Seminggu kemudian Amora sudah pulang dari rumah sakit. Amora sengaja tak memberitahu kepulangannya kepada Aksen, karena lelaki itu pasti membuntutinya. Terbukti seminggu terakhir, Aksen tak pernah absen untuk mengunjunginya.Sesuai wasiat yang telah ditulis oleh Arta, Amora hari ini pulang ke rumah peninggalan kakeknya itu. Rumah dan perusahaan yang ditinggalkan Arta cukup membuat Amora berusaha kuat untuk mengurus keduanya.Riri yang awalnya adalah tangan kanan Arta, kini beralih menjadi asisten pribadi Amora baik di rumah ataupun di tempatnya bekerja. Meskipun Amora tak meminta, Riri berinisiatif sendiri mengabdi pada keluarga yang telah menolongnya dulu.Hari ini Amora sedang duduk santai di belakang rumahnya dengan melihat nuansa kolam renang yang indah beserta beberapa tanaman hijau tumbuh di sekeliling kolam itu.Amora membolak balikan beberapa kertas dengan sampul map berwarna kuning di tangannya. Meskipun ia baru saja dinyatakan sembuh, tapi tak menutup kemungkinan ia akan dia
Srek!Aurelia dengan kesal mengambil poster yang terpasang di tembok kemudian merobeknya dengan kasar. Mengapa di semua tempat yang ia datangi selalu ada poster-poster menjengkelkan.Betapa kagetnya. Yang biasanya poster-poster tentangnya itu pasti kesuksesan atau prestasi yang sudah ia raih. Tapi kali ini malah aib yang ada. Kasus-kasus pembunuhan dan penculikan yang melibatkan dirinya tersebar begitu cepat ke penjuru kota.Saat ini Aurelia sedang bersembunyi di sebuah kampung jauh dari suasana kota. Tapi tak menutup kemungkinan bahkan sampai desa pun berita penculikan dan percobaan pembunuhan itu sudah tersebar.Buktinya beberapa poster yang ditemukan Aurelia sudah ia sobek dengan kasar. Ia tak bisa menyangka jika berita tentangnya sudah menyebar kemana pun ia hendak bersembunyi.“Semua ini gara-gara Amora! Semuanya karena perempuan itu! aku berjanji akan melenyapkannya begitu aku bertemu dengannya!” Aurelia bersumpah dengan memegang secarik kertas yang sudah ia sobek-sobek tadi.“
Sudah beberapa hari Amora mengumpulkan beberapa bukti tentang Aurelia, Frans dan juga Baron. Menurut beberapa informasi yang ia dapat, Baron ternyata ayah dari Frans yang sejak dulu memang mempunyai dendam keluarga Artawijaya.Amora tak habis pikir dengan semua yang terjadi. Padahal ia tidak melakukan apapun, tapi dendam kepada keluarganya harus ia tanggung sekarang sendirian.Kematian orang tuanya pun sudah terungkap. Nyatanya hal itu memang rencana Vina dan Baron yang waktu itu masih dalam status suami istri. Mereka bekerja sama untuk melenyapkan Dini karena Arta terlalu menyayangi Dini dan kelaurganya.Sementara keluarga Vina dan Baron selalu merasa di anak tirikan. Hal itu membuat keduanya berpikiran untuk melenyapkan Dini. Mereka marah, kesal dan merasa tak adil ketika Arta hanya memperhatikan kehidupan Dini dan keluarganya saja. Hal itu yang memicu kejahatan Baron. Dia selalu dibanding-bandingkan dengan menantu lain oleh Arta. Tapi, setidaknya mereka jangan lagi mendendam kepa
Amora nampak kaget ketika ia keluar toilet tapi matanya malah melihat sosok suaminya kembali yang masih berdiri seperti keadaan dimana ia meninggalkannya tadi.Wanita itu melihat Aksen masih berdiri bersandar ke tembok dengan kedua tangan masuk ke dalam ke dua saku celananya. Melihat Amora baru saja keluar, Aksen langsung menghampiri wanita itu dengan tergesa.Amora merasa Aksen menghalangi jalannya. Ia menatap tidak suka Aksen dengan mata tajamnya.“Aem, aku hanya memastikan kau baik-baik saja selama di toilet,” ujar Aksen paham dengan apa yang tengah Amora pikirkan mengenai dirinya.Amora tak menanggapi. Ia berusaha mencari jalan untuk pergi meninggalkan Aksen yang menghalangi jalannya. Tapi Aksen tidak semudah itu meloloskan Amora dari hadapannya. Ia harus egois saat ini.“Aku mohon jangan pergi dulu!” cegah Aksen.“Kau mau apa?” sahut Amora tak suka.Tiba-tiba Aksen mengerutkan dahinya kala melihat bibir Amora tampak pucat. Lelaki itu hendak menyentuhnya namun segera ditepis kasar
