LOGINAnna pikir dia sedang berhalusinasi. Dia membuka mata dan menatap orang dengan wajah menakutkan di depannya. “Kau bilang apa?”
Felix menarik pistolnya dari kening Anna dan menyelipkannya kembali di pinggang. “Kita akan menikah malam ini dan dengan begitu aku akan membiarkan otak bodohmu masih di tempatnya.” Felix menatap tajam pada wajah cantik tanpa riasan di depannya. Dia baru memperhatikan kalau gadis ini memiliki penampilan lumayan. Tidak terlalu buruk, meski masih jauh dari standar keluarga Harrington yang sombong. Tapi bukankah itu seperti yang diinginkannya? Dia akan menikahi seorang gadis sembarangan dan membawanya ke hadapan tuan Adam Harrington. Akan dia lihat bagaimana reaksi pria tua itu. Mungkin dia akan benar-benar terkena serangan jantung. “Tuan, kau sedang bercanda, kan?” Anna bertanya hati-hati. Ini konyol sekali. Dia merasa airmatanya jadi sia-sia. Dan bau itu membuatnya ingin pamit ke kamar mandi. “Apa aku terlihat bercanda?” Felix mendekatkan wajahnya, menunduk pada gadis itu. Saat pandangannya turun pada celana jeans yang basah, alisnya mengernyit jijik. Dia membalikkan badan dan berkata pada pria lain yang tadi hanya mengawasi dengan waspada. “Erick, kau pesankan satu stel pakaian wanita untuknya.” “Baik, Bos.” Erick mengiyakan. Felix berjalan menuju mobil SUV yang diparkir dan masuk Erick mendekati Anna. “Nona, silakan ikuti kami.” Pria itu tidak menodongkan senjata seperti pria sebelumnya, tapi Anna bisa melihat tonjolan di balik jaketnya. Dia pasti akan melakukan sesuatu yang buruk jika Anna membantah. Dengan keinginan untuk bertahan hidup, Anna berjalan ke arah mobil yang menunggu. Sementara pria bernama Erick mengikuti di belakang. Tampak seperti penjaga, tapi lebih dimaksudkan agar Anna tidak melarikan diri. Rasanya seperti domba yang digiring untuk disembelih. Waktu pintu dibuka dan Anna setengah didorong masuk, Felix berkata, “Tetap di sana. Jangan coba-coba lebih dekat lagi.” Dia menyalakan sebatang rokok, menghisap dan menghembuskan asap dari mulutnya. “Baumu menjijikkan.” Anna hanya bisa meringis mendengarnya. Oke, ini memang menjijikan. Tapi bukankah Semua ini karena sebelumnya kau akan menembakku? Dia hanya bisa menggerutu dalam hati. Ingin sekali dia meninju wajah pria ini. Tapi mengingat lagi bagaimana dia telah membunuh dengan tanpa mengedipkan mata, Anna mengurungkan niat sucinya itu dan hanya menatap asap tipis yang melayang di sekitarnya dengan perasaan sedih. Dia akan menikah dengan pecandu nikotin dan pembunuh. Lengkaplah sudah penderitaannya. Bahkan nama pria ini dia tidak tahu. Dia enggan bertanya. Lebih tepatnya, dia enggan berbicara dengan penjahat ini. “Hubungi petugas catatan sipil. Kita pergi ke kantor sekarang.” Felix berkata pada pengawal setianya di kursi depan saat mobil mulai dijalankan “Segera,” sahut Erick dari kursi penumpang di sebelah pengemudi. Anna merasa jantungnya melompat-lompat hendak keluar dari tempatnya. Pria gila ini benar-benar akan membawanya ke Pencatatan Sipil tengah malam begini. Mereka mungkin menyeret petugas yang berwenang dari tempat tidur nyamannya untuk sebuah pernikahan dadakan. “Jangan terlalu serius. Ini pernikahan sungguhan, tapi juga tidak seperti yang kau pikirkan. Aku hanya ingin menghentikan pria tua itu dari bicara soal pernikahan.” Felix mengatakan itu saat melihat ketegangan di wajah Anna. Siapa pria tua yang dimaksud orang ini? Ayahnya? Kakek? Saudara tua? Sepertinya dia sangat hormat dan takut pada pria tua ini. “Jadi ini hanya pura-pura? Tapi aku tidak pandai berakting.” Anna merasa sangat sulit dalam hatinya. Ini masih terdengar tidak masuk akal. “Kau bisa belajar.” Felix berkata acuh. Dia menghembuskan beberapa lingkar asap lagi. Tidak mungkin! “Itu sulit,” keluh Anna. “Kau tetap akan