Ruang bawah tanah di pabrik tua pinggiran Distrik ke-8 Paris kini benar-benar senyap. Suasana lembap dan gelap hanya dihiasi nyala senter kecil yang masih tergolek di lantai, memantul samar dari genangan air dan debu yang menumpuk.Sosok lelaki yang memukul Edmund hingga tak sadarkan diri berdiri di atas tubuh korban yang kini tergeletak tak bergerak. Balok kayu besar yang tadi digunakan untuk menghantam tengkuk Edmund kini disandarkan ke dinding.Lelaki itu menyeringai miring. Wajahnya tersorot samar cahaya senter, menunjukkan garis wajah yang keras dan tajam. Ia membungkuk, mengambil kartu identitas Javier yang tadi terjatuh dari tangan Edmund."Sialan," gumamnya, memandangi foto Javier dengan seringai mengejek. "Terlalu banyak tahu untuk seorang asisten pribadi. Sudah waktunya dia keluar dari permainan ini."Tanpa membuang waktu, lelaki itu—yang ternyata adalah Luan, sopir pribadi Kennard—mengantongi kartu identitas tersebut ke dalam saku jas hitamnya. Kemudian, dengan gerakan cepa
Suara roda brankar darurat bergesekan cepat di lantai marmer koridors sebuah rumah sakit swasta yang terletak tak jauh dari pusat Distrik ke-8 Paris. Lampu-lampu silau menyorot wajah pucat Joana yang tidak sadarkan diri. Tubuhnya lunglai dengan wajah penuh luka memar dan darah yang merembes dari bawah gaun hitamnya. Perempuan muda itu dalam kondisi sangat lemah karena penyiksaan yang dialaminya. “Denyut nadinya lemah! Pasien sedang mengandung dan mengalami pendarahan. Siapkan ruang penanganan darurat untuk pencegahan keguguran!” teriak seorang dokter sambil berlarian dengan tiga perawat lain yang juga mendorong brankar. “Baik, Dok,” sahut perawat. Vernon masih ikut berlarian mendampingi Joana yang terbaring tak sadarkan diri di atas brankar itu, tak peduli pada keringat dingin yang mengalir dari pelipisnya. Kemejanya kusut dan bercak darah Joana menodai lengannya. Matanya merah dan rahangnya mengeras karena perasaan tidak tenang terus menggerogotinya sejak dalam perjalanan. “Selam
Satu jam setelah pesan itu diterima, kini Kennard sudah berdiri di depan bangunan reot yang pernah menjadi gudang produksi logam tua. Pandangannya awas ke sekitar. Belasan pengawal berpakaian serba hitam menyebar dalam formasi tempur, bersenjata lengkap—Glock dan belati. Edmund berada tepat di sampingnya, membawa tablet terus memantau sinyal GPS dari pelacak digital yang berhasil ia sematkan lewat sistem milik salah satu nomor penculik yang mengirimkan pesan satu jam lalu."Sinyal terakhirnya di sini, Tuan muda. Setelah itu sinyal terputus. Sepertinya ponsel sengaja dimatikan. Seharusnya, Nyonya muda berada di sini," ujar Edmund.Kennard tidak menjawab. Rahangnya masih mengeras, dan langkahnya dipercepat. Ia tak menunggu aba-aba. Begitu pintu baja tua itu terlihat, ia langsung menendangnya keras hingga engselnya terlepas separuh. Kemudian diselesaikan pengawalnya dengan tembakan beruntun hingga pintu itu rubuh. Kini, para pengawalnya masuk terlebih dahulu, menyisir setiap sudut bangu
Petir menyambar langit Paris. Hujan kini turun deras, menciptakan ritme dentingan di atas atap pabrik tua yang sudah hampir rubuh di pinggiran Distrik ke-8. Di dalam ruangan lembap itu, Joana menggigil hebat. Darah mengering di sudut bibir dan pelipisnya. Wajahnya sembap karena tangis dan tamparan bertubi-tubi dari salah satu anak buah Javier yang menjijikkan.Sebuah tamparan tiba-tiba kembali diterimanya, lalu anak buah Javier yang lain menekan pipinya dengan kasar. Kepalanya menunduk, rambutnya kusut berantakan, dan tubuhnya gemetar. Bukan hanya karena dingin, tetapi juga karena ketakutan akan pelecehan yang menimpanya."Jangan sampai dia pingsan!" bentak pria bertubuh besar yang bernama Remi. "Bos belum puas bermain dengannya.""Ah, Bos Javier, kita mulai saja. Lihat dia, sudah lemas dan pasrah. Aku semakin tergoda kalau begini," ujar pria besar bertubuh tambun yang mencengkeram rahang tirus Joana dengan kasar.Javier hanya duduk santai sambil menyilangkan kaki di atas kursi reyot,
Sementara itu, hujan rintik mulai membasahi jalanan besar di Distrik ke-8 Paris. Lampu-lampu jalan mulai menyala, menyorot basahnya aspal yang gelap. Joana duduk di jok belakang sedan hitam milik keluarga Moreau. Ia baru saja menyelesaikan presentasi panjang di kantor dan merasa cukup lelah, tetapi hatinya sedikit tenang karena tahu ada rumah hangat yang menantinya malam ini.Sopir tua keluarga Moreau, Gerard, menyapa ramah dalam bahasa Prancis yang lembut, “Mademoiselle Joana, apakah Anda ingin berhenti sebentar untuk membeli sesuatu?”Joana hanya menggeleng pelan. “Tidak, Gerard. Kita langsung pulang saja. Aku ingin cepat sampai di mansion.”“Baik,” sahut pria loyal itu. Namun, tak sampai lima menit setelah mereka keluar dari pusat kota, mobil perlahan masuk ke jalan kecil yang agak sepi. Tiba-tiba, dari gang kiri, sebuah van putih berhenti melintang di depan mobil mereka. Gerard sontak menginjak rem mendadak.“Mon Dieu …,” gumam Gerard panik, saat dua pria yang memakai penutup waj
Edmund baru saja ingin membuka mulut, hendak mengungkapkan dua rahasia besar yang masih disimpannya tentang Joana, tetapi ponsel Kennard tiba-tiba bergetar signifikan. Sang CEO merogoh sakunya cepat dan mengeluarkan ponsel pintarnya. Di layar, tertera nama “Dr. Daniel Weber” dari Rumah Sakit Umum Salzburg. Kennard langsung mengangkatnya.“Ya, dr. Daniel?”“Tuan Kennard, kabar baik. Kami baru saja selesai memeriksa kondisi Tuan Lionel untuk terakhir kalinya hari ini. Jantung beliau sudah kembali stabil. Tentu saja, beliau masih belum sadar penuh, tapi tidak ada indikasi kritis lagi. Kami tidak menyarankan transplantasi. Racunnya sudah bersih dari sistem tubuh beliau," jelas suara tenang Dokter Daniel di ujung sana.Kennard mengerjapkan mata dengan rasa syukur memenuhi hatinya. "Itu berita bagus, Dok. Syukurlah. Tapi ... bagaimana bisa hanya dengan detoksifikasi biasa, racun mematikan seperti itu keluar dari tubuhnya tanpa operasi besar?"“Kami menggunakan kombinasi terapi enzim dan fil