Share

Bab 4. Menuju Kontrakan

Taksi meluncur di tengah lalu lintas kota, Aira dan Steven duduk di belakang sambil mencatat barang-barang apa saja yang akan dibelinya nanti.

Sambil melihat ponselnya untuk mencatat keperluan apa saja yang akan ia beli nanti di minimarket, Steven berkata, "Nanti kita beli beberapa barang untuk keperluan di kontrakan, ya."

"Terserah!" jawab Aira dengan nada ketus.

Namun, tiba-tiba, sopir taksi dengan cekatan menginjak rem, membuat mereka berdua terguncang sampai kepala Aira terbentur kaca mobil.

"Awhh …!" rengek Aira kesakitan, "hati-hati dong, Pak, kalau nyetir! Sebenarnya bisa nyetir gak sih?" omel Aira kesal seraya menyentuh kepalanya yang sakit.

"Maaf, Mbak, ada halangan di depan. Sepertinya ada pohon tumbang." Sopir berkata dengan penuh penyesalan karena tiba-tiba mengerem dadakan mobilnya, sampai membuat penumpangnya terbentur pintu mobil.

Steven memandang keluar jendela. Dan benar saja, sebuah pohon besar sudah menghalangi jalan mereka, dan beberapa kendaraan lain pun sedang berhenti di depannya.

"Maaf, Mas, Mbak, sepertinya kita mungkin harus sedikit bersabar sampai situasi di depan mereda," ucap Sopir tersebut.

"Tidak apa-apa, Pak. Kita tunggu saja," kata Steven dengan santai.

Beberapa menit kemudian, mereka melihat sekelompok anak kecil berlarian ke arah taksi.

"Pak sopir, tolong! Adik kami kehilangan mainan di selokan," kata anak lelaki yang mengenakan kaos oblong berwarna merah.

"Iya, kami tak bisa mencapai karena terlalu dalam!" ujar salah satu temannya.

Sang sopir berpikir sejenak karena ia takut pakaian kerjanya akan kotor. "Baiklah, anak-anak. Bapak akan mencoba membantu kalian."

"Tidak perlu, Pak. Biar saya saja, nanti pakaian kerja Bapak kotor lagi." Steven tersenyum sambil membuka pintu mobil, lelaki tampan yang berhidung mancung itu segera keluar dari dalam mobil.

Steven turun dari taksi dan membantu anak-anak itu, mencari mainan yang terjatuh ke dalam selokan.

Sambil tetap duduk di dalam taksi, Aira melihat ke arah Steven dan anak-anak yang tengah berusaha mencari mainan yang jatuh ke dalam selokan.

Aira berpikir dalam hati, 'Steven memang baik hati dan perhatian terhadap orang lain. Anak-anak itu juga terlihat bahagia.'

Saat Steven dengan cepat merasa akrab dengan anak-anak yang mencari mainan di selokan, Aira merasa kagum dan sedikit terkejut. Meskipun dia tahu bahwa Steven memiliki sifat yang ramah, tetapi kemampuannya dalam mengakrabkan diri dengan anak-anak itu adalah sesuatu yang tidak dipikirkan sebelumnya.

Aira menepis pemikirannya sesaat, bisa-bisanya ia mulai mengagumi lelaki itu. Jelas-jelas lelaki yang sudah menjadi suaminya mungkin saja sedang cari muka di depannya.

Beberapa saat kemudian, Steven akhirnya sudah kembali ke dalam taksi dengan pakaian yang kotor.

"Steven, apa yang terjadi? Kenapa kamu begitu kotor?"

Melihat Steven kembali dengan pakaian yang kotor, Aira merasa jijik dan hampir ingin muntah. Dia merasa terkejut dengan kondisi Steven dan tidak tahu apa yang membuatnya begitu kotor.

Aira mencoba menahan rasa jijiknya dan berbicara dengan ekspresi marah. "Kamu begitu menjijikan, Steven!"

"Maaf ya, Aira. Tadi waktu mencari mainan anak-anak, aku agak terpeleset dan jatuh ke dalam selokan."

Aira memutar bola matanya malas, menutup hidungnya, mencoba menahan rasa jijik. "Oh, begitu ... Itu kenapa kamu kembali dengan begitu banyak lumpur sih, kamu membuat aku ingin muntah?"

"Iya, maafkan aku. Aku terlalu antusias membantu mereka tadi. Jadi, tidak sadar kalau terpeleset."