melakukannya.” Anna menatap sengit pria di sebelahnya. Tentu saja. Apa lagi yang bisa dilakukannya? Dia tidak punya pilihan. Kalau pun ada, dia tidak akan memilih kematian. Lagi-lagi Anna menahan diri dari beberapa kalimat yang mungkin akan membangkitkan kemarahan pria ini dan membuatnya meletakkan senjata dingin itu di kepalanya. Perjalanannya hanya memerlukan waktu belasan menit. Saat tiba di tempat yang dituju, seseorang datang membawakan baju ganti untuk Anna, sebuah gaun sopan. Tapi ukurannya terlalu besar. Anna terus menutupi bagian lehernya agar orang-orang tidak bisa menjenguk ke dalam. Felix melihat itu. Dia hanya mendengus yang lagi-lagi dipenuhi perasaan jijik. “Tidak perlu bersikap seolah ada yang akan mengintip. Lagi pula tidak ada yang bisa di lihat.” Anna melotot pada punggung lebar pria yang berjalan mendahului. Lidah pria ini sangat tajam. Lalu dia menunduk melihat dirinya dan mendapati sepasang gundukan kecil di dadanya. Tiba-tiba dia ingin sekali mencekik pria itu. Sekali lagi, dia akan mencekiknya kalau saja tidak ada senjata di pinggang pria itu. Mereka menikah tidak sampai satu jam kemudian. Saat melihat pada buku nikah di tangan, mata Anna melebar. Dia hampir saja terkena serangan jantung saat melihat nama yang tertera sebagai suaminya. Felix Harrington?! Apakah ini adalah Felix Harrington yang memiliki kota dalam genggamannya? Anna melihat ke sebelah sana, pada Felix yang wajahnya tampak seperti akan membunuh seseorang. Tampaknya memang benar dia. Sialan. Dia menikah dengan pria paling berkuasa di kota Lumora!Felix berdehem pelan sebelum melanjutkan kalimatnya. Nada suaranya terdengar santai namun cukup keras untuk didengar beberapa meja di sekitar mereka."Hari ini kita kedatangan tamu seorang aktor dari luar negeri. Dia akan membayar semua tagihan makan malam ini. Jadi, jangan menahan diri." Setelah mengatakan itu dengan sangat tenang, dia tidak memedulikan tatapan terkejut yang mulai bermunculan di sekitarnya. Dia mengangkat gelas wine-nya dan menyesap dengan ekspresi puas, seolah baru saja mengumumkan sesuatu yang luar biasa.Caleb yang hendak memasukkan potongan daging ke mulutnya langsung membeku. Mulutnya terbuka sedikit, ingin mengatakan sesuatu tetapi tidak ada kata yang keluar. Dia tidak percaya dengan pendengarannya.Apakah pria menjengkelkan ini telah ketularan penyakit istrinya? Caleb dipenuhi keluhan. Bukankah ini sama persis yang dilakukan Anna padanya tempo hari?Dua pengawal yang duduk di meja sebelah nyaris tersedak. Bukankah tuan sudah meniru nyonya dan menjadi tidak
"Sayang, aku kehilangan nafsu makan di rumah. Jadi, kupikir lebih baik menyusul ke sini. Mungkin makan gratis bisa mengembalikan selera makanku." Felix berkata tenang tanpa rasa bersalah sedikit pun. Anna hanya bisa tercengang melihat kehadiran pria itu yang tiba-tiba. Butuh beberapa saat baginya untuk memproses situasi ini. "Kau, bagaimana kau bisa tahu aku di sini?" tanyanya dengan nada tidak percaya.Lalu dia teringat dua gadis di meja sebelah. Tentu saja, ini pasti ada hubungannya dengan mereka. Pasti salah satu dari mereka yang mengirim pesan pada Felix. Anna menghela napas panjang. Tidak ada yang bisa dirahasiakan dari pria ini.Caleb sendiri tidak mengira jika Felix akan datang. Wajahnya sempat menunjukkan ekspresi terkejut sebelum kembali tersenyum. Pria ini sangat membencinya dan selalu menolak bertemu. Dan kini, di tengah makan malam yang tidak direncanakan ini, Felix justru muncul dengan sendirinya."Felix, kebetulan sekali. Akhirnya kita bisa makan malam bersama." Caleb
