Share

Chapter 111

Author: Lia.F
last update Last Updated: 2025-08-09 19:29:08

Begitu berhasil keluar dari kamar itu, Juliete langsung berlari tergesa menuruni koridor hotel. Nafasnya tercekat, dadanya sesak, matanya sembab karena air mata yang belum sempat mengering. Demi Tuhan, ia tak ingin kembali pada pria psikopat itu. Ia tak ingin bayinya terluka—tak ingin buah hatinya tumbuh di bawah bayang-bayang obsesi gila.

Tangga spiral di ujung lorong tampak seperti satu-satunya jalan keluar. Ia segera melepas sepatu tumit tingginya agar bisa berlari lebih cepat. Kakinya nyaris terpeleset saat menuruni anak-anak tangga dengan langkah terburu-buru.

Begitu mencapai lantai bawah, Juliete hampir tersungkur—namun pandangannya langsung tertumbuk pada sosok yang begitu ia kenali.

“Sheila… Julian…” suaranya nyaris terputus.

Mereka berdiri di ujung koridor dekat lobi, diapit dua pengawal yang ikut menoleh ketika Juliete muncul dengan napas terengah dan mata penuh ketakutan.

“Zamira!” Sheila langsung berlari mendekatinya dan memeluknya erat. “Tuhan, kau ke mana saja?
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Pengantin Pewaris Cavendish    Chapter 114

    Juliete menarik pelatuk satu per satu. Dumy-dumy berbentuk manusia berjalan perlahan di lintasan, namun belum sempat mendekat, suara tembakan bersahut-sahutan memekakkan telinga. Sepuluh sasaran, sepuluh tembakan—semuanya tepat di kepala. Seketika suasana lapangan tembak di sisi timur Petrovka mendadak senyap. Beberapa wanita yang semula hanya menonton sambil mengobrol kini membisu, lalu saling pandang dengan ekspresi setengah tak percaya. “Wah… keren sekali, Nona Zamira,” ujar Maria sambil memberi tepukan tangan. Ada kekaguman tulus di matanya. “Saya kira Anda hanya lihai menari di tiang…” Juliete tak menjawab. Ia tetap memandang lurus ke depan, ke arah salah satu dumy yang masih bergoyang sedikit sebelum akhirnya jatuh juga. Tangan kirinya menurunkan pistol secara perlahan. Nafasnya tenang. Matanya dingin. Ya, dia lihai menembak. Dan semua itu berkat suaminya. Suami psikopat yang pernah membuatnya ketakutan, lalu ketagihan. Ia mengingat malam-malam panjang bersama Ja

  • Pengantin Pewaris Cavendish    Chapter 113

    Dua minggu telah berlalu sejak pertemuan terakhir Juliete dengan Jaiden. Dalam rentang waktu itu, ia memutuskan untuk menarik diri dari bayang-bayang pria itu—mengubur dalam-dalam setiap kenangan yang hanya menorehkan luka. Tak ada lagi tangis. Tak ada lagi harap. Juliete tahu, mengenang Jaiden hanya akan membunuhnya perlahan. Kini, ia memilih menata hidup dari awal. Memusatkan perhatiannya pada para wanita yang tinggal di gedung utara Petrovka—tempat yang selama ini dijadikan kakaknya, Julian, sebagai markas tersembunyi untuk melatih perempuan-perempuan “terpilih”. Mereka disiapkan menjadi penghibur elit—diplomat, pejabat, bahkan mata-mata dalam tubuh pemerintahan. Semakin hari Juliete mengenal mereka, semakin ia menyadari bahwa para wanita itu bukan korban, setidaknya bukan dalam definisi sederhana. Mereka adalah jiwa-jiwa yang telah dibuang dunia. Terlantar. Tidak diinginkan. Dikhianati kehidupan. Maka ketika seseorang datang—menawarkan keamanan, fasilitas mewah, dan sebuah p

  • Pengantin Pewaris Cavendish    Chapter 112

    Jaiden meremas gelas whisky di tangannya begitu erat hingga nadi di lengannya menegang. Dentingan pecah mengiringi amarah yang meledak—gelas itu melayang ke dinding dan hancur berkeping-keping. Suara kaca pecah menggema di seluruh ruangan presidential suite yang kini terasa terlalu sunyi, terlalu sempit bagi luapan emosinya. Napasnya berat. Matanya liar. Tapi belum sempat pikirannya tenang, ponselnya kembali berdering. Nama Mom terpampang di layar. Dengan malas, ia menjawab, “Ya, Mom.” “Bagaimana kabarmu, sayang? Apa kau berhasil menemukan Juliete kita?” Suara Margaret terdengar hangat seperti biasa, lembut dan penuh kasih—terlalu bertolak belakang dengan badai yang tengah berkecamuk di dalam diri Jaiden. Pria itu mendesah kasar. “Belum, Mom.” Kebohongan itu meluncur cepat, tanpa ragu. Ia tak bisa memberitahu ibunya bahwa Juliete sudah ia temukan—dan sedang mengandung anaknya. Margaret akan panik, menuntut kepastian, menekan dengan segala cara agar Juliete segera dibawa pu

