Amora Artawijaya sebenarnya sudah ingin melupakan cinta dan obsesinya untuk mendapatkan Aksen, lelaki yang dicintainya dan juga sangat membencinya. Karena sebentar lagi, lelaki itu akan menikah dengan sepupunya sendiri. Namun tanpa diduga, justru yang menikah dengan Aksen adalah dirinya bukan Aurelia, sepupunya. Mengapa? “Aku yang akan menggantikan Aurelia!” ucap Amora Artawijaya. Sejak kalimat itu Amora ucapkan, hidupnya seketika berubah drastis.
Lihat lebih banyakAksen nampak menghela napas lega setelah melakukan panggilan telepon bersama anak buahnya di seberang sana. Mereka mengatakan jika Aurelia sudah tertangkap begitu pula dengan satu orang pesuruhnya. Senyumnya begitu sinis menatap layar ponsel yang menampilkan beberapa foto mengenaskan Aurelia. Sepertinya ia sudah mirip psikopat sekarang, dimana ia merasa senang jika musuhnya sudah ada dalam kendalinya.Spontan Aksen meletakkan ponselnya ketika Amora datang dengan kotak P3K di tangannya. Wanita itu duduk di sebelah Aksen tanpa ekspresi sama sekali. Bahkan matanya tidak begitu ramah.Namun berbeda dengan Aksen, pria itu tak sejenak pun matanya beralih menatap ke arah lain. Fokusnya tetap pada mata istrinya, mengamati setiap gerakan Amora yang sedang menyiapkan alat dan bahan untuk mengobati luka di tangan Aksen.“Kemarikan tanganmu,” ucap pelan Amora kepada Aksen. Aksen menggerakkan tangan berdarahnya seraya meringis pelan. Ia meletakkan tangannya itu di atas perlak yang berada di atas
Aksen mengusap wajahnya kasar. Tak bisa disangka jika selama ini dia adalah orang yang tergila-gila kepada musuh dalam selimut. Aksen merasa dirinya sangat bodoh dan tak berguna.Namun lihatlah, setelah ini Aksen berjanji akan membuat balasan yang setimpal sesuai apa yang telah dilakukan Aurelia kepadanya dan juga kepada Amora, istrinya.Jika saja ia tahu dari awal siapa Aurelia sebenarnya, tak mungkin ia akan membelanya mati-matian saat itu. Saat dimana wanita itu selalu dalam masalah, Aksen yang akan menjadi garda terdepan untuk membelanya.Tapi tidak untuk hari ini dan selanjutnya, Aksen bahkan akan menjadi garda terdepan untuk menangkap Aurelia bagaimanapun kondisi dan keadaannya. Bersama Diego, ia kini bersekutu untuk mengurung orang yang sama.“Tapi Aurelia kau biarkan kabur, bagaimana kita bisa menangkapnya?” Aksen menatap Diego yang tengah berfikir santai.“Kau fikir aku bodoh? Aku tidak pernah menyia-nyiakan satu kesempatan pun dalam hidupku, apalagi bertemu musuh seperti tad
Laki-laki berjaket hitam dengan bandana hitam pula di kepalanya itu masuk ke dalam sebuah gedung seraya mengamati keadaan sekitar untuk memastikan tidak ada yang mengikuti jejaknya ataupun memastikan tidak ada yang melihat pergerakanya.Diego mendapat kabar dari orang kepercayaannya bahwa musuh terbesarnya itu berada di gedung sepi tersebut. Mungkin saja kabar itu benar, karena setelah Diego lihat-lihat ternyata gedung tua itu sudah tidak berpenghuni.Aurelia pasti tinggal di tempat seperti itu setelah melarikan diri dari istana ternyamannya karena menjadi buronan. Mungkin rasa sesal telah Aurelia dapatkan saat ini, jika saja ia bermain jujur kesialan yang terjadi saat ini tidak akan menimpa dirinya.Diego begitu menyimpan dendam dan amarah terhadap perempuan Aurelia ini. Selain karena kasus tentang kematian pacarnya, ia juga amat marah kala mendengar Aurelia menyakiti sahabatnya, Amora.Diego bersumpah demi apapun akan menangkap perempuan itu dengan keadaan masih hidup ataupun tingga
