Selamat membaca.Kau mengurungku. Lalu memintaku untuk melangsungkan upacara pernikahan yang tidak seharusnya terjadi Vardiantura? Baik, lakukan. "Aku akan mengukur waktu!"Mataku berubah warna menjadi keemasan, dan darah keluar dari mataku meski hanya sedikit. Itu karena Sakana mencoba melakukan lelepati denganku yang ternyata berhasil—baginda, hanya menyuruhku untuk menunggu sampai ia datang."Kalau kau tidak bisa bersabar, Baginda bersumpah akan memperkosaku setiap malam dan membunuh kami di depanmu! Jadi jangan lakukan hal gila. Kau mengerti!" tegas Sakana mengingatkan.Mataku membulat sempurna. Dan dengan susah payah aku menelan salivaku, "iya a-aku mengerti." jawabku.Karena semakin pusing. Jadi Sakana memutuskan telepati.Setelahnya, aku menatap ke arah pintu. Tapi percuma, pintu itu dikunci dari depan. 'hah' aku tidak suka di paksa—runtukku dalam hati.***-sementara itu, istana hitam. Utara yang membeku. Terjadi penangkapan besar-besaran di empat wilayah di Utara. Kota Devika
Selamat membaca.Raja dan Ratu, dan setiap makhluk yang mengisi aula utama Gratarus yang mengag dan indah saling tatap. Mereka kebingungan dengan alis yang mengerut sempurna—bagaimana tidak, pasalnya aku yang sudah seperti kehilangan kendali akan dirinya sendiri tiba-tiba saja menjadi tenang."Kau baik-baik saja Nak?" tanya ayah. Melirik ke arahku yang sedang berjalan menuju altar. "Emabell?""Ya ayah? Aku baik. Sangat baik." ucapku sembari tersenyum. Meski hatiku sangat ragu sekarang—"ternyata benar ya ayah, memilih itu sangat mudah. Yang susah itu, adalah bertahan." Kataku sambil mengumbar senyuman khas seorang Emabell dari Clossiana Frigga.Dan yah. Mata ayahku berbinar, dapat ku rasakan kalau hatinya tergetar atas perkataanku yang sepertinya sangat menyentuh hatinya. "Kau a-akhirnya mengerti Emabell?""Iya.""Ayah bangga padamu."Aku tersenyum. "Ayah akan semakin bangga. Karena kini aku mencintai Dunia Elydra.""Kenapa?" Karena dunia ini mencintai Bagindaku, rajaku, pilihan hatiku
Selamat membaca. Tabir pelindung yang terbentuk di atas dunia Elydra itu mampu menyerap setiap api kemarahan Darka, meski terlambat. Tapi kekuataan itu begitu besar sampai setiap kaki yang berdiri akhirnya tak mampu lagi untuk berdiri—semua mahkluk akhirnya menghormati Emabell, bahkan para tetua yang tersisa menundukan kepalanya.Bukan karena kekuataan lagi. Tapi karena pengorbanan seorang manusia biasa pada dunia yang dengan hebatnya menolaknya sebagai ratu, tapi dengan sangat luar biasanya ia bela dengan mengorbankan nyawanya sendiri."Mungkin agak terlambat, tapi kini kau akan menjadi ratu kami. Satu-satunya ratu kami, Emabell kami."Aku menang. Tapi tunggu, aku kewalahan karena menahan kekuataan Darka. Keringat dingin memenuhi tubuhku, tapi tidak apa-apa. Ini bukan pertama kalinya aku di panggang!WUSH!Lenyap. Ah, rupanya aku juga tumbang. Baginda…tolong aku?!Gelap.***Beberapa hari kemudian, akhirnya aku sadar. Seolah tersadar dari mimpi, atau terbangun di dalam mimpi.Aku me
Selamat membaca. Terbakar! Rasa panas menjalar menembus tulang, suara teriakan terdengar. Jeritan dan erangan pilu makin menjadi, tetapi aku terkurung dalam ruang yang gelap. Tidak bisa bergerak. Tap! Tap! Tap! Suara langkah kaki berat mendekat, aku tak bisa menoleh. Tubuhku tak bisa dikendalikan, seperti bukan milikku. Tiba-tiba. Sebuah tangan melingkar pada pinggangku. "Syuttt, kamu tidak akan mati!" Seseorang memelukku dari belakang. 'siapa?'Akhhh!!! Mati...dia bilang aku tak akan mati. Ta-tapi mengapa, leherku begitu sakit. Seolah-olah terbakar?! ***Dia adalah awal dan akhir sebuah Tradegy. Yang berarti indah, dan bisa berarti menyakitkan. Cahaya yang berbunyi di langit Elydra yang gelap, lahir dan tumbuh di sebuah desa kecil bernama Clossiana Frigga. Tempat manusia tinggal dan hidup dari bayang-bayang hutan pinus penuh misteri, dibatasi gunung batu utara yang curam, serta memiliki lautan dan sugai bening yang tak terjama kedalamannya. Warga desa percaya, kalau ada se
