“Tu-tuan,” panggil Lynette dengan menahan rasa sakit. Lucian berdecak, tapi tetap berjalan ke arah Lynette. Menempatkan kelinci buruannya di samping pintu dan kembali menutup pintu gubuk. “apa yang terjadi?”“Ak-aku pikir tuan meninggalkan aku di sini, jadi aku mencoba untuk berlari, tapi aku lupa kalau kakiku terluka.Jawaban polos itu membuat Lucian memejamkan matanya dan sekali lagi berdecak. Dia angkat wanita itu, dia gendong dan membawanya ke luar gubuk. Gubuk itu kecil, 2 buah pohon berdempetan di sisi kanan gubuk. Begitu lebat dengan ranting yang menjulur ke bawah dengan dahan yang rindang. Kesejukan merasuki paru-paru Lynette, dia menghirup udara pagi dengan sangat nyaman. Sudah lama sekali dia tidak merasakan sensasi menyegarla dari hijaunya hutan setelah tinggal di mansion mewah milik Lucian. “Tunggu di sini dan jaga apinya agar tetap hidup.”Lucian meninggalkan Lynette duduk di hadapan api unggun yang sudah siap untuk digunakan memasak. Lynette mengipasinya dengan daun
Lucian menghentikan langkahnya, sudut bibirnya berkedut mendengar pertanyaan absurd dari Lynette. Menyadari Lucian yang yang mungkin saja kesal dengan pertanyaan anehnya, Lynette menepuk pundak laki-laki itu pelan. “Tuan, lupakan pertanyaanku tadi. Itu tidak penting.”“Kau lihat ke arah kanan, di samping rumbuk akar pohon yang menumpuk jadi satu,” ucap Lucian sembari kembali berjalan meneruskan langkahnya. Lynette mengarahkan obornya pada tempat yang diberitahu Lucian, matanya menyipit memandang akar-akar besar itu dengan saksama. “Ada apa di sana?”“Di sana lah berkumpulnya para hantu, mereka biasanya keluar pada tengah malam dan berkeliaran menangkap mangsa.”“Huh?” Dalam gendongan Lucian, Lynette terlonjak. Matanya langsung kembali lurus ke depan pada kegelapan malam yang akan mereka lewati. “Dan di depan sana, mungkin saja akan ada seorang pembunuh berantai yang mencegat kita, secara tiba-tiba muncul dari kegelapan. Memegang sebuah pisau kecil, tajam dengan ujung mengkilap yang
“Cepat cari titik di mana Tuan Issac dan Nyonya berada, jika sampai pagi tiba kalian belum bisa menemukannya, saya sendiri yang akan menghukum kalian!”Bentakan itu terdengar begitu nyaring, para pelayan yang ada di sana juga merasakan ketakutan atas rasa khawatir dan takut yang ditunjukkan oleh Rekash, asisten pribadi tuan mereka. Selama ini, Rekash selalu terlihat begitu tenang dan kalem. Seolah tidak akan pernah terusik oleh sesuatu apapun, tapi sekarang kemarahannya begitu menyalak di antara rasa resah mendengar jika tuan dan nyonya mereka mengalami musibah. Di antara banyaknya pelayan, ada Brich yang berdiri di tempat paling belakang tepat di belokan menuju koridor dapur. Menelan ludahnya susah payah dengan kedua tangan yang saling bertaut dengan erat, Brich berdoa dalam hati, jika Glea sama sekali tidak memiliki sangkut pautnya dengan ini.Beberapa anak buah yang ditugaskan oleh Rekash segera pergi dari sana dengan tergesa-gesa.Beberapa saat kemudian seseorang datang dengan l
Kepalanya terasa pusing, dan kaki kanannya mati rasa. Lynette terbangun karena rasa sakit dan membuka mata yang langsung disambut dengan langit malam yang begitu indah. Semuanya terasa kacau, setelah rasa sakit yang dia rasakan semakin bertambah, dia sadar yang terlihat di atasnya adalah langit malam. Dan sekarang berada di luar dalam alam bebas. Kembali berputar dalam memori ingatannya tentang kecelakaan yang baru saja dia alami dengan Lucian. Sontak dia langsung bangkit dari baringannya dan memanggil Lucian. “Tuan Issac!”“Ada apa?”Kepala Lucian muncul dari balik pohon besar tempat Lynette pingsan. Laki-laki itu mendekat dan memeriksa kaki kanan Lynette. “T-Tuan, apa kita baru saja kecelakaan?” tanya Lynette dengan terbata-bata. “Ya, diam dan tunggu di sini.”Lynette menghentikan Lucian yang akan beranjak dari tempatnya, dia pegang lengan Lucian yang bajunya ada beberapa bagian yang telah koyak. “Apa tuan baik-baik saja? Apa ada yang terluka?”Pertanyaan itu membuat Lucian terp
