Share

Mengabaikan Ananta

Penulis: Erna Azura
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-21 09:21:07

Suasana makan malam di mansion terasa jauh lebih hening dari biasanya.

Zanitha duduk di kursinya dengan tenang, menyendok makanannya tanpa ekspresi, sementara di seberangnya, Ananta menikmati steak dengan gerakan perlahan sesekali mencuri pandang ke arah istrinya.

Biasanya, meskipun hubungan mereka sering diwarnai adu argumen, Zanitha akan berbicara atau setidaknya menanyakan sesuatu kepada Ananta—walaupun hanya basa-basi karena Zanitha sama sekali bukan perempuan tipe pendiam.

Tapi malam ini berbeda.

Wanita itu tidak mengeluarkan satu kata pun. Bahkan tatapannya tak sekalipun terangkat untuk melihat sang suami tampan di depannya.

Ananta yang semula santai mulai merasa gelisah.

Tentu saja dia tahu alasan kenapa Zanitha mendiamkannya.

Ananta menyuapkan potongan steak terakhirnya ke mulut, lalu meletakkan pisau dan garpunya dengan perlahan.

“Kata Klaus tadi kamu jatuh di taman.” Ananta membuka topik pembicaraan, dia ingin mendengar cerita langsung dari Zanitha kenapa bisa berakh
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Ferinda Yanti
hahahaha,,,rasain tuh...emang enak
goodnovel comment avatar
Fahriani Bidaria
abaikan trs smpai memohon merayu hehe
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Pengantin Dari Sebuah Tragedi   Membuktikan

    Pagi itu dimulai dengan panggilan tak terduga. Klaus datang menghampiri Ananta yang tengah bersiap turun ke ruang makan.“Tuan Sebastian meminta Anda datang ke ruang kerjanya. Sendirian,” lapor Klaus dengan nada netral dan ekspresi serius.Ananta menarik napas panjang, lalu mengangguk. Ia tahu pertemuan ini tak bisa dihindari. Sudah lama sang kakek diam, mengamati dari balik tirai Mansionnya tanpa sepatah kata pun tentang Zanitha.“Baiklah ….” Ananta menyahut, tapi sebelum dia pergi menemui sang kakek, Ananta harus sarapan dulu agar kuat menghadapi beliau.Zanitha yang sedang menata meja tersenyum pelik menatap Ananta, dia mendengar apa yang disampaikan Klaus tadi.“Sarapan sayang …,” kata Zanitha basa-basi.Ananta mendekat lalu mengecup pelipis Zanitha sembari mengusap punggungnya lembut.“Makasih sayang,” balasnya lalu menghempaskan bokong di kursi makan di ujung meja.“Ares belum bangun?” Zanitha menggelengkan kepala. “Tadi pagi sekali dia terbangun … karena itu sekarang

  • Pengantin Dari Sebuah Tragedi   Perempuan Tangguh

    Aroma roti hangat dari dapur mansion Von Rotchschild menyusup ke sela-sela tirai kamar dan menggoda Ares yang sudah lebih dulu bangun dan kini tengah duduk di meja makan kecilnya sambil mengayunkan kaki.Zanitha duduk di seberang meja, masih mengenakan kaus tidur putih lembut dan cardigan tipis. Rambutnya digelung seadanya, wajahnya polos tanpa riasan. Tapi ada ketenangan baru di matanya— tampak seperti ketenangan yang datang dari keberanian untuk kembali dan bertahan.Ananta menyusul ke ruang makan beberapa menit kemudian, mengenakan kaus hitam dan celana rumah. Ia menatap istri dan putranya dari balik pintu, membiarkan matanya menyapu pemandangan yang dulu hanya ia impikan—Zanitha menyuapi Ares dengan sendok kecil, sambil sesekali tertawa kecil melihat anaknya mengotori bibir dengan selai cokelat.“Pagi sayang,” gumam Ananta sambil berjalan mendekat lalu melabuhkan kecupan di puncak kepala Zanitha.Zanitha mendongak lalu tersenyum. “Selamat pagi, Tuan rumah,” godanya.Ananta me