  • Pengantin Pewaris Cavendish    Chapter 111

    Begitu berhasil keluar dari kamar itu, Juliete langsung berlari tergesa menuruni koridor hotel. Nafasnya tercekat, dadanya sesak, matanya sembab karena air mata yang belum sempat mengering. Demi Tuhan, ia tak ingin kembali pada pria psikopat itu. Ia tak ingin bayinya terluka—tak ingin buah hatinya tumbuh di bawah bayang-bayang obsesi gila. Tangga spiral di ujung lorong tampak seperti satu-satunya jalan keluar. Ia segera melepas sepatu tumit tingginya agar bisa berlari lebih cepat. Kakinya nyaris terpeleset saat menuruni anak-anak tangga dengan langkah terburu-buru. Begitu mencapai lantai bawah, Juliete hampir tersungkur—namun pandangannya langsung tertumbuk pada sosok yang begitu ia kenali. “Sheila… Julian…” suaranya nyaris terputus. Mereka berdiri di ujung koridor dekat lobi, diapit dua pengawal yang ikut menoleh ketika Juliete muncul dengan napas terengah dan mata penuh ketakutan. “Zamira!” Sheila langsung berlari mendekatinya dan memeluknya erat. “Tuhan, kau ke mana saja?

  • Pengantin Pewaris Cavendish    Chapter 110

    “Kau bicara apa?” suara Juliete mulai bergetar, matanya berkaca-kaca. “Itu… darah dagingmu, Jaiden.” Jaiden tidak menjawab segera. Ia hanya menatap Juliete—tatapan yang tajam, gelap, seperti laut hitam yang tak berujung. Tangan besarnya naik, menangkup wajah Juliete dengan kelembutan palsu, seperti sutra yang menyelimuti belati. “Tidak, sayang,” bisiknya dengan nada nyaris menyayat. “Dia hanya akan menghalangi cintamu terhadapku.” Ciuman bertabur di wajah Juliete. Di kening, di kelopak mata, di ujung hidung, lalu turun ke sudut bibirnya. Lembut. Menenangkan. Tapi dalam kelembutan itu ada rasa dingin. Kecemasan. Kegilaan. “Aku tidak suka ada siapapun yang mencoba mengambilmu dariku,” lanjut Jaiden, napasnya mulai memburu, menggesek kulit Juliete yang hanya berbalut udara dan sisa ketakutan. “Tidak siapapun. Bahkan anak ini…” Juliete menahan napasnya. Wajah Jaiden begitu dekat. Terlalu dekat. Tubuhnya terlalu hangat, dan tekanan di dadanya membuatnya sulit berpikir jernih. L

  • Pengantin Pewaris Cavendish    Chapter 109

    “Menyelamatkanmu… dari Henry?” Alis Jaiden bertaut. Sorot matanya gelap. Juliete mengangguk pelan. “Ya… pria brengsek itu mencoba memperkosaku. Tapi Julian datang… dan membunuhnya. Tepat di depan mataku.” Nada suaranya getir. Setiap kata mengandung sisa trauma dan kemarahan yang belum sembuh. Juliete menunduk sejenak, menahan napas saat bayangan kejadian itu kembali melintas dalam kepalanya. “Bajingan keparat!” Jaiden menggeram pelan, rahangnya mengeras, otot di lengannya menegang saat membayangkan tubuh istrinya disentuh lelaki lain. Matanya memanas, penuh murka, dan ia memeluk Juliete erat, ingin menandai tubuh itu kembali sebagai miliknya. “Andai aku yang membunuhnya… aku akan mencabik-cabik tubuh bangsat itu dengan tanganku sendiri.” Juliete menutup mata sejenak. Nafas Jaiden di lehernya terasa seperti bara. “Tapi…” Juliete mencoba menarik diri sedikit. “Aku tidak bisa ikut denganmu begitu saja ke London.” Jaiden menegang. Tubuhnya mundur perlahan, tapi matanya tetap

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status