"Setelah apa yang kukatakan padamu tadi, kamu masih berpikir untuk bertemu dengannya? Ivy, apa kamu tidak paham maksud kata-kataku tadi? Aku sedang melarangmu untuk tidak bertemu dengan pria lain selama masih menjadi istriku." "Aku tidak berbuat sesuatu yang merugikan kamu, Jonathan. Lagipula, kamu sendiri bilang kalau aku nggak masalah mau berhubungan dengan siapapun. Apalagi kedekatanku dengan Delino hanya sebatas teman saja. Atau kamu rewel begini karena cemburu dengan Delino." Ivy benar-benar tidak memahami Jonathan yang melarangnya berteman dengan Delino hingga ia menuduh Jonathan bersikap seperti itu karena cemburu. "Huh, aku nggak cemburu karena sedikitpun tidak ada rasa suka untukmu. Aku melarangmu karena aku memikirkan reputasiku. Dan memang tidak masalah, kamu mau berhubungan dengan siapa saja. Itu terserah kamu. Aku sama sekali nggak terganggu tapi aku tidak mau kalau kamu menghancurkan rencanaku Ivy. Kamu tahu, kalau ada orang yang lihat kamu berduaan dengan pria lain, t
Ivy berada di mobil Edy. Hari ini, ia berangkat subuh ke lokasi syuting agar tidak ditegur oleh sutradara Wong. Di mobil, ia mencoba membaringkan punggungnya yang kesakitan gara-gara semalam tidur di sofa. Setiap hari tidur di sofa, lama-lama tubuhnya akan remuk. Sungguh tak habis pikir dengan Jonathan yang tega menyuruh seorang perempuan tidur di sofa keras. "Anda baik-baik saja Nyonya?" tanya Edy yang melihat Ivy dari cermin kaca tengah mobil. Ia khawatir melihat Ivy terus memukul-mukul pundaknya hingga ia tidak sabaran untuk menanyakan keadaan majikannya itu. Ivy yang menyandarkan kepalanya di kursi, membuka matanya melihat Edy. "Badanku sakit semua." "Apa kita tidak usah ke lokasi syuting kalau memang Anda tidak sehat? Saya bisa bicara pada orang di lokasi syuting supaya menunda kegiatan Anda di sana." "Nggak perlu Edy. Aku masih bisa bekerja kok. Ini cuma sakit badan biasa aja." Ivy tersenyum menunjukkan dirinya baik-baik saja. "Baiklah kalau begitu." Edy tidak memperhatikan
Hari ini Jonathan diundang makan malam oleh mantan profesornya yang sejak dulu ia hormati, dan selalu ia anggap sebagai tetua paling penting dalam perjalanan hidupnya hingga menjadi sosok Jonathan yang dibanggakan dan dihormati semua orang. Namun, sang profesor meminta Jonathan datang bersama Ivy-istrinya. Mau tidak mau, Jonathan terpaksa harus membawa Ivy datang ke sana. Karena itu, Jonathan datang ke lokasi syuting untuk menjemput Ivy."Apa ada masalah sampai kamu tiba-tiba datang menjemputku di sini?" tanya Ivy yang baru saja masuk, dan duduk di samping Jonathan."Semuanya baik-baik saja. Cuma, aku punya acara makan malam dengan orang tapi beliau ingin kamu juga datang, dan aku tidak bisa menolaknya karena beliau orang yang sangat penting untukku. Rasanya tidak enak kalau aku bilang, kamu sibuk," jelas Jonathan dengan serius."Tapi aku nggak bawa baju ganti. Gimana dong?""Gampang. Kita ke butik langganan aja." Jonathan pun menyuruh Danny melajukan mobilnya meninggalkan tempat itu
"Bagaimana kondisinya Dok?" tanya Jonathan sembari melihat dokter itu membuka makser wajahnya."Kami sudah menjahit lukanya. Dan untungnya, lukanya tidak terlalu dalam tapi Nyonya Ivy masih belum sadar karena pengaruh obat," jelas dokter itu.Jonathan yang tadinya mengkhawatirkan kondisi Ivy, bernafas lega. "Terima Kasih Dok! Apa saya boleh lihat keadaannya?""Kita pindahkan dulu ke kamar inap."Jonathan mengangguk. Kemudian ia pergi mengurus administrasi Ivy.Selang beberapa menit, Ivy kini sudah dipindahkan di kamar inap. Dan ada Jonathan yang duduk menemaninya di sana. Pria itu menatap Ivy dengan raut wajahnya yang heran mengingat tindakan Ivy yang menolongnya. "Aku tidak tahu kalau kamu bisa membuat orang sangat terkejut."Sejenak Jonathan terdiam dengan kepala menunduk serta raut wajah bersalah terhadap Ivy. Namun detik berikutnya, Jonathan kembali memandang Ivy. "Ivy, aku tiba-tiba penasaran dengan yang kamu pikirkan sampai kamu membiarkan dirimu terluka hanya demi menolongku. P
