Mata Adam tampak bersinar cerah. Tapi tidak lama kemudian kembali redup.
Gadis di sebelah cucunya terlihat biasa. Cantik. Rambut gelapnya dikuncir ke belakang memperlihatkan wajah tanpa make up. Tapi menurutnya masih tidak cocok dengan Felix. Gadis ini terlihat mungil. Hanya mengenakan kaos dan jaket denim. Ada juga jeans yang mulai pudar warnanya dipadu sepatu kasual. Entah dari mana sang cucu yang hebat menemukannya. “Hallo, Kakek. Aku Anna Sawyer. Kakek pasti akan hidup seribu tahun lagi. Jangan percaya kata-kata dokter. Mereka hanya menginginkan uangmu.” Anna bermaksud menghibur pria tua yang terlihat sangat sakit di tempat tidur. Kakek Felix tercengang begitu mendengar ucapan Anna. Itu bukan sesuatu yang bisa sering dia dengar. Felix mengangkat alis. Sudut mulutnya sedikit bergerak mendengar lelucon itu. Melihat dua orang dengan respon yang tidak sesuai harapan, Anna menggaruk belakang kepalanya. “Maaf. Aku tahu itu tidak lucu. Tapi para dokter itu sudah sering membuatku kesal. Aku tidak menyukai mereka. Kakek, lebih baik tinggal di rumah dari pada di sini. Tempat ini akan membuatmu makin sakit. Auranya di sini sangat buruk. Bahkan orang sehat pun bisa sakit jika terlalu lama di sini. Kau lihat saja aku. Tadinya aku masih baik-baik saja. Baru beberapa menit di sini, rasanya kepala dan perutku mulai sakit.” Anna bicara panjang dalam satu tarikan napas dan benar-benar merasa kepala dan perutnya sakit. Sesungguhnya dia merasa sangat lapar. Ini hampir jam satu malam. Adam Harrington yang biasanya cerewet dan pemarah tidak bisa berkata-kata. Dia melihat pada Felix dan menangkap kilasan rasa puas di wajah cucunya. Gadis ini memiliki kemampuan lisan yang tidak terkatakan. Tapi wajah polosnya membuat siapa pun tidak bisa marah secara terang-terangan. Adam berdehem sebelum bicara. Dia memikirkan beberapa kalimat yang cukup pantas. “Oh, kalau begitu kalian bisa pulang lebih dulu. Aku tidak ingin cucu menantuku tiba-tiba sakit.” Dia mengusir keduanya secara halus. Sudut mata Adam melirik Felix dan memberi semacam tatapan peringatan. Dia tidak ingin tekanan darahnya naik jika anak ini terus berada di sekitarnya. Lagi pula Adam memiliki semacam firasat buruk sehubungan dengan gadis yang dibawa Felix. *** Hampir pukul tiga dini hari ketika mereka meninggalkan rumah sakit. Anna duduk terkantuk-kantuk di ujung kursi penumpang belakang. Dia tidak berani memejamkan mata mengingat siapa yang sedang duduk di ujung lainnya. Waktu tiba di kediaman Harrington yang besar, suasananya sangat sunyi. Anna menatap bangunan berlantai dua di depannya dengan ekspresi rumit. Ini tampak seperti istana versi modern. “Ayo, masuk.” Felix berjalan melewati Anna yang masih melongo di halaman, tampak tidak peduli apakah gadis itu akan mengikutinya atau tidak. Dua pria anak buah Felix pergi ke bagian bangunan yang lain di sekitar sana. Anna agak gugup. Tapi bagaimana pun dia harus ikut masuk. Udara menjelang subuh sangat dingin. Perutnya juga sudah lapar. Dia berharap orang-orang di dalam sana tidak begitu pelit untuk memberinya makan. Dengan pemikiran itu, Anna bergegas menyusul Felix. Hanya seorang pelayan yang menyambut mereka di ruang tamu. Dia seorang pria tua dengan seragam dan penampilan yang sopan. “Tuan Felix.” Dia menyapa hormat. Matanya beralih pada seorang gadis di belakang pria itu. Senyumnya standar saat menyapa Anna. “Nona....” “Namanya Anna Sawyer. Kau bisa memanggilnya nyonya Harrington.” Felix memotong kalimat pelayan bernama Garret itu. Lalu ujarnya pada Anna. “Ini Garret, kepala pelayan di sini. Jika kau perlu sesuatu, kau bisa meminta bantuannya.” Kemudian tanpa peduli dengan keterkejutan di wajah Garret, Felix meninggalkan ruang tamu. “Hei—maksudku, Sayang. Aku sangat lapar dan ingin makan sesuatu. Kau tidur saja lebih dulu. Tidak perlu menungguku.” Anna berkata pada Felix sambil melirik Garret. Felix yang baru menaiki anak tangga menghentikan langkahnya. Dia merasa terganggu dengan panggilan ‘sayang’ itu. Tapi setelah beberapa detik, dia tidak berkomentar apa-apa dan melanjutkan langkahnya. Siapa