Share

Bab 3. Kepergian Aira & Steven

Penulis: Vanilla_Nilla
last update Terakhir Diperbarui: 2023-08-21 15:45:19

"Steven," kata Anwar dengan tegas, "saya telah memberikan izin untuk pernikahan ini, tetapi sekarang saatnya bagi kamu dan Aira untuk memulai hidup baru bersama. Saya ingin kamu membawa putriku pergi dari sini."

Deg!

Perkataan ayahnya itu membuat tubuh Aira melemas. Jantungnya seperti sedang diremas.

Sesak.

Semua ini terasa begitu sesak baginya. Apakan ayahnya itu mengusirnya? Apakah dia sudah tidak ingin melihat wajahnya lagi?

Seketika bulir hangat kembali lolos dari pelupuk mata Aira, wanita yang masih mengenakan kebaya itu begitu tak percaya, dan tubuhnya begitu melemah.

Steven merasa cemas, tetapi dia mengangguk dan dengan hormat menjawab, "Baik, Pak Anwar. Kami akan segera pergi."

Dian mendekat dengan mata yang sudah berkaca-kaca. "Steven, tolong jagalah Aira dengan baik. Kami selalu mencintainya, dan kami ingin yang terbaik untuknya."

Steven tersenyum begitu manis. "Saya akan merawatnya sebaik mungkin, Bu Dian. Terima kasih atas kepercayaannya."

"Pa, apa Papa mengusir Aira?" Aira bertanya dengan isak tangisnya.

Sari mencoba menenangkan situasi yang kian tegang. "Tidak, Aira," katanya dengan lembut. "Papa tidak mengusirmu. Ini hanya momen yang penuh haru bagi keluarga kita semua, bukanya kakak kamu juga setelah menikah langsung pergi ke rumah suaminya."

Aira menyela perkataan mamanya. "Tapi, Ma. Kak Dian itu menikah dengan lelaki yang punya segalanya. Sedangkan Aira— Mama tahu sendiri bukan, bagaimana kondisi finansial dari Steven. Dia tidak memiliki apa pun, Ma. Apa kalian akan tega membiarkan Aira hidup di jalanan dan menjadi gelandangan?"

Seketika Steven menundukan pandangannya ke bawah ketika mendengar perkataan dari wanita yang sudah menjadi istrinya kini, hidupnya memang terlahir sebagai anak miskin. Namun, mengapa semua orang selalu menghinanya?

Percakapan tersebut menyentuh hati Steven, membuatnya merenung sejenak. Dia tahu betul betapa sulitnya hidup sebagai anak miskin dan bagaimana hal itu bisa membawa stigma dan prasangka dari orang lain.

'Mengapa dia harus berkata seperti itu? Apa yang salah dengan menjadi anak miskin? Aku juga ingin kehidupan yang lebih baik, dan aku sedang berjuang untuk itu. Tapi mengapa semua orang selalu menghinaku? Kenapa status sosialku selalu menjadi bahan olok-olok?' Steven bergumam di dalam hatinya.

"Sudahlah, Aira! Papa tidak ingin melihat dramamu lagi! Sekarang juga kamu bereskan barang-barangmu dan pergi dari sini! Ingat, pernikahan kalian hanya siri, semua orang pun tidak tahu bila kalian sudah menikah. Jadi, sebelum ada gosip yang menerpa keluarga kita tentang kehamilanmu, lebih baik kamu pergi dari rumah ini sekarang juga!"

Perkataan yang tajam dan menusuk dari papanya seperti petir yang menyambar, membuat hati Aira terasa sakit. Dia merasa terhina, tidak dihargai, dan terluka oleh komentar ayahnya yang begitu menyayat hatinya.

Aira yang dipenuhi oleh perasaan sakit hati dari perkataan yang menyakitkan dari ayahnya, berlari ke kamarnya dengan isak tangis yang tak terhingga. Tangisannya terdengar hancur dan penuh dengan emosi yang meluap-luap.

Saat dia berada di kamar dengan kekuatan yang tersisa, dia membanting pintu kamarnya dengan keras, melukiskan ekspresi kemarahan dan kekecewaan yang dalam.

Blam!

Suara pintu yang dibanting oleh Aira membuat semua orang di rumah tersebut terkesiap. Dari ruang tamu hingga dapur, semuanya menjadi hening sejenak karena dampak kerasnya suara pintu.

Steven sedang melipat baju-bajunya untuk ditaruhnya di dalam koper.