Aksen sudah sampai di kediaman Amora. Ia segera keluar tak menunda waktu lebih lama lagi. Namun nampak dari luar, rumah itu sangat sepi. Tapi Aksen tidak memedulikan itu, ia akan mencoba memastikan Amora ada di rumah.“Permisi, mbak.” Aksen menyapa salah seorang pelayan yang sedang menyapu di luar rumah. Rumah Amora memang menyediakan beberapa pelayan. Sebenarnya Amora sendiri tidak begitu butuh, tapi mereka adalah orang yang direkrut Arta untuk mengurus rumahnya yang sangat besar waktu itu. Jika Amora memecat pun, ia akan lebih dulu mencarikan pekerjaan untuk mereka sebelum memecatnya.“Eh, Pak Aksen. Ada apa pak?” Nampaknya Aksen memang dikenali di rumah Artawijaya.“Apa Amora ada di rumah?” tanyanya langsung ke inti.“Nona sedang pergi, Pak.” Jawabnya.“Pergi kemana?”“Untuk hal itu, saya kurang mengetahuinya Pak. Tapi, nona memang berniat pergi lama,” ujar pelayan itu membuat Aksen sangat kecewa.“Apa sebelumnya tidak memberitahu, Pak?” tanya pelayan itu kemudian.“Ah, sepertinya
Amora telah sampai di rumahnya dengan keadaan hati masih kacau. Berkali-kali ia mengatur napas, namun rasa sesak atas ciuman Aksen itu benar-benar membuatnya hilang kendali.Amora benci dirinya. Benci hatinya yang masih saja bisa terbuka untuk pria brengsek seperti Aksen. Padahal sudah beberapa kali Aksen menyakiti hatinya, mengecewakan harapannya.Amora mencoba memejamkan matanya beberapa kali untuk menghilangkan ingatan peristiwa yang baru saja terjadi antara ia dan Aksen. Amora ingin sekali menghapus ingatannya yang dimana ia terlihat bodoh tadi itu.“Nona, kau baik-baik saja?” ucap seorang pelayan yang terlihat cemas dengan keadaan majikannya saat ini.Amora membuka matanya. “Aku perlu mandi,” ujarnya kemudian berlalu dari pelayan itu.Sebelum ke kamar mandi, Amora membuka terlebih dahulu ponselnya sebentar. Terdapat beberapa pesan dari Aksen yang belum ia baca. Juga beberapa panggilan terlewat dari pria itu.Bagaimana tidak, Amora tadi langsung pergi begitu saja setelah mengatak
Amora nampak kaget ketika ia keluar toilet tapi matanya malah melihat sosok suaminya kembali yang masih berdiri seperti keadaan dimana ia meninggalkannya tadi.Wanita itu melihat Aksen masih berdiri bersandar ke tembok dengan kedua tangan masuk ke dalam ke dua saku celananya. Melihat Amora baru saja keluar, Aksen langsung menghampiri wanita itu dengan tergesa.Amora merasa Aksen menghalangi jalannya. Ia menatap tidak suka Aksen dengan mata tajamnya.“Aem, aku hanya memastikan kau baik-baik saja selama di toilet,” ujar Aksen paham dengan apa yang tengah Amora pikirkan mengenai dirinya.Amora tak menanggapi. Ia berusaha mencari jalan untuk pergi meninggalkan Aksen yang menghalangi jalannya. Tapi Aksen tidak semudah itu meloloskan Amora dari hadapannya. Ia harus egois saat ini.“Aku mohon jangan pergi dulu!” cegah Aksen.“Kau mau apa?” sahut Amora tak suka.Tiba-tiba Aksen mengerutkan dahinya kala melihat bibir Amora tampak pucat. Lelaki itu hendak menyentuhnya namun segera ditepis kasar