  • Pengantin Dari Sebuah Tragedi   Lembaran Baru Kehidupan

    Malam semakin larut. Setelah semua tamu keluarga berpamitan, Ananta menggandeng Zanitha kembali ke kamar mereka. Kamar itu tampak persis seperti dulu, bahkan gaun malam favorit Zanitha masih tergantung rapi di balik pintu lemari. Hanya saja, kini suasananya terasa lebih hangat.Zanitha berdiri di tengah kamar, memandangi pantulan dirinya di cermin. Tubuhnya sedikit lunglai karena lelah dan emosi, tapi ada aura berbeda—ia terlihat seperti perempuan yang telah melalui badai dan kembali dengan kekuatan baru.Ananta mendekat dari belakang, tangannya melingkari pinggang istrinya. “Kamu kelihatan luar biasa malam ini,” bisiknya.Zanitha menunduk, suaranya pelan. “Aku gugup .…”“Kenapa?” tanya Ananta lembut.“Karena ini pertama kalinya aku kembali ke sini sebagai perempuan yang kamu perjuangkan. Bukan sebagai istri kontrak.”Ananta membalikkan tubuh Zanitha, menatapnya lekat. “Kamu bukan hanya istri yang aku perjuangkan, Zanitha. Kamu adalah satu-satunya perempuan yang ingin aku habisk

  • Pengantin Dari Sebuah Tragedi   Pulang

    Langit Zurich sore itu bersih dan membiru, seolah menyambut kembalinya Zanitha ke tanah yang pernah menjadi saksi cinta dan luka hatinya.Mobil hitam yang menjemput mereka dari bandara melaju pelan di jalan-jalan beraspal mulus, melintasi pepohonan yang mulai menunjukkan warna musim semi.Ares tertidur di pelukan Zanitha, kelelahan setelah penerbangan panjang, sementara Ananta sesekali melirik ke arah istrinya dengan ekspresi yang tak bisa disembunyikan—bahagia, lega, dan takut semuanya hanyalah mimpi.Zanitha menatap keluar jendela sepanjang jalan, dan ketika mobil mulai memasuki gerbang utama mansion Von Rotchschild, napasnya tercekat. Ia mengenal setiap sudut bangunan itu, setiap pot bunga di sepanjang jalur masuk, setiap jendela yang dulu mengurungnya dalam sepi—dan kini menyambutnya kembali sebagai seorang istri dan ibu.Pintu utama terbuka begitu mobil berhenti. Klaus, kepala pelayan senior yang telah bertugas selama puluhan tahun, berdiri dengan tubuh tegap di depan pintu b

  • Pengantin Dari Sebuah Tragedi   Masa Depan Bersama Zanitha

    Malam itu, Zanitha tidur dengan perasaan letih namun lega. Seakan beban di pundaknya terasa jauh berkurang. Ia telah berdamai dengan masa lalunya. Kini yang tersisa adalah menatap masa depan.Keesokan harinya, masih ada satu hal penting yang harus Zanitha lakukan sebelum meninggalkan tanah air. Pagi itu, ia mengundang Bella untuk bertemu di Petal Home — butik florist yang selama ini mereka kelola bersama dan telah menjadi buah hati dari kerja keras mereka berdua.Bella tiba di Petal Home dengan wajah muram bercampur tabah. Ia sudah mendengar kabar dari Zanitha bahwa sahabatnya itu akan segera pindah ke luar negeri. Mereka memilih duduk di sudut ruangan toko bunga yang masih belum buka di pagi hari itu, demi privasi percakapan mereka. Hanya ada harum segar bunga mawar dan lili yang menemani.Bella menatap Zanitha dengan mata yang mulai basah. “Jadi ini keputusan finalmu?” tanyanya pelan.Zanitha mengangguk mantap. “Iya, Bell. Aku akan berangkat besok.”Bella

  • Pengantin Dari Sebuah Tragedi   Selamat Tinggal

    Begitu pintu menutup, Damar jatuh terduduk di kursinya. Wajahnya tertunduk dalam, kedua tangannya menutupi mata yang akhirnya tumpah dengan penyesalan. “Maafkan aku…,” gumamnya berulang-ulang meski orang yang dituju tak lagi berada di sana.Sementara itu, Zanitha berjalan menyusuri koridor keluar dari kantor itu dengan langkah gontai. Air matanya masih berlinang, tapi dalam hati ada sedikit kelegaan. Beban yang selama ini menyesak di dadanya perlahan terangkat. Ia sudah mengucapkan semuanya yang perlu diucapkan. Sudah saatnya menutup bab kelam itu.Di lobi, Ananta dan Ares segera menghampiri saat melihat Zanitha muncul. Wajah Zanitha tampak letih, namun ada ketenangan baru terpancar darinya.Ananta meraih jemari Zanitha dengan cemas. “Kamu baik-baik aja?” tanyanya lembut, mencari wajah istrinya.Zanitha menghapus sisa-sisa air mata di sudut matanya, lalu mengangguk pelan. “Aku baik-baik aja,” jawabnya lemah tapi pasti. “Semua udah kusampaikan padanya.”Anant