Ivy sudah keluar dari rumah sakit. Ia pulang bersama Jonathan yang meluangkan waktu untuknya."Harusnya kamu nggak perlu kayak gini Jo. Aku bisa dijemput dan diantar sama Edy Kok. Lagipula, aku bisa jalan sendiri. Nggak perlu kursi roda." Ivy protes pada Jonathan yang memaksanya pakai kursi roda dan pria itu kini mendorongnya sampai ke depan rumah sakit."Nenek udah ngomong kalau aku harus jagain kamu sampai sembuh. Kalau aku serahin kamu ke Edy, yang ada nenek malah marah. Masih mending kalau cuma marah. Bagaimana kalau nenek curiga sama hubungan kita," jelas Jonathan.Ivy pun diam tapi ia menghela nafas panjang melihat Jonathan kini membuka pintu mobil untuknya. Dan Ivy ingin berdiri tapi Jonathan tiba-tiba menggendongnya. Ivy kaget tetapi ia tidak protes karena tidak ingin berdebat dengan pria itu.Mobil pun melaju meninggalkan rumah sakit. Jonathan sesekali melirik Ivy yang duduk di sebelahnya. Perempuan itu tidak melihatnya. Hanya memandang jalanan di luar."Oh ya, masalah rumah
Jonathan baru saja keluar dari kamar mandi, ia pun sudah berpakaian santai. Kini tugasnya mengurus Ivy. Ia mendatangi Ivy yang sedang duduk santai di sofa. "Ayo, aku bantu mandi!" Ivy terkejut mendengar ajakan Jonathan. Ia mendongak menatap Jonathan dengan mata membulat sempurna. "Kamu ngomong apa tadi?" Ivy pikir, dirinya salah dengar hingga ia bertanya untuk memastikan. "Aku bilang, ayo aku bantu mandi!" Dengan entengnya Jonathan melontarkan kalimat ajakannya seolah ia sudah terbiasa memandikan seseorang. Ivy mengerutkan keningnya menatap Jonathan tapi ia tidak mengatakan apapun hingga membuat Jonathan bingung. "Kenapa melihatku seperti itu?" tanya Jonathan. "Kamu serius mau bantu aku mandi?" Ivy tidak percaya jika pria itu benar-benar ingin membantunya hingga balik bertanya pada Jonathan."Memang mukaku kelihatan bercanda," ujar Jonathan serius."Hah!" Ivy tercengan mendengarnya, "kita emang udah nikah ya Jo tapi kita bukan sepasang suami istri sungguhan. Nggak pantas kamu be
Tengah malam, Ivy terbangun dari tidurnya karena rasa sakit yang tiba-tiba dia rasakan dibahunya. Ia mencoba bangun dan duduk di tepi kasur sembari memegangi bahunya yang nyeri. Karena tidak tahan dengan rasa sakitnya, Ivy mencari obat-obatannya di lemari nakas yang disimpan Jonathan. Ia mencari obat-obatan itu perlahan karena tidak ingin membangunkan Jonathan yang tidur pulas.Namun Ivy tak sengaja menyenggol gelas air minumnya yang ada di atas meja sampai jatuh ke lantai. Suara keras benda jatuh, membangunkan Jonathan. Pria itu membuka matanya dan melihat Ivy tengah berjongkok sembari memungut pecahan kaca di lantai.Jonathan segera menyalakan lampu kamarnya yang ada di sebelahnya. "Kau sedang apa?" tanyanya kemudian.Ivy mendongak melihat suaminya dengan raut wajah tak enak hati pada Jonathan karena gara-gara dirinya, pria itu terbangun. "Aku nggak sengaja menjatuhkan gelasnya. Maaf kalau ini mengganggumu!"Jonathan segera turun dari kasur dan menyalakan lampu di kamarnya sampai ka
Pagi-pagi sekali, Jonathan siap-siap untuk ke Kantor. Ia tidak membangunkan Ivy yang masih tertidur pulas karena tidak ingin mengganggu Ivy yang menurutnya, membutuhkan banyak istirahat."Tuan Jonathan!" Seruan Danny di luar, membuat Jonathan yang tadinya fokus merapikan dasinya, menoleh lalu berjalan meninggalkan depan cermin di mana ia berdiri sambil memperbaiki penampilannya. Jonathan perlahan-lahan membuka pintu kamarnya dan melihat Danny membungkuk hormatnya di depannya. "Tumben kau mendatangiku? Ada apa?" "Saya berhasil menemukan pria yang mencelakai Nyonya."Jonathan tidak menjawab segera. Ia malah menoleh melihat Ivy yang masih tidur. Karena tidak ingin perempuan itu sampai mendengar obrolannya hingga ia berjalan keluar sembari menarik pintu kamarnya sampai tertutup rapat. "Kita bicarakan di mobil saja," ujar Jonathan.Danny mengangguk, kemudian mengikuti Jonathan yang berjalan duluan. Sebelum pergi, Jonathan menyapa keluarganya yang tengah sarapan bersama."Jo, kamu tidak