แชร์

Bab 5. Sekamar dengan Iblis

ผู้เขียน: Lafiza
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2025-06-30 12:38:30

Garret di tempatnya berdiri, terbatuk. Wajahnya yang dipenuhi kerutan sedikit muram.

Nyonya, kau tidak mabuk, bukan? Tuan Felix Harrington masih pria lurus. Lagi pula, bagaimana dia akan punya keinginan menjijikkan seperti menikahi seorang pria?

Tapi pria tua itu tidak berkata apa-apa. Ucapan majikan adalah kebenaran yang haram dibantah.

“Mungkin dia benar-benar jatuh cinta padaku.” Anna berkata lagi, kali ini tangannya menjangkau gelas minum dan menenggak isinya hingga tandas. Dia mengelap sudut mulutnya sedikit, tapi lalu menarik piring berisi sepotong steak daging. Anna menjilat sudut bibirnya yang masih menyisakan aroma saos.

“Bagaimana menurutmu?” tanya Anna meminta pendapat.

“Tuan pasti memiliki pertimbangannya sendiri. Dia tidak akan bertindak secara terburu-buru tanpa alasan. Tuan pasti sangat mencintai Nyonya.” Garret tahu kalau dia hanya bisa mengatakan itu. Sejujurnya dia tahu alasan sebenarnya Tuan Felix yang dingin itu menikahi gadis ini. Semua orang juga tahu.

Anna, sekali lagi tidak peduli apa pun yang akan dikatakan Garret. Dia hanya ingin mengajak seseorang bicara agar tidak dianggap gila. Lagi pula, makanannya sangat enak. Perutnya juga sangat lapar. Lupakan tentang kesepakatan itu.

Selesai makan, dia diantar ke lantai atas, ke kamar tidur.

“Kau yakin ini kamar untukku? Apa bosmu sudah mengatakan sesuatu sebelumnya?” Anna bertanya ragu-ragu  di depan pintu besar kamar.

Felix Harrington tidak mengatakan apa-apa sebelumnya. Tapi Garret tidak perlu diberitahu.

“Ini memang kamar tuan Felix. Tentu saja Nyonya akan tidur di sini.” Garret tersenyum maklum. Dia hampir bisa mengerti perasaan gadis di depannya. Pernikahan ini pastilah sebuah keputusan mendadak tuannya. Tuan Harrington Senior akhirnya berhasil mendorong Felix Harrington ke sudut.

Jantung Anna nyaris melompat jatuh. Meski dia mencoba menjaga ekspresinya, tetap saja dia tidak bisa menyembunyikan perasaan gugupnya. Dia belum memikirkan masalah ini. Sebelumnya dia hanya fokus pada masa depannya yang suram karena harus menghabiskan sisa hidup dengan penjahat itu. Dia tidak memperhatikan hal-hal kecil ini.

Apakah dia harus benar-benar tidur satu ruangan dengan Felix Harrington yang menakutkan?

Anna menunggu hingga kepala pelayan pergi barulah dia mengetuk pintu. Tapi setelah beberapa lama tidak juga ada sahutan dari dalam. Tidak ingin berdiri terlalu lama di sana, Anna mendorong pintu yang ternyata tidak terkunci. Sebuah kamar besar dengan dinding kamar berwarna gelap menyambutnya. Anna merasa seperti sedang memasuki kamar iblis.

Udara kamar terasa hangat. Tapi auranya sangat dingin. Sang Iblis  tidak terlihat di mana pun.

Samar terdengar suara air dari kamar mandi di salah satu sisi ruangan. Tanpa sadar, Anna merinding sendiri membayangkan seseorang di dalam sana.

Dia melihat sebuah sofa besar dan duduk bersandar di sana. Lelah dan mengantuk, Anna hampir jatuh tertidur ketika pintu kamar mandi terbuka. Felix keluar dari kamar mandi dengan air yang masih menetes di ujung rambutnya. Air itu terus mengalir ke bahu lebarnya, menuruni dadanya yang tampak keras dan berotot. Lalu....

Anna berhenti memperhatikan pemandangan yang mengguncang dunianya. Bukan tak ingin. Hanya saja sebuah selimut dilemparkan ke wajahnya hingga pemandangan itu segera lenyap dari jangkauan penglihatannya.

