punya pikiran lain, pijat ya hanya sekedar pijat.Tapi aku datang memang untuk menggoda pria, apalagi setelah melihat video dia melakukan hal seperti itu dengan adikku, rasanya setiap gerakannya penuh dengan godaan.Seiring dengan kedua tangannya yang terus menjelajahi tubuhku, bara api kecil di dalam hatiku pun perlahan membesar, seolah-olah setiap pijatan, setiap tekanan dari tangan ajaibnya sedang menyusup masuk ke dalam tubuhku, setetes demi setetes.Aku berusaha mengingat kembali tujuan awal

  • Pengalaman Pertama Pijat   Bab 1

    "Pelan... pelanan... Istri orang lain nggak kamu sayangin, ya?"Aku telanjang bulat, tengkurap di atas ranjang pijat, bokongku terangkat tinggi, suaraku hampir seperti menangis, tak tahan lagi memohon ampun pada pria di belakangku.Tapi pria itu malah makin bersemangat. "Kak, aku sama abang ipar, siapa yang lebih jago?"Namaku Linda, seorang wanita muda yang baru saja menikah.Hari itu, adikku datang kepadaku sambil menangis, mengatakan bahwa saat sedang melakukan pijat relaksasi di sebuah tempat spa, dia diperkosa oleh seorang terapis pria.Dia langsung melaporkannya ke polisi.Namun, si terapis pria justru mengklaim bahwa adikku yang menggoda lebih dulu, bahkan menunjukkan sebuah rekaman video.Dalam video itu, terlihat adikku menunggangi tubuh si pria dengan posisi wanita di atas, memperlihatkan adegan bercinta yang penuh gairah.Karena tidak bisa membuktikan sebaliknya, adikku pun tak berdaya, dan si terapis akhirnya lolos tanpa hukuman.Setelah mendengar tangisan adikku, aku tanpa

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status