  • Pengantin Dari Sebuah Tragedi   Memaafkan

    Keesokan harinya, seperti rencana, Ananta mengantar Zanitha ke gedung kantor milik Damar Wiranata. Pagi itu langit mendung tipis, seolah turut mencerminkan kegundahan hati Zanitha.Di lobi gedung megah tersebut, Zanitha berdiri mematung beberapa saat. Kakinya terasa dingin, tangannya gemetar menggenggam tas kecilnya. Aku bisa, ia berbisik menyemangati diri sendiri. Aku harus menyelesaikan ini.Dengan langkah mantap meski hati berdebar, Zanitha menghampiri meja resepsionis. “Selamat pagi, saya Zanitha. Saya ada keperluan mendesak untuk bertemu pak Damar Wiranata,” ujarnya sopan namun tegas kepada petugas di sana.Resepsionis itu mengangkat wajah, tampak sedikit terkejut mendapati wajah yang tak asing baginya. Kemarin Zanitha datang membawa kue ulang tahun untuk Damar dan Damar sengaja tidak mau menemui Zanitha karena menganggap akan menagih hutang. Wanita itu tersenyum canggung. “Maaf, Ibu Zanitha. Bapak Damar sedang ada rapat pagi ini. Apakah sudah membuat janji sebelumnya?”Zanit

  • Pengantin Dari Sebuah Tragedi   Demi Ares

    Ruangan itu sunyi sesaat setelah kata-kata Zanitha terucap lirih. “Aku akan ikut kalian kembali ke Zurich,” ucapnya dengan suara bergetar namun pasti.Ananta menatap istrinya tak percaya. Mata laki-laki itu perlahan membesar dan berkilat haru. “Kamu… serius, sayang?” tanyanya nyaris berbisik, seolah khawatir harapannya hanya ilusi semata.Zanitha mengangguk pelan. Wajahnya pucat, tetapi sorot matanya menunjukkan tekad yang bulat. “Demi Ares, aku akan ikut,” ulangnya, lebih tegas.Sejenak Ananta terpaku, lalu senyum hangat merekah di wajahnya. Tanpa ragu ia merengkuh Zanitha ke dalam pelukannya. “Terima kasih, Zanitha,” bisik Ananta dengan suara serak menahan haru, “Kamu enggak tahu betapa bahagianya aku sekarang.”Di dekat mereka, Ares yang sedari tadi mendengarkan percakapan orangtuanya tiba-tiba bersorak girang. Bocah laki-laki itu melompat-lompat kecil di sofa. “Horeee! Mommy ikut ke Zurich! Mommy ikut!” serunya dengan tawa riang. Tangannya yang mungil bertepuk-tepuk kegirangan

  • Pengantin Dari Sebuah Tragedi   Membujuk Zanitha Kembali

    Setelah makan malam, Mathias pamit pulang.“Ayah pulang dulu, kamu dan Ares tinggal lah di sini … Ares pasti masih merindukan mommynya.”“Makasih Yah, untuk semuanya.” Ananta mengantar ke pintu depan.“Kamu anak Ayah satu-satunya dan sekarang kamu Chairman Helvion Group, bersikaplah dewasa Ananta … tahan emosimu, berpikir dua kali sebelum bertindak meski itu menyangkut istri dan anakmu.” Mathias menasihati.“Iya Ayah … aku mengerti sekarang.”Mathias menganggukan kepala, menepuk pundak Ananta lantas menarik langkah pergi meninggalkan Penthouse Zanitha.Ryan dan Bella juga undur diri.“Kalau Ares mimpi buruk lagi, teriak aja ya, Aunty langsung datang ke sini!” ujar Bella sambil mencium pipi Ares.Ares mengangguk pelan disertai cengiran yang memamerkan dua gigi kelincinya.Sambil menggendong Ares, Zanitha mengantar mereka sampai pintu.Saat pintu tertutup, keheningan menyelimuti.Zanitha kembali ke ruang tengah lalu meletakan Ares di sofa yang langsung pindah ke pangkuan Anan

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status