yang akan menunggu seseorang untuk tidur? Felix mendengus dingin. Anna pikir Felix cukup puas dengan aktingnya. Tadi dia tidak menyangka kalau akan langsung diperkenalkan sebagai nyonya Harrington. Walau dia tidak peduli. Tetap saja dia merasa sedikit tersanjung. Pernikahan berdasarkan kesepakatan ini benar-benar membuatnya tidak nyaman. Jika dia sedikit lebih santai, mungkin dia tidak akan terlalu canggung. “Mm, Garret, aku sangat lapar. Apa kau bisa menyiapkan sesuatu. Terserah apa saja. Aku tidak pilih-pilih dalam hal makanan.” Anna menyentuh wajahnya saat merasakan tatapan Garret yang tidak wajar, antara terkejut dan tidak percaya. “Baik, Nyonya. Tidak masalah. Nyonya bisa menunggu sebentar.” Garret memimpin ke ruang makan dengan kepala di penuhi banyak kalimat pertanyaan. Anna bisa melihat tanda tanya yang mengapung di atas kepala pria itu. Dia nyaris terkikik sendiri. Ketika Garret menyuguhkan beberapa menu makanan di meja makan, Anna mulai bicara. “Kau pasti terkejut dengan kedatanganku dan status nyonya Harrington ini.” Matanya bersinar saat melihat sepotong paha ayam goreng di piring saji. Dia mengambil satu dan mulai menggigit. “Pelayan seperti saya tidak berhak menanyakan apa pun yang menyangkut masalah pribadi majikan.” Garret tersenyum bijak. Dia berdiri agak jauh di sebelah Anna, bersiap menunggu apa pun yang diperintahkan. Anna tidak peduli dengan respon Garret. Dia mengunyah dengan cepat dan mengabaikan beberapa etiket makan yang sebenarnya pernah juga dipelajarinya. “Sebenarnya, aku juga terkejut. Tiba-tiba saja Felix ingin menikahiku.” Anna tertawa sendiri. Hanya dia yang tahu kalau tawanya adalah bentuk dari kesedihan dan rasa tidak berdayanya. Ini memang terjadi dengan tiba-tiba, pikirnya. “Tapi siapa yang bisa menolak seorang Felix? Bahkan jika dia ingin menikahi seorang pria sepertimu, kau juga tidak bisa menolaknya.” Anna menggigit potongan ayam di tangannya dalam satu gigitan besar. Matanya sedikit berkabut. Pikirannya tenggelam pada beberapa hal menyedihkan dan tidak menyadari bicaranya yang konyol. Siapa yang bisa menolak keinginan seseorang dengan senjata yang ditodongkan ke kepalamu? Anna menggerutu dalam hatinya."Bagaimana kalau kau kalah?" Edward ingin tahu keuntungan yang akan dia dapatkan."Kau boleh makan sepuasnya. Aku yang mentraktirmu." Anna merasa itu taruhan yang menguntungkan baginya. Jika dia kalah, dia hanya akan membayar makan satu orang. Tapi jika menang, pria bernama Edward ini harus menanggung biaya makan empat orang. Dia akan makan sepuasnya sekaligus mentraktir tiga orang bersamanya tanpa harus menggesek kartu miliknya.Edward tersenyum tipis mendengar penjelasan gadis di hadapannya. Dia melirik Felix sekilas, melihat pria itu masih duduk dengan ekspresi datar yang sama. Edward hampir ingin bertanya apakah Felix akan membiarkan istrinya bertaruh seperti ini, tapi kemudian mengurungkan niatnya.Sebaliknya, di pihak Edward juga memiliki pemikiran yang sama. Restoran ini milik Felix Harrington, suami gadis ini. Tidak tahukah dia? Kalah atau menang, dia tidak rugi apa-apa.Sekali lagi Edward melirik Felix di kursinya. Pria itu tampak masih acuh.Baiklah.Edward akhirnya memutusk
Anna tidak tahu tentang restoran terbaik yang dimaksudkannya. Dia hanya mengatakan ingin makan di tempat yang enak tanpa memikirkan detailnya. Jadi, Erick yang akhirnya merekomendasikan tempat makan."Ada restoran bagus di daerah pusat kota. Makanannya lumayan," kata Erick sambil menyetir. "Kita ke sana saja."Felix sendiri tidak berkata apa-apa saat Erick menyebutkan nama restoran miliknya yang dikelola Edward, temannya. Dia tahu restoran itu dengan baik, tapi tidak merasa perlu menjelaskan hubungannya dengan tempat tersebut.Sampai di tempat yang dituju, mereka diarahkan ke ruang pribadi yang biasa digunakan Felix setiap pergi ke sana. Ruangan itu terletak di lantai dua dengan pemandangan taman yang tenang. Anna langsung tertarik dengan dekorasi yang sederhana namun elegan."Ruangannya bagus," komentar Anna sambil melihat sekeliling.Erick dan Silvia yang hendak pergi menyingkir ke tempat yang lain dipaksa duduk satu meja bersama oleh Anna."Kalian mau ke mana? Makan di sini saja,"