Widya melihat Steven mulai memasukkan pakaiannya ke dalam koper. Dia mengamati dengan hati yang penuh kekhawatiran dan keprihatinan kepada putranya.

"Steven, apakah kamu yakin dengan keputusanmu ini?"

Steven menghentikan sejenak dan menatap ibunya. "Ibu, Steven tahu bahwa Ibu begitu peduli. Tapi Steven akan mencoba melakukan yang terbaik."

Widya merasa sedih atas apa yang sudah terjadi kepada putranya, Steven, dia malah harus hidup dan bertanggung jawab atas apa yang tidak dilakukannya.

Perasaan sedih dan penyesalan mendalam melanda Widya. Melihat apa yang telah terjadi kepada putranya, Steven, membuatnya merasa sangat berat hati.

Widya mengambil sebuah gulungan uang dan menawarkannya kepada Steven dengan perlahan. Dia mencoba untuk membantu dengan cara yang ia anggap baik.

"Steven, ambillah ini. Gunakan uang ini untuk keperluanmu jika kamu membutuhkannya. Ibu tahu situasi ini begitu sulit bagimu, terimalah, Nak."

"Terima kasih, Ibu, tetapi sebaiknya Ibu simpan uang itu untuk keperluan Ibu saja. Steven masih memiliki beberapa tabungan."

"Steven, ini untukmu. Kamu mungkin akan membutuhkannya nanti. Tidak perlu menolak, ini hanya bantuan sementara."

Widya bersikeras memberikan uang tersebut kepada putranya. Ia hanya ingin yang terbaik untuk Steven dan tidak ingin melihatnya mengalami masalah keuangan yang lebih serius di masa depan anaknya nanti.

Steven bisa merasakan kekhawatiran dan cinta dari ibunya yang mendalam. Akhirnya, dengan senyuman manisnya, ia menerima gulungan uang tersebut dan berkata, "Terima kasih, Ibu. Steven akan menjaga baik-baik uang ini."

Steven dengan tulus dan penuh perasaan kasih sayang memeluk ibunya, Widya, begitu erat. Pelukan itu menjadi ekspresi cinta, rasa terima kasih, dan juga perasaan kesedihan yang mereka alami bersama dalam situasi yang seperti ini.

"Kalau kamu butuh apa-apa, kamu bilang saja sama Ibu, ya, Nak? Kamu jangan merasa sungkan? Lalu, apa yang akan kamu lakukan selanjutnya? Kalian berdua akan tinggal di mana?"

Steven tersenyum melihat ke arah ibunya dengan berkata, "Mungkin Steven akan tinggal di kontrakan sebelum Steven bertemu Ibu, kebetulan masa tenggang waktunya masih beberapa bulan lagi, Bu."

Widya mengangguk, menepuk wajah putranya yang berwajah rupawan. Anaknya begitu gagah dan tampan. Bahkan setiap wanita yang ada di kampungnya sampai mengidolakan putranya ini. Tapi kini, ternyata putranya sudah menikah.

Widya tak bisa membayangkan semua ini, selama ini ia hanya berharap putranya memiliki pasangan, yang mencintai putranya apa adanya, dan mau hidup susah maupun senang bersama putranya.

Akan tetapi, dengan sifat Aira yang emosional dan pemarah. Apalagi sedari kecil Aira selalu hidup dengan kemewahan dan serba ada. Widya hanya takut putranya akan merasa tertekan dengan semua itu.

"Pa, Ma," gumam Aira dengan suara lirihnya.

Aira memandang sendu orang tuanya, matanya yang begitu sembab menandakan bila gadis itu sedang terpuruk. Matanya yang berkaca-kaca mencerminkan perasaan sedihnya yang mendalam.

Dia tidak ingin pergi meninggalkan keluarganya. Apalagi pergi bersama Steven, lelaki yang sama sekali tidak ia cintai.

"Pa, apa Papa akan membiarkan Aira pergi?"

Anwar tak melihat ke arah putrinya, lelaki paruh baya itu melihat ke arah lain. Ia hanya takut bila keputusannya akan goyah bila melihat wajah sembab putrinya.

Selama ini Anwar tidak tega bila melihat putrinya menangis seperti itu. Sebenarnya ia juga tak tega menyuruh putrinya pergi meninggalkan rumah. Namun, karena keegoisan dan tidak mau orang lain memandang rendah kepadanya. Apalagi pada keluarganya, akhirnya Anwar pun harus mengusir Aira pergi dari rumahnya.

"Pergilah!"