Sudah beberapa hari Amora mengumpulkan beberapa bukti tentang Aurelia, Frans dan juga Baron. Menurut beberapa informasi yang ia dapat, Baron ternyata ayah dari Frans yang sejak dulu memang mempunyai dendam keluarga Artawijaya.Amora tak habis pikir dengan semua yang terjadi. Padahal ia tidak melakukan apapun, tapi dendam kepada keluarganya harus ia tanggung sekarang sendirian.Kematian orang tuanya pun sudah terungkap. Nyatanya hal itu memang rencana Vina dan Baron yang waktu itu masih dalam status suami istri. Mereka bekerja sama untuk melenyapkan Dini karena Arta terlalu menyayangi Dini dan kelaurganya.Sementara keluarga Vina dan Baron selalu merasa di anak tirikan. Hal itu membuat keduanya berpikiran untuk melenyapkan Dini. Mereka marah, kesal dan merasa tak adil ketika Arta hanya memperhatikan kehidupan Dini dan keluarganya saja. Hal itu yang memicu kejahatan Baron. Dia selalu dibanding-bandingkan dengan menantu lain oleh Arta. Tapi, setidaknya mereka jangan lagi mendendam kepa
Srek!Aurelia dengan kesal mengambil poster yang terpasang di tembok kemudian merobeknya dengan kasar. Mengapa di semua tempat yang ia datangi selalu ada poster-poster menjengkelkan.Betapa kagetnya. Yang biasanya poster-poster tentangnya itu pasti kesuksesan atau prestasi yang sudah ia raih. Tapi kali ini malah aib yang ada. Kasus-kasus pembunuhan dan penculikan yang melibatkan dirinya tersebar begitu cepat ke penjuru kota.Saat ini Aurelia sedang bersembunyi di sebuah kampung jauh dari suasana kota. Tapi tak menutup kemungkinan bahkan sampai desa pun berita penculikan dan percobaan pembunuhan itu sudah tersebar.Buktinya beberapa poster yang ditemukan Aurelia sudah ia sobek dengan kasar. Ia tak bisa menyangka jika berita tentangnya sudah menyebar kemana pun ia hendak bersembunyi.“Semua ini gara-gara Amora! Semuanya karena perempuan itu! aku berjanji akan melenyapkannya begitu aku bertemu dengannya!” Aurelia bersumpah dengan memegang secarik kertas yang sudah ia sobek-sobek tadi.“
Seminggu kemudian Amora sudah pulang dari rumah sakit. Amora sengaja tak memberitahu kepulangannya kepada Aksen, karena lelaki itu pasti membuntutinya. Terbukti seminggu terakhir, Aksen tak pernah absen untuk mengunjunginya.Sesuai wasiat yang telah ditulis oleh Arta, Amora hari ini pulang ke rumah peninggalan kakeknya itu. Rumah dan perusahaan yang ditinggalkan Arta cukup membuat Amora berusaha kuat untuk mengurus keduanya.Riri yang awalnya adalah tangan kanan Arta, kini beralih menjadi asisten pribadi Amora baik di rumah ataupun di tempatnya bekerja. Meskipun Amora tak meminta, Riri berinisiatif sendiri mengabdi pada keluarga yang telah menolongnya dulu.Hari ini Amora sedang duduk santai di belakang rumahnya dengan melihat nuansa kolam renang yang indah beserta beberapa tanaman hijau tumbuh di sekeliling kolam itu.Amora membolak balikan beberapa kertas dengan sampul map berwarna kuning di tangannya. Meskipun ia baru saja dinyatakan sembuh, tapi tak menutup kemungkinan ia akan dia
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.