Share

Bab 6. Ibuku Bukan Seorang Pelacur!

“Kita duduk di sana!” Aiden menarik tangan Amora, mengajak secara paksa wanita itu duduk di kursi yang tersisa. Richard yang melihat Aiden menarik tangan Amora—membuatnya menyapa para tamu undangan.

Amora terkejut di kala tangannya ditarik paksa Aiden. Wanita cantik itu bingung Aiden mengajaknya duduk. Pun dia tidak enak karena meninggalkan Richard begitu saja. Sungguh! Amora bingung dengan tindakan Aiden.

“Oh, hai, Aiden. Long time no see.” Seorang wanita cantik berambut pirang, duduk di kursi kosong—yang mana kebetulan ada di samping Aiden.

Aiden menatap wanita cantik berambut pirang. “Nalani Carter?”

Wanita cantik bernama Nalani itu tersenyum. “Senang sekali kau masih mengingatku. Apa kabar, Aiden? Sudah lama tidak bertemu denganmu, kau terlihat semakin gagah dan tampan.”

Aiden tak merespon mendapatkan pujian dari Nalani. “Seperti yang kau lihat, aku baik.”

“Aku senang mendengar kabar kau baik. Aiden, bagaimana perusahaanmu? Aku dengar kau semakin hebat dalam memimpin perusahaan keluargamu,” ucap Nalani lagi.

“Aku hanya menjalani tugas yang sudah seharusnya aku lakukan,” ucap Aiden dingin dengan raut wajah tanpa ekspresi.

Amora menatap kesal Aiden yang asik berbincang dengan Nalani. Pria itu bahkan sama sekali tidak memperkenalkan Amora pada wanita bernama Nalani. Amora merasa didiamkan. Aiden dan Nalani asik berbincang—seolah dirinya tidak ada.

Richard yang sedang mengobrol dengan para tamu undangan, dan sambil menikmati wine. Tatapannya teralih pada Amora yang diabaikan oleh Aiden. Sepupunya itu malah asik berbincang dengan wanita lain.

Richard tersenyum melihat pemandangan yang ada di hadapannya itu. Dia pamit undur diri dari para tamu undangan yang hadir. Lantas, dia segera menghampri Amora.

“Hai, Amora. Kau ingin minum?” tawar Richard.

Amora menggelengkan kepalanya. “Tidak, Richard. Aku tidak bisa minum alkohol.”

Richard tersenyum. “Sudahku duga, wanita sepertimu pasti tidak menyukai alkohol.” Pria itu duduk di samping Amora. “Oh, ya … aku lupa bertanya, apa saja aktivitasmu?” tanyanya ingin tahu.

“Aku memiliki toko bunga, Richard. Biasanya aku sering menjaga toko, tapi belakangan ini karena aku masih baru menikah, aku memercayakan toko bungaku pada satu karyawanku,” jawab Amora lembut.

Great. Itu artinya kau suka merangkai bunga, Amora?”

“Ya, aku suka, Richard. Kebetulan aku membuka usaha kecil toko bunga karena aku menyukai bunga. Terutama dalam hal merangkai bunga.”

“Wanita yang menyukai bunga adalah sosok wanita yang terkenal dengan kelemahlembutannya.”

Amora hanya tersenyum menanggapi itu.

Aiden mendengar percakapan antara Amora dan Richard. Sorot matanya berubah dingin. “Richard, ikut aku menemui para tamu undangan lain. Ada beberapa yang ingin aku sapa.”

Richard menatap Aiden. “Kau memang tidak bisa sendiri saja?”

Aiden membalas tatapan Richard begitu dingin. “Yang punya pesta adalah dirimu! Kau harus menemaniku!”

Richard menghela napas dalam. Dia sudah sangat mengenal sifat dari sepupunya itu. “Fine, aku akan menemanimu.”

Aiden bangkit berdiri. Pria tampan itu berpamitan pada Nalani, tapi tidak dengan Amora. Berbeda dengan Richard yang berpamitan pada Nalani dan juga pada Amora. Ya, dua pria tampan itu pergi meninggalkan Amora dan Nalani hanya berdua.

Amora memilih menatap lurus ke depan, berusaha mengatasi rasa paniknya. Dia tidak terbiasa menghadiri pesta semegah ini. Amora lebih suka berdiam diri di rumah. Namun, karena diajak ke pesta Richard, jadi mau tak mau Amora harus bisa beradaptasi dengan ini semua.