Hanya kata itu yang keluar dari mulut Anwar tanpa mau melihat ke arah Aira.

"Ma …"

Hiks!

Aira memeluk erat mamanya, seakan ia butuh bantuan mamanya untuk menghentikan kepergiannya. Isak tangisnya sedari tadi tidak pernah luntur, terus saja menangis, dan menangis.

Setelah berpamitan, Aira dan Steven berjalan menuju mobil yang sudah dipesan oleh Steven.

Steven membuka pintu mobil untuk Aira. Namun, Aira masih memandangi keluarganya. Aira tak sanggup bila harus pergi dari rumah yang selama ini memberikan kehangatan untuk dirinya.

"Ayo masuk!" Steven menyuruh Aira untuk segera masuk, karena sedari tadi Aira hanya terdiam lemah melihat anggota keluarganya.

Aira menyeka air matanya, lalu masuk ke dalam mobil, menutup pintunya, dan Steven pun masuk dari arah lain, setelah berada di dalam mobil, sang sopir pun langsung mulai menancapkan pedal gasnya.

Namun, dalam setengah perjalanan mereka, tiba-tiba sang sopir mengerem dadakan mobilnya, itu membuat Aira dan Steven terkesiap dan kepala Aira pun sampai terbentur jendela mobil.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Pengantin Pengganti Miskin Itu Ternyata Pewaris Tajir   Bab 125. Tamat

    Beberapa bulan telah berlalu sejak pernikahan Michael dan Fika. Kini, Fika duduk di sofa ruang tamu, menunggu dengan gelisah kedatangan Michael dari kantor. Setiap kali mendengar suara mobil memasuki garasi, hatinya berdegup kencang. Namun, setelah beberapa saat, ketegangan itu berganti menjadi kekhawatiran saat Michael tak kunjung pulang.Fika menyalakan telepon genggamnya, mengecek pesan dari Michael, tetapi tak ada kabar. Waktu terus berlalu, membuat kecemasannya semakin dalam. Selama dua minggu terakhir, dia merasa jantungnya seperti akan copot dari dadanya. Sesuatu yang tak biasa terjadi pada tubuhnya, dan dia mulai curiga akan kehamilan.Fika bergegas menuju kamar mandi, mengambil tespek dari laci. Dengan gemetar, dia membuka bungkusnya dan mengikuti instruksi penggunaan dengan hati-hati. Ketika garis kedua mulai terbentuk, dia terkejut dan hampir tidak percaya. "Aku tidak salah lihat, kan? Ini garis dua, itu artinya aku hamil," gumam Fika, suaranya penuh campuran antara kekaguma

  • Pengantin Pengganti Miskin Itu Ternyata Pewaris Tajir   Bab 124. Hari Pernikahan & Kelahiran

    Hari pernikahan Michael dan Fika tiba, dan suasana penuh kebahagiaan menyelimuti rumah mereka. Keluarga dan teman-teman terdekat berkumpul untuk merayakan momen istimewa ini. Taman mereka dihiasi dengan indah, dengan bunga-bunga yang warna-warni menghiasi setiap sudut, menciptakan atmosfer yang mempesona.“Aku begitu deg-degan,” gumam Fika sembari menatap tubuhnya di dalam cermin. Wanita yang sudah mengenakan kebaya berwarna putih itu begitu cantik, bahkan Aira sendiri begitu pangling melihat sahabatnya itu.“Kamu cantik sekali,” puji Aira sambil menyentuh bahu Fika.“Terima kasih, Aira. Oh iya, Santi sama Nita sudah datang belum, ya?”“Sepertinya mereka masih di jalan. Para tamu juga sudah hadir. Apa kamu mau keluar sekarang?”Fika mengangguk. “Boleh.”***Para tamu mulai berdatangan, masing-masing membawa senyuman ceria dan ucapan selamat untuk pasangan pengantin baru. Suasana penuh kehangatan dan kebersamaan terasa begitu kental di udara.Keluarga Michael dan Fika sibuk melayani par

  • Pengantin Pengganti Miskin Itu Ternyata Pewaris Tajir   Bab 123. Anugrah Terindah