Amora telah sampai di rumahnya dengan keadaan hati masih kacau. Berkali-kali ia mengatur napas, namun rasa sesak atas ciuman Aksen itu benar-benar membuatnya hilang kendali.Amora benci dirinya. Benci hatinya yang masih saja bisa terbuka untuk pria brengsek seperti Aksen. Padahal sudah beberapa kali Aksen menyakiti hatinya, mengecewakan harapannya.Amora mencoba memejamkan matanya beberapa kali untuk menghilangkan ingatan peristiwa yang baru saja terjadi antara ia dan Aksen. Amora ingin sekali menghapus ingatannya yang dimana ia terlihat bodoh tadi itu.“Nona, kau baik-baik saja?” ucap seorang pelayan yang terlihat cemas dengan keadaan majikannya saat ini.Amora membuka matanya. “Aku perlu mandi,” ujarnya kemudian berlalu dari pelayan itu.Sebelum ke kamar mandi, Amora membuka terlebih dahulu ponselnya sebentar. Terdapat beberapa pesan dari Aksen yang belum ia baca. Juga beberapa panggilan terlewat dari pria itu.Bagaimana tidak, Amora tadi langsung pergi begitu saja setelah mengatak
Aksen sudah sampai di kediaman Amora. Ia segera keluar tak menunda waktu lebih lama lagi. Namun nampak dari luar, rumah itu sangat sepi. Tapi Aksen tidak memedulikan itu, ia akan mencoba memastikan Amora ada di rumah.“Permisi, mbak.” Aksen menyapa salah seorang pelayan yang sedang menyapu di luar rumah. Rumah Amora memang menyediakan beberapa pelayan. Sebenarnya Amora sendiri tidak begitu butuh, tapi mereka adalah orang yang direkrut Arta untuk mengurus rumahnya yang sangat besar waktu itu. Jika Amora memecat pun, ia akan lebih dulu mencarikan pekerjaan untuk mereka sebelum memecatnya.“Eh, Pak Aksen. Ada apa pak?” Nampaknya Aksen memang dikenali di rumah Artawijaya.“Apa Amora ada di rumah?” tanyanya langsung ke inti.“Nona sedang pergi, Pak.” Jawabnya.“Pergi kemana?”“Untuk hal itu, saya kurang mengetahuinya Pak. Tapi, nona memang berniat pergi lama,” ujar pelayan itu membuat Aksen sangat kecewa.“Apa sebelumnya tidak memberitahu, Pak?” tanya pelayan itu kemudian.“Ah, sepertinya
Laki-laki berjaket hitam dengan bandana hitam pula di kepalanya itu masuk ke dalam sebuah gedung seraya mengamati keadaan sekitar untuk memastikan tidak ada yang mengikuti jejaknya ataupun memastikan tidak ada yang melihat pergerakanya.Diego mendapat kabar dari orang kepercayaannya bahwa musuh terbesarnya itu berada di gedung sepi tersebut. Mungkin saja kabar itu benar, karena setelah Diego lihat-lihat ternyata gedung tua itu sudah tidak berpenghuni.Aurelia pasti tinggal di tempat seperti itu setelah melarikan diri dari istana ternyamannya karena menjadi buronan. Mungkin rasa sesal telah Aurelia dapatkan saat ini, jika saja ia bermain jujur kesialan yang terjadi saat ini tidak akan menimpa dirinya.Diego begitu menyimpan dendam dan amarah terhadap perempuan Aurelia ini. Selain karena kasus tentang kematian pacarnya, ia juga amat marah kala mendengar Aurelia menyakiti sahabatnya, Amora.Diego bersumpah demi apapun akan menangkap perempuan itu dengan keadaan masih hidup ataupun tingga
Aksen mengusap wajahnya kasar. Tak bisa disangka jika selama ini dia adalah orang yang tergila-gila kepada musuh dalam selimut. Aksen merasa dirinya sangat bodoh dan tak berguna.Namun lihatlah, setelah ini Aksen berjanji akan membuat balasan yang setimpal sesuai apa yang telah dilakukan Aurelia kepadanya dan juga kepada Amora, istrinya.Jika saja ia tahu dari awal siapa Aurelia sebenarnya, tak mungkin ia akan membelanya mati-matian saat itu. Saat dimana wanita itu selalu dalam masalah, Aksen yang akan menjadi garda terdepan untuk membelanya.Tapi tidak untuk hari ini dan selanjutnya, Aksen bahkan akan menjadi garda terdepan untuk menangkap Aurelia bagaimanapun kondisi dan keadaannya. Bersama Diego, ia kini bersekutu untuk mengurung orang yang sama.“Tapi Aurelia kau biarkan kabur, bagaimana kita bisa menangkapnya?” Aksen menatap Diego yang tengah berfikir santai.“Kau fikir aku bodoh? Aku tidak pernah menyia-nyiakan satu kesempatan pun dalam hidupku, apalagi bertemu musuh seperti tad