LOGINApa dosa yang pernah dia lakukan sehingga harus menerima kutukan ini?
Anna ingin menangis rasanya. Sekarang apa? “Kita pergi ke rumah sakit.” Felix seperti bisa mendengar suara-suara dari dalam kepala Anna. Dia berjalan melewati gadis yang memiliki ekspresi teraniaya itu. Anna menatap sengit pada punggung Felix. Mulai sekarang, dia adalah isteri seorang penjahat. Dua pria pengikut Felix saling berpandangan. Mereka tidak bisa menahan rasa geli demi melihat wajah menderita nyonya baru Harrington ini. Meski bukan pernikahan yang semestinya, tapi tetap saja dia telah memegang status terhormat dalam keluarga Harrington. Dan status ini legal. Padahal di luar sana tidak terhitung wanita yang menginginkan status ini. Saat kembali ke mobil, Anna mencoba membuat jarak dan menahan diri untuk tidak melihat pada pria itu. Tapi ketika mobil sudah bergerak cukup jauh dia baru mengingat sesuatu. Siapa yang sakit? Anna bertanya-tanya di dalam hati. Namun, dia tidak bermaksud menanyakannya. Toh, dia akan melihatnya juga nanti. “Aku harus pergi ke universitas besok pagi.” Anna menjadi gelisah. Dia berharap pernikahan ini tidak akan membuat semua yang diperjuangkannya selama ini sia-sia. Dia telah bersusah payah untuk bisa melanjutkan pendidikannya. “Mulai hari ini kau adalah isteriku, kau harus meminta ijin dariku dulu bila ingin pergi ke suatu tempat.” Felix mengingatkan. Oh, tentu saja. Dia cuma seorang tawanan berkedok isteri. “Kau tidak berniat mengurungku, bukan?” Felix mematikan layar ponsel lalu menghadapi gadis yang telah menjadi isterinya. Tatapannya menelusuri setiap inci wajah kecil itu. Dia memiringkan kepalanya. “Kau sekarang adalah isteri seorang Harrington. Musuh-musuhku sangat banyak di luar sana. Jika mereka mengetahui kalau kau adalah isteriku, mereka akan memanfaatkanmu.” Astaga. Itu terdengar menakutkan. Tapi kenapa dia tidak merasa takut? Mungkin karena dia tidak merasakan keterikatan dengan pria ini. “Kedengarannya kau akan melindungiku dengan seluruh kemampuanmu. Terima kasih. Itu membuatku terharu.” Anna tidak bisa menahan diri untuk mengatakannya. Entah halusinasinya, tapi Anna seperti mendengar suara tersedak dari kursi depan. Saat dia melirik, dia hanya menemukan wajah Erick yang dingin seperti tuannya. “Jangan terlalu percaya diri. Aku tidak peduli dengan nyawamu. Ini hanya soal harga diri. Orang-orangku, hanya aku yang boleh menyentuhnya.” Semakin lama, Felix merasa gadis ini makin menyebalkan. Tapi semakin menyebalkan semakin baik. Dia ingin melihat wajah kakeknya saat bertemu gadis ini dan ketika dia mulai mengatakan hal-hal konyol. Terdengar suara ‘oh’ yang menjengkelkan dari mulut Anna. “Aku juga tidak peduli jika kau mati. Meskipun statusku adalah isterimu, aku tidak akan menangisi mayatmu.” Anna membalas ucapan Felix. “Terima kasih. Itu terdengar lebih mengharukan. Seorang nyonya Harrington tidak menunjukkan kelemahannya dengan menangis. Dia akan menahannya meski hatinya berdarah kehilangan suami tercinta.” Felix kembali menatap lurus ke jalan. Itu terdengar dramatis di telinga Anna. Dia menggertakkan giginya karena geram. Siapa yang akan kehilangan sampai hatinya berdarah? Ini perang kata-kata. Baiklah, dia cukup tangguh dalam hal ini. Anna menarik napas, memupuk keberanian untuk mengatakan kalimat selanjutnya. “Oya, sebagai janda, apakah aku akan mendapatkan warisan yang besar dengan kematianmu?” Mereka baru saja menikah, dan si mempelai wanita sudah berbicara tentang kematian dan warisan dari suaminya. Jika saja bukan karena pernikahan absurd yang baru saja terjadi, Erick pasti sudah akan menembak mati nyonya Harrington ini. Dia akan dianggap sebagai pengkhianat keluarga. Keluarga tidak akan menginginkan kematian anggota lainnya. Apalagi berbicara tentang warisan. Tapi gadis ini membuatnya terdengar sebagai lelucon yang sama sekali tidak berbahaya. Sudut mulut Erick bahkan sedikit terangkat. Dia penasaran akan seperti apa pertemuan Anna Sawyer dengan Adam Harrington. Felix tertawa tiba-tiba. Bukannya terdengar bagus karena memang sangat sulit membuatnya tertawa. Dia