    Di ruang tamu rumah orangtuanya, Michael duduk di antara kedua orang tuanya, Carlos dan Emily, sementara Fika duduk di seberang mereka. Suasana terasa tegang, seolah-olah ada sesuatu yang besar akan diungkapkan oleh Michael."Michael, ada apa sebenarnya?" tanya Emily dengan nada cemas. Dia melihat ekspresi serius di wajah anaknya, membuatnya khawatir.Michael menarik napas dalam-dalam sebelum akhirnya mulai berbicara. "Ma, Pa, aku punya sesuatu yang ingin aku sampaikan pada kalian."Carlos dan Emily bertukar pandang, mereka bisa merasakan bahwa ini adalah hal yang penting. Mereka menunggu dengan cemas sambil memperhatikan Michael.“Apa yang ingin kamu sampaikan, Michael?” tanya Carlos."Aku ... aku dan Fika telah memutuskan untuk menikah," ujar Michael dengan tegas.Wajah Carlos dan Emily langsung berubah kaget. Mereka tidak bisa menyembunyikan kejutan mereka atas pengumuman tersebut. "Tunggu sebentar, Michael. Apakah kamu serius?" tanya Carlos dengan suara gemetar.Michael menganggu

  • Pengantin Pengganti Miskin Itu Ternyata Pewaris Tajir   Bab 122. Permintaan Maaf Michael

    Steven segera dilarikan ke rumah sakit setelah insiden tragis tersebut. Paramedis dengan cepat membawa tubuhnya yang terluka ke ambulans, sementara Michael dan Aira duduk di bangku belakang, penuh kecemasan dan ketakutan akan nasib Steven. Di perjalanan menuju rumah sakit, Michael mencoba menenangkan Aira, tetapi kecemasan mereka berdua tidak bisa disembunyikan.“Tenanglah, Aira. Steven pasti akan baik-baik saja.”“Aku hanya takut dia kenapa-napa.”Sesampainya di rumah sakit, Steven langsung diterima oleh tim medis yang siap sedia. Dokter segera memeriksa luka tembakannya, memastikan bahwa kondisi Steven stabil sebelum dibawa ke ruang operasi. Operasi dilakukan dengan cepat untuk mengeluarkan peluru yang masuk ke tubuhnya dan memperbaiki kerusakan yang diakibatkannya.Sementara itu, Aira duduk gelisah di ruang tunggu, menunggu dengan hati yang penuh kekhawatiran. Setiap detik terasa seperti jam bagi Aira, dan kegelisahannya semakin bertambah ketika tidak ada kabar tentang kondisi suam

  • Pengantin Pengganti Miskin Itu Ternyata Pewaris Tajir   Bab 121. Deraian Air Mata

    Steven, Michael, dan Fika akhirnya tiba di tempat yang diduga menjadi tempat penculikan Veline dan Aira. Michael dengan cepat menyuruh Fika untuk tetap berada di dalam mobil, menyadari bahwa situasi di luar sangatlah berbahaya.Namun, Fika bersikeras ingin ikut keluar dari mobil untuk ikut membantu. "Tapi, tapi, aku juga bisa membantu!" protesnya.Michael menatapnya tajam. "Tidak, kamu tetap di sini," ujarnya dengan nada yang tidak bisa ditawar.Steven, yang duduk di sebelah Fika, menambahkan, "Apa yang dikatakan Michael benar. Kamu tetap di dalam mobil saja karena di luar begitu berbahaya."Fika merasa sedikit kecewa, tetapi dia tahu bahwa mereka berdua hanya ingin melindunginya. Akhirnya, dia mengangguk dengan berat hati. "Baiklah," ucapnya pelan.Steven dan Michael lalu keluar dari mobil dengan hati-hati, siap untuk menghadapi segala kemungkinan yang mungkin terjadi di dalam ruangan tersebut. Mereka berdua saling bertukar pandang, menguatkan satu sama lain dengan keberanian mereka.

  • Pengantin Pengganti Miskin Itu Ternyata Pewaris Tajir   Bab 120. Kelewat Batas

    Steven merasa seperti jantungnya berdegup kencang di dalam dadanya ketika dia menyadari Aira pergi begitu saja, setelah menerima panggilan telepon dari Andre. Panggilan itu memberitahunya bahwa Veline, anak mereka, dalam bahaya. Steven tidak bisa mempercayai apa yang baru saja terjadi. Dia tidak pernah membayangkan bahwa Andre, akan melakukan sesuatu yang sekejam ini.Dengan gemetar, Steven segera menyalakan mesin mobilnya lagi. Hati dan pikirannya dipenuhi dengan kekhawatiran yang tak terbayangkan. Dia mulai menekan pedal gas dengan keras, dan segera melaju mengikuti taksi yang sudah membawa Aira pergi.“Aku harus mengikuti Aira dari belakang,” gumam Steven, sambil terus fokus mengendarai mobilnya.Di tengah perjalanan, mobil Steven tiba-tiba mogok. Rasa frustrasi dan putus asa menghantamnya, seperti gelombang yang menghantam batu karang. “Sial, kenapa jadi mogok?” Dia mengetuk kemudi dengan marah, mencoba untuk menghidupkan mobilnya kembali, tetapi tidak ada reaksi. Dalam kepanika