Caleb tersenyum pahit. Alisnya terangkat sedikit.Gadis ini menebak tepat bahkan tanpa melihat. Dia memang sedang berpikir tentang Anna. Bagaimana dia tahu?"Kau terlihat cantik malam ini." Dia mencoba memberikan pujian. Semua orang menyukai pujian, bukan? Itu adalah pengetahuan dasar dalam berinteraksi dengan orang-orang."Aku selalu terlihat cantik kapan pun. Kau tidak perlu bersusah payah mengatakannya." Anna sama sekali tidak terpengaruh oleh ucapan Caleb. Bahkan dia tidak mengangkat wajahnya dari ponsel untuk menatap pria itu.Wajah Caleb langsung menjadi masam. Gadis ini kenarsisannya mengalahkan dia sendiri. Dan itu adalah pencapaian yang tidak mudah, mengingat Caleb sendiri tidak kekurangan kepercayaan diri.Suara ponsel Anna terdengar kontras dengan suasana sekeliling. Di meja-meja lain, percakapan berlangsung dengan volume yang sopan, diselingi dentingan peralatan makan yang halus. Sementara dari meja mereka, terdengar teriakan karakter game dan efek suara pertempuran. Cal
Ketika pelayan datang membawakan buku menu, Anna tidak lagi mau bersusah payah membacanya. Huruf-huruf yang tercetak di atas kertas berkualitas tinggi itu terasa melelahkan untuk dipandang. Lagi pula, dia sudah cukup lelah memperhatikan semua detail mewah di restoran ini."Berikan kami semua hidangan terbaik dan termahal di tempat ini." Anna memesan tanpa sedikit pun melirik buku menu. Tangannya melambai ringan, seolah memesan hidangan termahal adalah hal yang biasa dilakukannya setiap hari.Pelayan wanita itu terdiam sejenak, matanya berkedip beberapa kali. Dia melirik ke arah Caleb, mencari konfirmasi. Pesanan seperti ini jarang datang dari meja biasa. Biasanya, tamu yang memesan dengan cara demikian adalah mereka yang duduk di ruang VIP.Pelayan hendak menanyakan hal lainnya, tapi Caleb segera memberi isyarat agar sang pelayan membawakan saja yang dipesan gadis itu. Tangannya terangkat sedikit, gerakannya halus namun tegas. Pesannya jelas: lakukan saja apa yang diminta.Sambil mela
Caleb menunggu Anna di dekat pintu masuk restoran dengan gelisah. Tangannya sesekali merapikan dasi sutra yang melingkar di lehernya, memastikan semuanya sempurna. Ketika sosok Anna akhirnya muncul dari balik pintu kaca besar, napasnya hampir terhenti.Dia menatap dengan terpesona pada nyonya muda itu. Meski hanya mengenakan gaun putih selutut yang sederhana dan riasan wajah tipis, Anna terlihat seperti peri yang turun dari lukisan kuno. Gaun itu mengalir lembut mengikuti setiap gerakannya, dan cahaya lampu restoran memantul lembut pada kulit putihnya yang bersih. Rambutnya yang panjang dibiarkan terurai natural, hanya diikat sebagian di belakang dengan jepit sederhana.Caleb menelan ludah. Jika saja dia tidak tahu identitas dan menyelidiki tentang gadis ini, dia pasti akan tertipu dan mengira kalau Anna hanyalah seorang gadis SMU yang lemah dan polos. Penampilannya yang lembut dan tak berdosa benar-benar menipu. Dia dengar gadis ini suka berkelahi dan sedikit tahu bela diri. Bahkan a
Hari berikutnya, kelas terakhir berlangsung tepat seusai makan siang. Anna mengemas bukunya dengan tergesa-gesa. Dia hampir tidak sabar untuk meninggalkan ruangan yang pengap ini. Beberapa teman sekelasnya melirik dengan penasaran, tapi Anna tidak peduli. Dia melangkah keluar dengan cepat, diikuti oleh dua pengawal yang setia berjalan beberapa langkah di belakang.Saat tiba di tempat parkir, Anna menemukan sosok itu lagi. Pria itu berdiri dengan santai di samping mobilnya yang mengkilap, dan begitu Anna melihat penampilannya, gadis itu langsung terbahak keras tanpa bisa menahan diri."Kakak, kupikir tadi aku sedang melihat wortel sebesar manusia," ujar Anna di sela tawanya yang pecah tanpa terkendali. Tangannya bahkan memegang perutnya yang sakit karena menahan gelak tawa.Dua gadis pengawal yang mengikuti Anna nyaris ikut tertawa juga. Bahu mereka bergetar menahan keinginan untuk ikut tertawa lepas. Kalau saja mereka tidak khawatir dengan nama belakang Caleb dan posisi mereka yang ha







