Share

Bab 3. Kepergian Aira & Steven

"Steven," kata Anwar dengan tegas, "saya telah memberikan izin untuk pernikahan ini, tetapi sekarang saatnya bagi kamu dan Aira untuk memulai hidup baru bersama. Saya ingin kamu membawa putriku pergi dari sini."

Deg!

Perkataan ayahnya itu membuat tubuh Aira melemas. Jantungnya seperti sedang diremas.

Sesak.

Semua ini terasa begitu sesak baginya. Apakan ayahnya itu mengusirnya? Apakah dia sudah tidak ingin melihat wajahnya lagi?

Seketika bulir hangat kembali lolos dari pelupuk mata Aira, wanita yang masih mengenakan kebaya itu begitu tak percaya, dan tubuhnya begitu melemah.

Steven merasa cemas, tetapi dia mengangguk dan dengan hormat menjawab, "Baik, Pak Anwar. Kami akan segera pergi."

Dian mendekat dengan mata yang sudah berkaca-kaca. "Steven, tolong jagalah Aira dengan baik. Kami selalu mencintainya, dan kami ingin yang terbaik untuknya."

Steven tersenyum begitu manis. "Saya akan merawatnya sebaik mungkin, Bu Dian. Terima kasih atas kepercayaannya."

"Pa, apa Papa mengusir Aira?" Aira bertanya dengan isak tangisnya.

Sari mencoba menenangkan situasi yang kian tegang. "Tidak, Aira," katanya dengan lembut. "Papa tidak mengusirmu. Ini hanya momen yang penuh haru bagi keluarga kita semua, bukanya kakak kamu juga setelah menikah langsung pergi ke rumah suaminya."

Aira menyela perkataan mamanya. "Tapi, Ma. Kak Dian itu menikah dengan lelaki yang punya segalanya. Sedangkan Aira— Mama tahu sendiri bukan, bagaimana kondisi finansial dari Steven. Dia tidak memiliki apa pun, Ma. Apa kalian akan tega membiarkan Aira hidup di jalanan dan menjadi gelandangan?"

Seketika Steven menundukan pandangannya ke bawah ketika mendengar perkataan dari wanita yang sudah menjadi istrinya kini, hidupnya memang terlahir sebagai anak miskin. Namun, mengapa semua orang selalu menghinanya?

Percakapan tersebut menyentuh hati Steven, membuatnya merenung sejenak. Dia tahu betul betapa sulitnya hidup sebagai anak miskin dan bagaimana hal itu bisa membawa stigma dan prasangka dari orang lain.

'Mengapa dia harus berkata seperti itu? Apa yang salah dengan menjadi anak miskin? Aku juga ingin kehidupan yang lebih baik, dan aku sedang berjuang untuk itu. Tapi mengapa semua orang selalu menghinaku? Kenapa status sosialku selalu menjadi bahan olok-olok?' Steven bergumam di dalam hatinya.

"Sudahlah, Aira! Papa tidak ingin melihat dramamu lagi! Sekarang juga kamu bereskan barang-barangmu dan pergi dari sini! Ingat, pernikahan kalian hanya siri, semua orang pun tidak tahu bila kalian sudah menikah. Jadi, sebelum ada gosip yang menerpa keluarga kita tentang kehamilanmu, lebih baik kamu pergi dari rumah ini sekarang juga!"

Perkataan yang tajam dan menusuk dari papanya seperti petir yang menyambar, membuat hati Aira terasa sakit. Dia merasa terhina, tidak dihargai, dan terluka oleh komentar ayahnya yang begitu menyayat hatinya.

Aira yang dipenuhi oleh perasaan sakit hati dari perkataan yang menyakitkan dari ayahnya, berlari ke kamarnya dengan isak tangis yang tak terhingga. Tangisannya terdengar hancur dan penuh dengan emosi yang meluap-luap.

Saat dia berada di kamar dengan kekuatan yang tersisa, dia membanting pintu kamarnya dengan keras, melukiskan ekspresi kemarahan dan kekecewaan yang dalam.

Blam!

Suara pintu yang dibanting oleh Aira membuat semua orang di rumah tersebut terkesiap. Dari ruang tamu hingga dapur, semuanya menjadi hening sejenak karena dampak kerasnya suara pintu.

Steven sedang melipat baju-bajunya untuk ditaruhnya di dalam koper.

Widya melihat Steven mulai memasukkan pakaiannya ke dalam koper. Dia mengamati dengan hati yang penuh kekhawatiran dan keprihatinan kepada putranya.

"Steven, apakah kamu yakin dengan keputusanmu ini?"

Steven menghentikan sejenak dan menatap ibunya. "Ibu, Steven tahu bahwa Ibu begitu peduli. Tapi Steven akan mencoba melakukan yang terbaik."

Widya merasa sedih atas apa yang sudah terjadi kepada putranya, Steven, dia malah harus hidup dan bertanggung jawab atas apa yang tidak dilakukannya.

Perasaan sedih dan penyesalan mendalam melanda Widya. Melihat apa yang telah terjadi kepada putranya, Steven, membuatnya merasa sangat berat hati.