“Kau wanita yang dijodohkan dengan Aiden, kan?” Nalani mulai bersuara dengan senyuman anggun di wajahnya. “Keluargamu benar-benar sangat cerdas. Mereka pasti sangat tahu keluarga Aiden yang hebat, sampai memaksamu menjodohkan dengan Aiden.” Nalani menyeringai meledek. “Tentunya mereka ingin kau hidup enak dan layak.”

Kata-kata sindiran dari Nalani, membuat Amora menoleh menatap wanita itu.

“Maaf? Apa maksud yang kau ucapkan?” tanya Amora dengan nada tenang, dan sangat sopan.

Nalani menatap sinis Amora. “Ck! Munafik. Aku tahu kau menerima perjodohan ini karena ingin hidup enak dan nyaman, kan? Kasihan sekali. Wanita rendah sepertimu itu, seharusnya tidak layak menikah dengan Aiden!”

Amora menghela napas dalam. Dia tetap tenang di kala mendapatkan hinaan dari Nalani. “Mendiang kakek dan nenekku sudah mengatur perjodohanku dengan Aiden. Aku hanya menjalani wasiat dari mendiang kakek dan nenekku.”

Nalani tertawa meledek. “Come on, ibumu bukan menantu di keluarga North, kan? Aku dengar ibumu hanya seorang pelacur yang mengandung anak dari ayahmu. Dengan semua itu, apa menurutmu kau pantas? Kau hanya anak haram yang lahir dari seorang wanita rendah.”

Mata Amora menanas memerah, menahan air mata. Jika dirinya dihina, dia tidak pernah masalah. Berbeda kali ini. Sorot mata Amora dingin dan tajam. Dia tidak akan pernah menerima jika sampai ada yang merendahkan ibunya.  

Tatapan Amora teralih pada pelayan yang membawakan nampan yang berisikan minuman. Detik selanjutnya Amora mengambil satu gelas wine, dan menumpahkan ke gaun Nalani.

What the fuck!” Nalani mengeluarkan umpatan kasar di kala gaunnya tertumpah noda wine merah.

Amora menatap dingin Nalani dengan air mata yang sudah berlinang jatuh membasahi pipinya. “Jangan pernah kau berani menghina ibuku!”

Nalani bangkit berdiri dan membalas tatapan Amora. “Ibumu memang pelacur! Semua orang tahu kau itu anak haram di keluarga North! Kau sama sekali tidak pantas menikah dengan Aiden!”

“Seorang wanita bermartabat tidak akan pernah menghina orang lain. Jika sampai ada seorang wanita bermartabat mengaku-aku memiliki derajat tinggi, dan merendahkan orang lain, maka sesungguhnya orang itu yang sangat rendah,” jawab Amora lugas, penuh keberanian walau dalam keadaan menangis.  

“Kau—” Nalani melayangkan sebuah tamparan ke wajah Amora. Namun, gerak tangannya terhenti di kala ada yang menangkap tangannya. Detik itu juga Nalani menoleh menatap terkejut sosok yang menangkap tangannya itu.

“A-Aiden?” Nalani mulai panik dan cemas. “K-kau jangan salah paham. Istrimu duluan yang mencari masalah. Aku sama sekali tidak memulai.”

Air mata Amora terus berlinang tak sanggup menahan lagi. Dia segera menyeka air matanya. Berikutnya, dia pergi begitu saja meninggalkan pesta. Amora sudah tidak mau banyak bicara. Lebih baiknya untuk pergi menjauh.

Aiden menghempaskan kasar tangan Nalani ke udara. Kilat matannya menajam menunjukkan penuh amarah tertahan. “Aku tidak bodoh. Aku tahu apa yang sudah kau lakukan. Aku mendengar semua kata-katamu.”

Richard ingin membela Amora, tapi posisinya Aiden sudah bergerak lebih dulu. Dia mengurungkan niatnya, dan memilih untuk melihat pemandangan di mana Aiden tampak sangat marah.

“A-aku—” Lidah Nalani kelu tak bisa merangkai kata lagi.

“Aku rasa aku harus meninggalkan pesta ini. Istriku sudah pergi meninggalkan pesta. Tidak mungkin aku tetap masih berada di sini.” Aiden segera berbalik, dan melangkah pergi meninggalkan Nalani yang bergeming di tempatnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status