  • Pengantin Pengganti Miskin Itu Ternyata Pewaris Tajir   Bab 119. Mencari Veline

    Steven yang mendengar kabar itu langsung merasa khawatir. "Apa? Veline hilang?""I-iya, Steven," ucap Aira gugup."Kenapa bisa hilang, Aira?" Terdengar nada suara Steven yang cemas di seberang sana."A-aku yang ceroboh, aku meninggalkannya sendirian saat menerima telepon." Aira berucap seraya berderai air mata.Steven mengusap kasar wajahnya, ia tak habis pikir kepada Aira, kenapa bisa ia meninggalkan Veline sendirian seperti itu.Steven menghela napas gusar. "Ya sudah, aku akan segera pulang sekarang. Tenanglah, kita pasti menemukannya."Setelah sambungan teleponnya terputus, Aryo menghampiri Steven yang terlihat begitu cemas. "Steven, ada apa?" tanyanya."Veline hilang, Aryo. Aku harus mencarinya sekarang juga.""Apa? Kenapa bisa Veline hilang?" Aryo terkesiap, ketika lelaki itu mendengar bila Veline telah hilang."Aira meninggalkannya sendirian ketika ada yang menelponnya, sudahlah, aku harus pergi sekarang." Steven langsung bergegas pergi dari hadapan Aryo."Steven, aku pasti akan

  • Pengantin Pengganti Miskin Itu Ternyata Pewaris Tajir   Bab 118. Veline Hilang

    Mata Aira terbuka secara perlahan saat merasakan sinar matahari pagi yang menghangatkan tubuhnya. Meskipun matanya terasa sangat mengantuk, tetapi ia segera bangkit dari dunia mimpi. Wanita itu menyibak selimut dan dengan langkah hati-hati, turun dari tempat tidur. Steven sudah tidak ada di sampingnya, mungkin suaminya telah lebih dulu bangun.Setelah mencuci muka dan menggosok gigi, ia memutuskan untuk menuju kamar putrinya. Seulas senyum terukir di wajah Aira, ketika ia melihat Veline yang sudah bangun. "Sayang, kamu sudah bangun?" Aira segera melangkah menghampiri putrinya, Veline yang masih terduduk di tepi ranjang."Mama, aku sudah bangun. Apa hari ini kita akan pergi main, Ma?" tanya Veline, ketika ia masih ingat bila ibunya sempat mengajaknya untuk jalan-jalan.Aira menyadari bahwa Veline perlu jalan-jalan karena sudah lama, ia tak mengajak putrinya itu jalan bersama. "Uh, ternyata putri mama ini sudah tak sabar untuk jalan-jalan, ya? Apa kamu sudah siap memangnya?" Aira tersen

  • Pengantin Pengganti Miskin Itu Ternyata Pewaris Tajir   Bab 117. Rujuk Kembali

    Di rumah Emily, suasana makan malam berlangsung hangat. Meja yang dikelilingi oleh semua anggota keluarga dan tetangga terdekatnya, mengundang tawa dan canda. Emily, yang menjadi tuan rumah, dengan cermat menyajikan hidangan-hidangan lezat yang telah dipersiapkan dengan penuh cinta.Setelah makan malam selesai, Fika, anak tetangga Emily, dengan ramah menawarkan bantuan untuk membersihkan piring-piring kotor. "Tante, biar Fika yang bantu membersihkan beberapa piring yang kotor ke dapur," ujar Fika sambil tersenyum.Emily mengangguk, bersyukur atas tawaran itu, tetapi kemudian menolak dengan lembut. "Terima kasih, Fika, tapi tidak perlu. Kami sudah memiliki pembantu untuk membersihkan semuanya."Namun, Fika tetap bersikeras. "Tidak apa-apa, Tante. Saya ingin membantu." Dengan tegas, ia mulai mengumpulkan beberapa piring kotor dan membawanya ke dapur.Tiba-tiba, Fika terpeleset. Michael, yang berada di dekatnya, dengan cepat menjangkau untuk menahan tubuhnya agar tidak jatuh. Mata mereka

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status