sedang kesal dan tidak tahu harus melakukan apa untuk membuat suasana hatinya lebih baik. Dia bisa saja membunuh gadis ini, tapi itu akan merusak rencananya. Jadi dia hanya berkata, “Tidak ada warisan. Karena cintanya, begitu aku mati, nyonya Harrington juga akan dikubur bersamaku.” Di sebelahnya, Anna hanya bisa meringis. Lelucon pria ini sama sekali tidak lucu. “Kecuali—“ Tatapan Felix kembali pada Anna. “Kecuali kau melahirkan seorang keturunan untukku dan itu mustahil karena aku tidak akan pernah menidurimu.” Baguslah. Tidak ada yang ingin tidur dengan hantu. Anna bersyukur pada semua yang suci. Bermaksud mengalihkan pembicaraan, Anna berkata, “Jadi, apa kau akan mengijinkanku pergi? Nyonya Harrington ini punya beberapa pekerjaan. Aku akan sangat sibuk sepanjang hari.” Anna berharap kebebasannya tidak dikekang. “Kita lihat saja nanti,” ujar Felix sambil memejamkan mata, isyarat untuk mengakhiri pembicaraan. Dia tidak ingin kehilangan kendali gara-gara gadis ini. *** Mereka tiba di rumah sakit dalam beberapa menit. Ruang perawatan pria tua itu terletak di lantai tersendiri. Ini lebih menyerupai apartemen mewah. Seorang dokter dan beberapa perawat akan datang sesekali untuk memeriksa. Ada dua orang pria berjas berjaga di pintu. Begitu melihat kelompok yang datang, salah seorang segera membukakan. “Kakek.” Felix masuk ke ruangan dan melihat Adam Harrington yang tampak baru saja memperbaiki posisi berbaringnya. Infus di tangannya bahkan tidak terpasang dengan benar. Felix tahu sakit kakeknya hanya akting. Jadi dia berencana untuk membalasnya dengan hal serupa. Adam terbatuk sebentar. Napasnya terengah-engah. Setelahnya dia baru melihat pada Felix “Akhirnya kau datang. Dokter bilang, mungkin waktuku hanya tinggal beberapa hari lagi.” Dia lalu melirik pada gadis di belakang Felix. Alisnya sedikit mengernyit. Hanya sebagian wajah gadis itu yang tampak olehnya. Selebihnya tersembunyi di balik tubuh besar Felix. “Siapa gadis ini? Apa dia calon cucu menantuku?” Adam bertanya sambil menyipitkan mata, mencoba menilai. Felix menarik Anna ke sisinya. “Perkenalkan. Ini nyonya Harrington, isteriku, cucu menantumu.”Felix berdehem pelan sebelum melanjutkan kalimatnya. Nada suaranya terdengar santai namun cukup keras untuk didengar beberapa meja di sekitar mereka."Hari ini kita kedatangan tamu seorang aktor dari luar negeri. Dia akan membayar semua tagihan makan malam ini. Jadi, jangan menahan diri." Setelah mengatakan itu dengan sangat tenang, dia tidak memedulikan tatapan terkejut yang mulai bermunculan di sekitarnya. Dia mengangkat gelas wine-nya dan menyesap dengan ekspresi puas, seolah baru saja mengumumkan sesuatu yang luar biasa.Caleb yang hendak memasukkan potongan daging ke mulutnya langsung membeku. Mulutnya terbuka sedikit, ingin mengatakan sesuatu tetapi tidak ada kata yang keluar. Dia tidak percaya dengan pendengarannya.Apakah pria menjengkelkan ini telah ketularan penyakit istrinya? Caleb dipenuhi keluhan. Bukankah ini sama persis yang dilakukan Anna padanya tempo hari?Dua pengawal yang duduk di meja sebelah nyaris tersedak. Bukankah tuan sudah meniru nyonya dan menjadi tidak
"Sayang, aku kehilangan nafsu makan di rumah. Jadi, kupikir lebih baik menyusul ke sini. Mungkin makan gratis bisa mengembalikan selera makanku." Felix berkata tenang tanpa rasa bersalah sedikit pun. Anna hanya bisa tercengang melihat kehadiran pria itu yang tiba-tiba. Butuh beberapa saat baginya untuk memproses situasi ini. "Kau, bagaimana kau bisa tahu aku di sini?" tanyanya dengan nada tidak percaya.Lalu dia teringat dua gadis di meja sebelah. Tentu saja, ini pasti ada hubungannya dengan mereka. Pasti salah satu dari mereka yang mengirim pesan pada Felix. Anna menghela napas panjang. Tidak ada yang bisa dirahasiakan dari pria ini.Caleb sendiri tidak mengira jika Felix akan datang. Wajahnya sempat menunjukkan ekspresi terkejut sebelum kembali tersenyum. Pria ini sangat membencinya dan selalu menolak bertemu. Dan kini, di tengah makan malam yang tidak direncanakan ini, Felix justru muncul dengan sendirinya."Felix, kebetulan sekali. Akhirnya kita bisa makan malam bersama." Caleb