Selamat membaca. Namun saat aku menoleh ke arah orang yang dengan berani-beraninya menyentuh, seorang Emabell dengan lancangnya. "Anda siapa?" tanyaku dengan satu alis terangkat saat melihat, kakek tua—yang ku yakini sebagai penjelajah (satu-satunya kaum yang di berikan wewenang untuk keluar masuk territory tanpa jaminan hukum dan keselamatan) bisa dibilang mereka adalah orang-orang yang tidak di lindungi raja, tetapi mematuhui perintah raja utama. Mereka cenderung tak memiliki identitas seperti layaknya nama ataupun rumah. "Sedang mencari jamur ya?" kakek itu bertanya sembari melepas cekalan tangannya dari leganku, lalu berduri dengan postur tegap dan bertata krama. Aku yang diperlakukan baik lantas tersenyum padanya, lalu menganggukan kepalaku sebagai jawaban atas pertanyaannya. Sembari menatap penuh ingin ke arah jamur putih yang ada di sebelah pohon pinus. Melangkah—kakek penjelajah itu, dengan baik hatinya mencabut jamur putih tersebut dan di berikannya padaku. "Anggaplah k
Selamat membaca. "Ya mungkin orang itu hanya halusinasimu saja!" kata kakek itu mengiyakan perkataan dari Emabell. Tetapi Emabell malah terlihat takut, itu membuat sang kakek mengerutkan keningnya bingung."Tapi bagaimana jika itu benar-benar hantu sang raja ke dua utara, yang mengintai, dan bersiap untuk membalas dendam?!" tanya Emabell lagi yang membuat sang kakek tak habis pikir dengan ucapa gadis itu barusan. "EMABELL!" namanya dipanggil dengan kuat. Emabell pun segera bergegas untuk pulang. Sedang kakek itu hanya terus menaruh tatapan penuh tanyanya pada Emabell. Yang bisa begitu santai dan akrap dengab orang yang baru saja ia kenal. "Orang yang selalu melihat ke jembatan ya? Yang mulia, mungkin akan tertarik pada manusia itu. Setelahnya kakek itu menghilang begitu saja seperti angin. ***Di balik sumur, aku bersembunyi agar tak ketahuan ayah dan ibuku karena terlambat pulang lagi. Demi apapun, Aku hanya tidak ingin mendengar cermah yang diulang mengenai sikapku. "Kan aku s
Selamat membaca. Dari kerumunan paling belakang, seorang wanita dengan tudungnya mendekat. "Apa yang terjadi disini?"Kaget. Pria paru baya berkumis itu menyapu dadanya karena ada yang bertanya secara tiba-tiba, tapi saat di lihat dari asing wajahnya wanita bertudung itu. Pria paru baya berkumis belah dua itu sadar, kalau itu hanyalah penjelajah yang lewat. "Itu, ada seorang putri yang terkena penyakit langkah. Kasihan sekali!" jelasnya. "Dan siapa nama putri itu?"Entah mengapa, Almosa yang sedang menyamar berharap kalau bukan nama Emabell yang akan pria itu sebutkan nantinya. "Anda tidak mungkin mengenalnya, tapi namanya Emabell!"Positive thingking saja. Mungkin bukan Emabell yang itu, mungkin Emabell yang lain. "Emabell?" ulang Almosa, hanya bisa melihat dari tempatnya tampa mengatakan apa-apa. Pria paru baya itu berubah sendu, mulutnya merapar dan matanya berkaca-kaca seakan sangatlah terluka dengan kabar sakitnya Emabell. Lalu dengan berat hati, ia menganggukan kepalanya.
Selamat membaca. Di kereta tua. Nike menandangku penuh tanya, tetapi aku juga tahu. Kalau sebenarnya ia juga cemas pada kondisiku. "Jadi bagaimana kamu bisa sampai terkena penyakit itu?" tanya Nike akhirnya. "Aku takut loh Emabell?"Aku lantas tersenyum. "Sama aku?""Bukan, kapan sih kamu pernah serius?" kesal Nike karena aku malah mengajaknya berkelahi dengan kata-kata. "Iya, maaf-maaf!" ucapku meminta maaf. Sebelum aku menjelaskan asal mula mengapa aku bisa sampai sakit seperti ini, sembari membalik lebaran demi lembaran kertas pada sebuah buku besar, yang ada pangkuanku. Tapi mataku berhenti pada sebuah kalimat sederaha namun bermakna. "Darah sang turunan penguasa utara!" Pikirku membatin."Jadi mana penjelasannya?" tuntut Nike. "Iya." jawabku singkat, sebelum kembali membalik buku dan menjelaskan. "Untuk mendapatkan batu karang perak, aku menyelam sampai ke kedalaman lautan terdalam. Aku hampir gagal karena sulit bernafas, tapi seekor ikan pari membantuku. Selama beberapa saa