Widya mengambil sebuah gulungan uang dan menawarkannya kepada Steven dengan perlahan. Dia mencoba untuk membantu dengan cara yang ia anggap baik.

"Steven, ambillah ini. Gunakan uang ini untuk keperluanmu jika kamu membutuhkannya. Ibu tahu situasi ini begitu sulit bagimu, terimalah, Nak."

"Terima kasih, Ibu, tetapi sebaiknya Ibu simpan uang itu untuk keperluan Ibu saja. Steven masih memiliki beberapa tabungan."

"Steven, ini untukmu. Kamu mungkin akan membutuhkannya nanti. Tidak perlu menolak, ini hanya bantuan sementara."

Widya bersikeras memberikan uang tersebut kepada putranya. Ia hanya ingin yang terbaik untuk Steven dan tidak ingin melihatnya mengalami masalah keuangan yang lebih serius di masa depan anaknya nanti.

Steven bisa merasakan kekhawatiran dan cinta dari ibunya yang mendalam. Akhirnya, dengan senyuman manisnya, ia menerima gulungan uang tersebut dan berkata, "Terima kasih, Ibu. Steven akan menjaga baik-baik uang ini."

Steven dengan tulus dan penuh perasaan kasih sayang memeluk ibunya, Widya, begitu erat. Pelukan itu menjadi ekspresi cinta, rasa terima kasih, dan juga perasaan kesedihan yang mereka alami bersama dalam situasi yang seperti ini.

"Kalau kamu butuh apa-apa, kamu bilang saja sama Ibu, ya, Nak? Kamu jangan merasa sungkan? Lalu, apa yang akan kamu lakukan selanjutnya? Kalian berdua akan tinggal di mana?"

Steven tersenyum melihat ke arah ibunya dengan berkata, "Mungkin Steven akan tinggal di kontrakan sebelum Steven bertemu Ibu, kebetulan masa tenggang waktunya masih beberapa bulan lagi, Bu."

Widya mengangguk, menepuk wajah putranya yang berwajah rupawan. Anaknya begitu gagah dan tampan. Bahkan setiap wanita yang ada di kampungnya sampai mengidolakan putranya ini. Tapi kini, ternyata putranya sudah menikah.

Widya tak bisa membayangkan semua ini, selama ini ia hanya berharap putranya memiliki pasangan, yang mencintai putranya apa adanya, dan mau hidup susah maupun senang bersama putranya.

Akan tetapi, dengan sifat Aira yang emosional dan pemarah. Apalagi sedari kecil Aira selalu hidup dengan kemewahan dan serba ada. Widya hanya takut putranya akan merasa tertekan dengan semua itu.

"Pa, Ma," gumam Aira dengan suara lirihnya.

Aira memandang sendu orang tuanya, matanya yang begitu sembab menandakan bila gadis itu sedang terpuruk. Matanya yang berkaca-kaca mencerminkan perasaan sedihnya yang mendalam.

Dia tidak ingin pergi meninggalkan keluarganya. Apalagi pergi bersama Steven, lelaki yang sama sekali tidak ia cintai.

"Pa, apa Papa akan membiarkan Aira pergi?"

Anwar tak melihat ke arah putrinya, lelaki paruh baya itu melihat ke arah lain. Ia hanya takut bila keputusannya akan goyah bila melihat wajah sembab putrinya.

Selama ini Anwar tidak tega bila melihat putrinya menangis seperti itu. Sebenarnya ia juga tak tega menyuruh putrinya pergi meninggalkan rumah. Namun, karena keegoisan dan tidak mau orang lain memandang rendah kepadanya. Apalagi pada keluarganya, akhirnya Anwar pun harus mengusir Aira pergi dari rumahnya.

"Pergilah!"

Hanya kata itu yang keluar dari mulut Anwar tanpa mau melihat ke arah Aira.

"Ma …"

Hiks!

Aira memeluk erat mamanya, seakan ia butuh bantuan mamanya untuk menghentikan kepergiannya. Isak tangisnya sedari tadi tidak pernah luntur, terus saja menangis, dan menangis.

Setelah berpamitan, Aira dan Steven berjalan menuju mobil yang sudah dipesan oleh Steven.

Steven membuka pintu mobil untuk Aira. Namun, Aira masih memandangi keluarganya. Aira tak sanggup bila harus pergi dari rumah yang selama ini memberikan kehangatan untuk dirinya.

"Ayo masuk!" Steven menyuruh Aira untuk segera masuk, karena sedari tadi Aira hanya terdiam lemah melihat anggota keluarganya.

Aira menyeka air matanya, lalu masuk ke dalam mobil, menutup pintunya, dan Steven pun masuk dari arah lain, setelah berada di dalam mobil, sang sopir pun langsung mulai menancapkan pedal gasnya.

Namun, dalam setengah perjalanan mereka, tiba-tiba sang sopir mengerem dadakan mobilnya, itu membuat Aira dan Steven terkesiap dan kepala Aira pun sampai terbentur jendela mobil.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status