“Jangan coba-coba naik ke ranjangku.” Felix berkata dengan ekspresi jijik dan pergi ke balik sebuah pintu ruangan lain.

Siapa yang ingin naik ke ranjangnya? Anna menggerutu dalam hati sambil menarik selimut yang menutupi wajahnya.

Beberapa saat kemudian Felix sudah kembali dengan kaus dan celana sport di tubuhnya, membuat Anna memuji Tuhan. Dia tidak harus melihat otot-otot di sekujur tubuh bagian atas Felix yang membuat aliran darahnya mendadak kacau.

“Jadi, apa keputusannya? Aku harus berangkat ke universitas besok pagi-pagi sekali.” Anna memulai pembicaraan sambil memeluk selimut. Tubuhnya terasa lengket. Dia ingin mandi tapi tak memiliki baju ganti. “Jangan katakan kalau aku harus tinggal di sini seterusnya.”

Setidaknya di apartemen kecilnya, Anna memiliki ranjangnya sendiri. Meski kecil tapi cukup nyaman untuk melepas penat. Rumah ini membuatnya sedikit takut.

Felix berjalan ke sisi ranjang dan duduk di sana.

Di atas nakas  di sebelah ranjang, Anna melihat pistolnya tergeletak dalam jangkauan. Dia menelan ludah, memeluk selimut makin erat.

“Seorang isteri akan mengikuti suaminya. Bagaimana orang-orang akan percaya kalau kita adalah pasangan? Kau bisa pergi kuliah dan pulang ke sini. Jangan coba-coba kabur jika tidak ingin....”

“Baiklah. Tidak usah mengancamku. Aku akan pergi ke universitas besok pagi dan bekerja setelah kelas usai. Aku sangat sibuk. Jadi hanya bisa kembali larut malam.” Anna dengan terburu-buru memotong ucapan Felix.

Dia memang sangat sibuk. Kuliah dan beberapa pekerjaan untuk bertahan hidup. Dia hanya punya beberapa jam untuk istirahat.

Pria itu mengerutkan kening. “Jangan mempermalukanku. Tidak ada pekerjaan mulai hari ini.” Dia mengambil dari laci meja sebuah kartu berwarna hitam dan melemparkannya pada Anna. “Gunakan itu jika kau perlu membeli sesuatu. Tidak perlu menahan diri. Aku tidak cukup miskin untuk membiarkanmu berkeliaran di jalan.”

Lalu Felix mengambil setumpuk map dari atas nakas dan duduk bersandar di ranjang.

Anna melotot. “Siapa yang berkeliaran di jalan? Aku sedang dalam perjalanan pulang dari bekerja. Jika ada yang berkeliaran tidak jelas itu adalah kau.”

Dia sangat marah. “Dan ambil kembali kartu jelek ini. Aku tidak memerlukannya. Aku memiliki uangku sendiri.” Anna melempar kembali kartu hitam, benda yang mungkin hanya bisa dimilikinya  dalam mimpi. Dia melempar dengan asal. Tapi kartu itu terbang dan dengan telak mengenai wajah Felix.

Ekspresi pria itu mendadak muram. Pandangannya terangkat perlahan. Tidak ada yang pernah sekurang ajar ini padanya.

Menemukan tatapan itu, nyali Anna langsung mengecil. Kemarahannya berganti kepanikan. Dia teringat adegan di dalam gang. Bahkan ekspresi pria ini tidak berubah saat melihat korbannya menggelepar di tanah.

“Oh, maaf. Aku tidak sengaja. Tanganku berkeringat dan licin.” Anna menjelaskan dengan suara mencicit.

Kartunya terbang sendiri sejauh empat meter dan tepat mengenai wajah sedingin es itu, siapa yang percaya?

Anna berharap Felix mendadak bodoh untuk sekejap. Terima saja alasannya. Lagipula itu tidak cukup untuk melukai wajah tampanmu, doanya dalam hati.

Felix meletakkan dokumen di tangannya dengan sembarang dan bangkit dari posisinya. Dia berjalan lambat-lambat mendekati gadis yang meringkuk di sofa.

Tiba-tiba saja tangan Anna ditangkap dan ditarik ke atas kepala. Lalu tubuh Felix yang besar memerangkapnya di sofa.