Aira merasa terganggu dengan pemandangan Steven yang kotor. Dia merasa tidak nyaman dan ingin segera sampai di kontrakan.

"Pak, bisa jalan sekarang gak? Saya gak kuat lama-lama semobil sama dia!"

"Bisa, Mbak. Kebetulan jalanan sudah tidak macet lagi," kata Sopir Taksi tersebut, lalu menjalankan kembali mobilnya.

Sesampainya beberapa menit berlalu. Akhirnya Steven dan Aira sudah turun dari taksi tersebut.

Steven segera menurunkan beberapa koper mereka setelah membayar tagihannya.

"Di mana kita akan tinggal? Jangan bilang kamu akan membawaku tinggal di kolong jembatan!" tanya Aira dengan nada ketusnya.

"Di dalam gang sana!" tunjuk Steven ke arah gang yang begitu sangat sempit.

"Apa?" Aira terperangah melihat ke arah gang yang begitu sangat sempit, "kamu mengajakku tinggal di gang yang sempit seperti itu?"

Sulit bagi Aira untuk membayangkan kehidupan di kontrakan yang berada di gang sempit, bahkan melihat permukimannya saja yang begitu kumuh membuat wanita yang memiliki rambut panjang sebahu itu merasa risi.

"Hanya tempat ini yang bisa kita tinggali sekarang. Nanti kalau masa kontraknya sudah selesai, aku akan mencari tempat yang lebih nyaman lagi."

Aira menghela napas dalam-dalam, ketika melihat Steven yang sudah berjalan terlebih dulu dengan membawa dua koper mereka.

"Mimpi apa aku ini? Bisa-bisanya menikah dengan lelaki miskin seperti dia?" Aira bergumam seraya berdecak kesal.

Aira terpaksa berjalan membuntuti Steven dari belakang. Karena gang sempit dan keterbatasan ruang, Aira tidak memiliki banyak pilihan selain mengikuti di belakang Steven dengan jarak yang cukup jauh dan hanya menggerutu kesal mencebikan bibirnya.

"Masih lama gak?! Kenapa dari tadi gak sampai-sampai sih?" Aira berteriak kepada Steven yang sudah berada jauh di depannya.

Steven tiba-tiba berhenti dan berbalik menghadap Aira dengan senyum lebar. "Sebentar lagi kok, itu di depan!" tunjuk Steven ke arah kontrakannya.

Aira berdecak kesal lalu berkata, "Sudah masuk gang sempit! Kontrakannya jauh pula! Kamu sengaja mengerjai aku, ya!"

Steven tak merespon perkataan Aira, lelaki yang memiliki wajah kotak itu kembali berjalan menuju kontrakannya.

Saat Aira merasa Steven tidak merespon perkataannya dan melihat lelaki itu berjalan kembali menuju kontrakannya, Aira berteriak, "Dasar lelaki nyebelin!"

Aira merasa sedikit kecewa karena Steven tidak memberikan tanggapan atau reaksi apa pun terhadap apa yang baru saja dia katakan.

Aira memutuskan untuk mengikuti Steven, berjalan di belakangnya kembali dengan wajahnya yang sudah begitu kesal.

Sesampainya di depan kontrakan, Steven mengeluarkan kunci dari sakunya dan membuka pintu dengan hati-hati.

Namun, ketika Steven ingin membuka pintunya, lelaki yang memiliki gaya rambut comma hair itu melihat ke arah Aira yang berjalan seperti siput.

"Cepatlah sedikit!" teriak Steven dari depan kontrakannya.

Aira hanya mencebikkan bibirnya menggerutu begitu kesal. Apalagi kakinya yang sudah teramat lelah untuk melangkah, membuatnya semakin ingin menghilang dari tempat yang memuakkan ini baginya.

"Ayo masuk," ucap Steven dengan senyum ramah, melihat Aira yang sudah berada di hadapannya.

Sepertinya Aira begitu sangat kesal kepadanya, semua itu terlihat jelas dari raut wajah Aira yang ditekuk.

Setelah pintu kontrakan mulai terbuka, Aira membulatkan matanya sempurna saat melihat ke dalam kontrakan yang begitu kumuh dan berdebu. Dia merasa terkejut dan sedikit tidak percaya dengan kondisi kontrakan yang begitu berantakan.

"Oh, tidak. Bagaimana bisa aku tinggal di kontrakan seperti ini?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status