Caleb tersenyum pahit. Alisnya terangkat sedikit.Gadis ini menebak tepat bahkan tanpa melihat. Dia memang sedang berpikir tentang Anna. Bagaimana dia tahu?"Kau terlihat cantik malam ini." Dia mencoba memberikan pujian. Semua orang menyukai pujian, bukan? Itu adalah pengetahuan dasar dalam berinteraksi dengan orang-orang."Aku selalu terlihat cantik kapan pun. Kau tidak perlu bersusah payah mengatakannya." Anna sama sekali tidak terpengaruh oleh ucapan Caleb. Bahkan dia tidak mengangkat wajahnya dari ponsel untuk menatap pria itu.Wajah Caleb langsung menjadi masam. Gadis ini kenarsisannya mengalahkan dia sendiri. Dan itu adalah pencapaian yang tidak mudah, mengingat Caleb sendiri tidak kekurangan kepercayaan diri.Suara ponsel Anna terdengar kontras dengan suasana sekeliling. Di meja-meja lain, percakapan berlangsung dengan volume yang sopan, diselingi dentingan peralatan makan yang halus. Sementara dari meja mereka, terdengar teriakan karakter game dan efek suara pertempuran. Cal
Ketika pelayan datang membawakan buku menu, Anna tidak lagi mau bersusah payah membacanya. Huruf-huruf yang tercetak di atas kertas berkualitas tinggi itu terasa melelahkan untuk dipandang. Lagi pula, dia sudah cukup lelah memperhatikan semua detail mewah di restoran ini."Berikan kami semua hidangan terbaik dan termahal di tempat ini." Anna memesan tanpa sedikit pun melirik buku menu. Tangannya melambai ringan, seolah memesan hidangan termahal adalah hal yang biasa dilakukannya setiap hari.Pelayan wanita itu terdiam sejenak, matanya berkedip beberapa kali. Dia melirik ke arah Caleb, mencari konfirmasi. Pesanan seperti ini jarang datang dari meja biasa. Biasanya, tamu yang memesan dengan cara demikian adalah mereka yang duduk di ruang VIP.Pelayan hendak menanyakan hal lainnya, tapi Caleb segera memberi isyarat agar sang pelayan membawakan saja yang dipesan gadis itu. Tangannya terangkat sedikit, gerakannya halus namun tegas. Pesannya jelas: lakukan saja apa yang diminta.Sambil mela
Caleb menunggu Anna di dekat pintu masuk restoran dengan gelisah. Tangannya sesekali merapikan dasi sutra yang melingkar di lehernya, memastikan semuanya sempurna. Ketika sosok Anna akhirnya muncul dari balik pintu kaca besar, napasnya hampir terhenti.Dia menatap dengan terpesona pada nyonya muda itu. Meski hanya mengenakan gaun putih selutut yang sederhana dan riasan wajah tipis, Anna terlihat seperti peri yang turun dari lukisan kuno. Gaun itu mengalir lembut mengikuti setiap gerakannya, dan cahaya lampu restoran memantul lembut pada kulit putihnya yang bersih. Rambutnya yang panjang dibiarkan terurai natural, hanya diikat sebagian di belakang dengan jepit sederhana.Caleb menelan ludah. Jika saja dia tidak tahu identitas dan menyelidiki tentang gadis ini, dia pasti akan tertipu dan mengira kalau Anna hanyalah seorang gadis SMU yang lemah dan polos. Penampilannya yang lembut dan tak berdosa benar-benar menipu. Dia dengar gadis ini suka berkelahi dan sedikit tahu bela diri. Bahkan a
Hari berikutnya, kelas terakhir berlangsung tepat seusai makan siang. Anna mengemas bukunya dengan tergesa-gesa. Dia hampir tidak sabar untuk meninggalkan ruangan yang pengap ini. Beberapa teman sekelasnya melirik dengan penasaran, tapi Anna tidak peduli. Dia melangkah keluar dengan cepat, diikuti oleh dua pengawal yang setia berjalan beberapa langkah di belakang.Saat tiba di tempat parkir, Anna menemukan sosok itu lagi. Pria itu berdiri dengan santai di samping mobilnya yang mengkilap, dan begitu Anna melihat penampilannya, gadis itu langsung terbahak keras tanpa bisa menahan diri."Kakak, kupikir tadi aku sedang melihat wortel sebesar manusia," ujar Anna di sela tawanya yang pecah tanpa terkendali. Tangannya bahkan memegang perutnya yang sakit karena menahan gelak tawa.Dua gadis pengawal yang mengikuti Anna nyaris ikut tertawa juga. Bahu mereka bergetar menahan keinginan untuk ikut tertawa lepas. Kalau saja mereka tidak khawatir dengan nama belakang Caleb dan posisi mereka yang ha