“A—apa yang kau lakukan?!” Anna menjerit tertahan.

Dia mencoba menendang dengan lututnya. Tapi kedua kakinya dikunci dengan sangat kuat. Lalu wajah pria itu menjadi kian dekat dalam penglihatannya.

Mata Anna membelalak ngeri. Dia menoleh ke samping, menghindari segala sesuatu yang bisa dibayangkan olehnya.

Apa dia akan menciumku? Atau menggigitku? Sepertinya, dia tepatnya akan mengunyahku.

Anna seperti bisa melihat taring runcing di mulut dan tanduk di  kepala Felix. Semuanya tumbuh dengan cepat.

 

 

 

 

 

อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป

บทล่าสุด

  • Pengantin Dadakan Sang Mafia   Bab 127. Jangan Mengolok-olok Tuan di Depan Nyonya

    "Bagaimana kalau kau kalah?" Edward ingin tahu keuntungan yang akan dia dapatkan."Kau boleh makan sepuasnya. Aku yang mentraktirmu." Anna merasa itu taruhan yang menguntungkan baginya. Jika dia kalah, dia hanya akan membayar makan satu orang. Tapi jika menang, pria bernama Edward ini harus menanggung biaya makan empat orang. Dia akan makan sepuasnya sekaligus mentraktir tiga orang bersamanya tanpa harus menggesek kartu miliknya.Edward tersenyum tipis mendengar penjelasan gadis di hadapannya. Dia melirik Felix sekilas, melihat pria itu masih duduk dengan ekspresi datar yang sama. Edward hampir ingin bertanya apakah Felix akan membiarkan istrinya bertaruh seperti ini, tapi kemudian mengurungkan niatnya.Sebaliknya, di pihak Edward juga memiliki pemikiran yang sama. Restoran ini milik Felix Harrington, suami gadis ini. Tidak tahukah dia? Kalah atau menang, dia tidak rugi apa-apa.Sekali lagi Edward melirik Felix di kursinya. Pria itu tampak masih acuh.Baiklah.Edward akhirnya memutusk

  • Pengantin Dadakan Sang Mafia   Bab 126. Dia Suamiku, Bukan Pamanku

    Anna tidak tahu tentang restoran terbaik yang dimaksudkannya. Dia hanya mengatakan ingin makan di tempat yang enak tanpa memikirkan detailnya. Jadi, Erick yang akhirnya merekomendasikan tempat makan."Ada restoran bagus di daerah pusat kota. Makanannya lumayan," kata Erick sambil menyetir. "Kita ke sana saja."Felix sendiri tidak berkata apa-apa saat Erick menyebutkan nama restoran miliknya yang dikelola Edward, temannya. Dia tahu restoran itu dengan baik, tapi tidak merasa perlu menjelaskan hubungannya dengan tempat tersebut.Sampai di tempat yang dituju, mereka diarahkan ke ruang pribadi yang biasa digunakan Felix setiap pergi ke sana. Ruangan itu terletak di lantai dua dengan pemandangan taman yang tenang. Anna langsung tertarik dengan dekorasi yang sederhana namun elegan."Ruangannya bagus," komentar Anna sambil melihat sekeliling.Erick dan Silvia yang hendak pergi menyingkir ke tempat yang lain dipaksa duduk satu meja bersama oleh Anna."Kalian mau ke mana? Makan di sini saja,"

  • Pengantin Dadakan Sang Mafia   Bab 125. Aku Akan Mentraktir Kalian

    Felix segera menyadari tujuan kedatangan Anna sebenarnya dari cara gadis itu melihat pada Beatrix. Entah dari mana gadis ini tahu tentang mantan tunangannya. Tatapan peringatannya segera tertuju pada pengawal istrinya, Silvia. Dia satu-satunya orang yang pantas dicurigai yang memberitahu Anna soal Beatrix.Silvia di sana tidak berani menentang tatapan itu. Dia tahu bos telah menetapkannya sebagai tersangka utama penyebab kekacauan ini. Tapi bagaimana lagi? Dia tidak bisa menghindar dari menjawab pertanyaan Anna soal nona Ashbourne. "Baiklah, kita makan siang sekarang. Kau bisa meminta Erick memesankan makanannya." Felix melepaskan tangannya dari pinggang gadis itu, bermaksud membebaskan diri dari belitan Anna.Tapi gadis itu memegangi bagian depan jasnya dan berbisik. "Sebentar lagi."Entah apa maksudnya. Tapi Felix tidak memaksa untuk melepaskan diri. Dia ingin tahu apa lagi yang akan dilakukan istrinya. Suara Anna yang lembut dan napasnya yang teratur membuat Felix merasa aneh. Sep