Brich tidak bisa duduk tenang dengan Rekash yang duduk di depannya dengan tegak. “Tuan, saya sungguh tidak tahu di mana Glea berada, tapi ada satu hal yang saya ketahui.”Rekash merasa kesabarannya akhirnya terbalas, sejak kepergian Lucian dan Lynette dia mencoba untuk mengulik informasi dari Brich, pelayan yang selalu dipasangkan dengan Glea. “Katakan kepadaku dengan benar. Kau pasti tidak ingin berhadapan langsung dengan Tuan Issac, kan?”Brich tentu saja langsung menggelengkan kepalanya. Dia menunduk mempermainkan ujung pakaian pelayan yang dia pakai. “Maaf, Tuan. Saya berjanji akan mengatakan yang sejujurnya, tapi saya mohon jangan bawa saya dihadapan Tuan Issac!”“Aku berjanji, sekarang katakan!”“Saya pernah memergoki Glea berbicara dengan seseorang di balik pintu belakang dapur bawah. Mereka membicarakan tentang rencana menjebak nyonya Issac, tapi saya tidak tahu dengan siapa dia berbicara.” Rekash paham dengan apa yang dikatakan oleh Glea. Mungkin itulah rencana berhasil yan
Duduk tenang di dalam mobil, hanya berdua dengan Lucian, membuat Lynette merasa canggung. Gelagatnya sangat terlihat, ketika mobil berhenti saat lampu merah di perempatan jalan besar datang. “Kenapa?”Pertanyaan yang datang dari Lucian mengagetkan Lynette, dia menoleh dan menatap Lucian yang masih fokus dengan jalanan. “Tidak ada apa-apa.”“Aku tahu kau berbohong.”“Tidak,” jawab Lynette dengan ragu. Kenapa Lucian mengajaknya berbicara, situasi diantara keduanya semakin canggung karena hal tersebut.Setelah itu, tidak ada percakapan yang terjadi. Lucian fokus dengan jalan, sedangkan Lynette menatap kagum gedung-gedung yang ada di luar jendela. Dia belum pernah memasuki gedung-gedung itu, dalam pikirannya apa yang ada di dalam sana. Sehingga banyak orang yang masuk dan keluar dengan wajah yang sumringah dan puas. Lucian tahu, Lynette mengalihkan perhatiannya dengan yang ada di luar, tapi memangnya apa yang menarik dari gedung-gedung membosankan iitu? Lucian berdecak, mencegah lidahn
Lynette menatap dirinya dari pantulan kaca dengan yang ada di kamar mandi. Wajahnya telah sempurna dengan riasan wajah yang Brich berikan, tapi tampaknya dia kurang menyukai hal ini. “Brich? Bisakah aku menghapus riasan ini? Aku tidak suka.”Brich menggelengkan kepalanya, dia tengah membersihkan sepatui yang Lynette pilih sendiri. Sepatu merah dengan hak yang tidak terlalu tinggi dan terkesan polos, jauh berbeda dengan sepatu yang dia pilihkan tadi. “Tidak bisa, Nyonya. Acara makan malam antar keluarga mafia, harus seformal mungkin dan riasan wajah adalah hal yang paling utama. Saya akan menempatkan penghapus riasan wajah di tas Anda, nanti jika acaranya sudah selesai dan Anda ingin segera menghapusnya, bisa segera Anda lakukan.”Lynette mendesah kecewa, rambutnya yang biasanya dibiarkan tergerai. Sekarang telah disanggul dengan pita kecil di atasnya, anak rambut depan menggeliat turun membingkai wajah kecilnya. Tidak apa jika dia tetap memakai riasan, karena yang terpenting adalah
Ruangan itu penuh dengan decak basah dengan geraman rendah Lucian. Lynette merasakan perih di bibirnya, ketika Lucian menariknya dengan gigi. Kemudian menyesap bibir merahnya dengan buas. Seolah ingin menghapuskan jejak yang tertinggal oleh bajiangan kurang ajar yang dengan berani menyentuh Lynette. Kedua kaki Lynette semakin di lebarkan, Lucian masuk di antara paha kurus itu dan menarik pinggang Lynette untuk naik ke pangkuannya. Ciuman itu terlepas setelah Lynette menjambak kasar belakang rambut Lucian. Napas mereka memburu dengan begitu hebat, untaian saliva mengalir dari sudut bibir dan turun membasahi dagu. Lucian menyekanya dengan ibu jari. “Ingatkan aku tentang si bajingan itu juga, aku akan membunuhnya dengan tanganku sendiri. Akan aku robek mulutnya, menarik lidahnya dan memberikan kepalanya untuk makan anjing kesayanganku!” Mulut Lynette masih terbuka, dadanya naik turun dengan hebat. Pancaran mata yang dikeluarkan oleh Lucian, menarik dirinya ikut tenggelam dal
Ruangan yang tadinya sepi dan seperti tak berpenghuni, kini tiba-tiba saja menjadi ramai. Lynette menoleh ke belakang melihat banyaknya orang yang muncul dari balik gelepan, dari balik tingginya rak-rak perpustakaan lama. Orang-orang itu memakai pakaian serba hitam dengan kepala yang tertutup dengan topi serta masker. Di tangan mereka juga terdapat senjata tajam yang mana membuat Lynette terkejut setengah mati. Dia ke sini karena ingin bertemu dengan Taylor, tapi apa ini? Siapa orang-orang ini? Dan, Lucian?Belum sempat Lynette mencerna ketegangan yang mulai menyebar, pergelangan tangannya ditarik paksa. Dia disergap oleh sebuah pisau yang ada di depan lehernya tepat.“Rekash!”Rekash yang tadinya berdiri tidak jauh dari perpustakaan, tiba-tiba berlari dengan sangat kencang mendengar nada tinggi sang tuan. Sesampainya di belakang Lucian, asisten pribadi itu terkejut luar biasa.Ternyata benar, di sini adalah tempat para penghianat berkumpul. Tapi, “Nyonya Issac! Kenapa bisa ada d