Felix segera menyadari tujuan kedatangan Anna sebenarnya dari cara gadis itu melihat pada Beatrix. Entah dari mana gadis ini tahu tentang mantan tunangannya. Tatapan peringatannya segera tertuju pada pengawal istrinya, Silvia. Dia satu-satunya orang yang pantas dicurigai yang memberitahu Anna soal Beatrix.Silvia di sana tidak berani menentang tatapan itu. Dia tahu bos telah menetapkannya sebagai tersangka utama penyebab kekacauan ini. Tapi bagaimana lagi? Dia tidak bisa menghindar dari menjawab pertanyaan Anna soal nona Ashbourne. "Baiklah, kita makan siang sekarang. Kau bisa meminta Erick memesankan makanannya." Felix melepaskan tangannya dari pinggang gadis itu, bermaksud membebaskan diri dari belitan Anna.Tapi gadis itu memegangi bagian depan jasnya dan berbisik. "Sebentar lagi."Entah apa maksudnya. Tapi Felix tidak memaksa untuk melepaskan diri. Dia ingin tahu apa lagi yang akan dilakukan istrinya. Suara Anna yang lembut dan napasnya yang teratur membuat Felix merasa aneh. Sep
Suasana ruang kantor Felix yang awalnya sunyi dan tercekik oleh ketegangan, riuh dengan sorakan Anna. Tapi selain suaranya yang bergemuruh, semua orang tidak tahu harus berkata apa. Masing-masing dari mereka melirik Felix dan merasa serba salah untuk mengungkapkan reaksi yang jujur. Mereka hanya bisa saling pandang dengan ekspresi takjub.Beatrix berdiri membeku di tempatnya, masih tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi.Sejak kapan Felix menjadi begitu bodoh dengan menjadikan tanggal pernikahannya sebagai kombinasi angka untuk brankasnya? Tapi melihat wajah tidak percaya Felix, sepertinya tidak begitu. Ini sangat aneh.Akhirnya Silvia berinisiatif lebih dulu. "Selamat, Nyonya," tulus dia berkata sambil membungkuk sedikit.Dia adalah orang yang merasa paling beruntung karena telah menolak taruhan yang sebelumnya didesakkan Anna padanya. Seandainya dia tergiur oleh iming-iming gaji yang dilipat gandakan, mungkin saat ini dialah yang harus gigit jari kehilangan gaji bulananny
Beatrix tidak terlalu peduli soal uangnya. Dia hanya ingin memberi pelajaran pada gadis ini awalnya, mengira Felix akan marah besar. Siapa yang bisa mengira jika mantan tunangannya ini bersikap di luar dugaan dan malah memanjakan istrinya?Adakah keduanya pernah bertemu sebelumnya? Hanya dia yang tidak tahu jika Felix pernah menjalin hubungan dengan gadis ini lebih dulu? Beatrix merasa mulai kehilangan arah dalam berpikir."Oh, baiklah. Kita akan segera mengakhiri ini. Aku akan mencoba membuka pintunya." Anna melepaskan lengan Felix dengan enggan. "Walau pun kemungkinannya sangat kecil, aku tidak takut kalah. Ada suamiku yang tampan dan kaya di sini."Anna tersenyum percaya diri sambil menepuk-nepuk dada Felix. Perlu seluruh keberanian untuk menggoda pria ini di depan umum. Tapi setelah menyentuhnya, seperti ada magnet yang menahannya untuk pergi. Lagi pula rasanya sangat enak.Anna memukul kepalanya sendiri pelan saat berjalan ke arah b
"Sayang, apa rapatnya sudah selesai? Aku sangat bosan menunggu dan mencari-cari sesuatu yang bisa kulakukan. Lihatlah, aku menemukan brankas ini." Anna memburu ke arah Felix dan menunjukkan hasil dari kebosanannya menunggu. Dia memeluk lengan besar Felix dan menggesek-gesekkan sisi wajahnya ke bahu pria itu, persis seperti anak kucing yang manja.Hati Felix yang semula muram kini terasa gatal. Gadis ini memang memiliki kemampuan mengubah suasana hatinya hanya dalam hitungan detik. Rapat yang menegangkan dengan para direktur tadi langsung sirna dari pikirannya begitu melihat tingkah Anna.Untungnya, pintu brankas masih tertutup rapat. Anna tidak mungkin bisa menemukan kombinasi angka yang tepat. Brankas itu menggunakan sistem keamanan berlapis dengan kode rahasia yang hanya Felix ketahui."Oh ya, aku dan bibi Ashbourne sedang melakukan taruhan. Kalau aku bisa membuka brankasnya, Bibi akan memberikan penghasilannya selama satu bulan kepadaku. Tapi bila aku tidak berhasil membukanya, aku