  • Pengantin Dadakan Sang Mafia   Bab 124. Aku Ingin Sekali Memegang Uang Milikku

    Suasana ruang kantor Felix yang awalnya sunyi dan tercekik oleh ketegangan, riuh dengan sorakan Anna. Tapi selain suaranya yang bergemuruh, semua orang tidak tahu harus berkata apa. Masing-masing dari mereka melirik Felix dan merasa serba salah untuk mengungkapkan reaksi yang jujur. Mereka hanya bisa saling pandang dengan ekspresi takjub.Beatrix berdiri membeku di tempatnya, masih tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi.Sejak kapan Felix menjadi begitu bodoh dengan menjadikan tanggal pernikahannya sebagai kombinasi angka untuk brankasnya? Tapi melihat wajah tidak percaya Felix, sepertinya tidak begitu. Ini sangat aneh.Akhirnya Silvia berinisiatif lebih dulu. "Selamat, Nyonya," tulus dia berkata sambil membungkuk sedikit.Dia adalah orang yang merasa paling beruntung karena telah menolak taruhan yang sebelumnya didesakkan Anna padanya. Seandainya dia tergiur oleh iming-iming gaji yang dilipat gandakan, mungkin saat ini dialah yang harus gigit jari kehilangan gaji bulananny

  • Pengantin Dadakan Sang Mafia   Bab 123. Gadis yang Dipenuhi Keberuntungan

    Beatrix tidak terlalu peduli soal uangnya. Dia hanya ingin memberi pelajaran pada gadis ini awalnya, mengira Felix akan marah besar. Siapa yang bisa mengira jika mantan tunangannya ini bersikap di luar dugaan dan malah memanjakan istrinya?Adakah keduanya pernah bertemu sebelumnya? Hanya dia yang tidak tahu jika Felix pernah menjalin hubungan dengan gadis ini lebih dulu? Beatrix merasa mulai kehilangan arah dalam berpikir."Oh, baiklah. Kita akan segera mengakhiri ini. Aku akan mencoba membuka pintunya." Anna melepaskan lengan Felix dengan enggan. "Walau pun kemungkinannya sangat kecil, aku tidak takut kalah. Ada suamiku yang tampan dan kaya di sini."Anna tersenyum percaya diri sambil menepuk-nepuk dada Felix. Perlu seluruh keberanian untuk menggoda pria ini di depan umum. Tapi setelah menyentuhnya, seperti ada magnet yang menahannya untuk pergi. Lagi pula rasanya sangat enak.Anna memukul kepalanya sendiri pelan saat berjalan ke arah b

  • Pengantin Dadakan Sang Mafia   Bab 122. Satu Ratus Juta

    "Sayang, apa rapatnya sudah selesai? Aku sangat bosan menunggu dan mencari-cari sesuatu yang bisa kulakukan. Lihatlah, aku menemukan brankas ini." Anna memburu ke arah Felix dan menunjukkan hasil dari kebosanannya menunggu. Dia memeluk lengan besar Felix dan menggesek-gesekkan sisi wajahnya ke bahu pria itu, persis seperti anak kucing yang manja.Hati Felix yang semula muram kini terasa gatal. Gadis ini memang memiliki kemampuan mengubah suasana hatinya hanya dalam hitungan detik. Rapat yang menegangkan dengan para direktur tadi langsung sirna dari pikirannya begitu melihat tingkah Anna.Untungnya, pintu brankas masih tertutup rapat. Anna tidak mungkin bisa menemukan kombinasi angka yang tepat. Brankas itu menggunakan sistem keamanan berlapis dengan kode rahasia yang hanya Felix ketahui."Oh ya, aku dan bibi Ashbourne sedang melakukan taruhan. Kalau aku bisa membuka brankasnya, Bibi akan memberikan penghasilannya selama satu bulan kepadaku. Tapi bila aku tidak berhasil membukanya, aku

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status