Share

Bab 12. Ciuman Pengantar Tidur

Haidar menyambar handuknya. “Ngapaian kamu ke sini?” tanya Haidar. Ia marah karena malu kalo sampai sang istri tahu apa yang sedang ia lakukan.

“Om, ‘kan barusan udah mandi, kenapa mandi lagi?” tanya Andin sambil menutup matanya dengan kedua telapak tangannya karena ia melihat Haidar sedang mandi dibawah shower sambil membelakanginya.

“Bukan urusan kamu!” Haidar berjalan melewati Andin yang masih mematung di ambang pintu kamar mandi sambil menutupi matanya.

Cepat-cepat Haidar memakai piyama. Lalu menghampiri sang istri yang masih mematung di tempatnya. Ia menyentil kening istrinya.

“Lain kali ketuk pintu dulu sebelum masuk! Jangan asal nyelonong aja!” Setelah menyentil kening istrinya ia kembali ke tempat tidur.

“Lagian belum satu jam mandi, sekarang udah mandi lagi, ganti baju lagi,” ujar Andin sambil melangkahkan kakinya menuju tempat tidur. “Eh iya lupa kalo Mr. Dolar mah bebas ye mau mandi tiap jam juga,” lanjutnya setelah naik ketempat tidur.

“Tidur! Jangan ngoceh terus!” titah Haidar sambil menyentil kening sang istri. Lalu merebahkan tubuhnya.

“Sakit tahu!” protes Andin. “Nikah baru sehari udah ngalamin KDRT.” Andin bangun dan menindih sang suami, ia duduk tepat di tempat jagoan Haidar bersembunyi.

Andin menyentil kening sang suami. “Sakit nggak?” tanyanya sambil menggertakkan gigi. 

Haidar bangun dan segera menurunkan sang istri dari tubuhnya. “Iya, aku minta maaf.”

Haidar terpaksa mengalah pada sang istrI. Ia takut jagoannya kena gesekan dan bangun lagi. “Cepetan tidur! Udah hampir pagi.” Haidar memiringkan tubuh membelakangi istrinya.

“Belum sehari jadi istri, sudah sangat merepotkan,” ucap Haidar dalam hati.

“Selamat malam suamiku,” ucap Andin, lalu mencium pipi suaminya sekilas.

“Kamu jadi perempuan, gampangan banget sih? Asal cium orang aja,” kesal Haidar. Bukannya ia tidak mau dicium sang istri, tapi ia takut kalau jagoannya bangun lagi. Masa iya dia harus mandi lagi.

“Mulai malam ini setiap mau tidur, aku harus cium Om dulu, titik nggak pake koma. Om juga harus cium aku sebelum tidur. Kalo nggak, aku bakal bilang sama mertuaku kalo Om jahat sama aku,” ancam Andin. 

Kemudian ia merebahkan tubuhnya. Masuk ke dalam selimut yang sama dengan sang suami.

Haidar berbalik menghadap sang istri. Kemudian ia mencium kening istrinya dengan lembut. “Selamat tidur anak kecil,” ucapnya dengan lembut sambil tersenyum.

Ia tidak mau kalau sampai Andin melaporkan semuanya pada sang papi jika ia tidak menuruti kemauan istrinya.

“Gitu dong, Om. Senyum terus sepanjang masa, biar awet muda,” ucapnya sambil mencubit gemas pipi suaminya. “Jangan marah melulu! Udah tua, sering marah, ntar tensi darah Om naik, terus Om stroke. Emangnya Om mau?” tanya Andin sambil mempraktekkannya. Tangannya ia bengkokkan dan lidahnya menjulur keluar.

Haidar mengusap wajah sang istri dengan telapak tanganya. “Jangan banyak omong, cepetan tidur!” Haidar membenarkan posisi bantal dan memejamkan matanya karena ia sudah sangat mengantuk.

Andin melirik Haidar. “Gue harus berusaha menjadi istri yang baik. Entah sampai kapan gue bertahan dengan pernikahan ini? Hanya Tuhan yang tahu karena jodoh ada di tangan-Nya. Yang penting berusaha ikhlas menjalani takdir gue,” ucapnya dalam hati. 

Andin mengembuskan napas panjang, lalu memejamkan matanya. Ia sudah sangat lelah seharian ini.

Mereka tidur dengan nyenyak setelah melewati hari yang sangat melelahkan dan menyebalkan bagi keduanya.

Siang harinya Haidar terbangun lebih dulu. Ia mengejapkan matanya saat tangan dan tubuhnya sulit digerakkan. “Kenapa pegal sekali?” gumamnya sambil menoleh ke arah kanan. 

Dan ternyata Andin menggunakan tangan Haidar untuk menjadi bantalan kepala. Kakinya berada di atas kaki sang suami, sementara tangannya memeluk erat tubuh kekar laki-laki yang baru sehari menikahinya.

“Bangun!” Haidar membangunkan Andin dengan cara menyentil keningnya, akan tetapi Andin tidak bangun juga.

“Kamu cantik, tapi menyebalkan,” ucap Haidar.

Haidar mengangkat kepala Andin dan memindahkannya ke bantal. Lalu menyingkirkan tangan dan kaki gadis cantik itu dari tubuhnya.

Kemudian Haidar membuka gorden jendela dan meregangkan ototnya sambil melihat ke luar jendela. “Sepertinya sudah sangat siang.”

Ia berbalik untuk melihat jam dinding yang ada di kamar itu. “Hah! Udah jam sebelas siang? Kenapa aku tidur begitu lama?” Haidar yang tidak pernah bangun siang hari, terkejut, kenapa bisa dia tidur sampai tengah hari.

Haidar bergegas masuk ke dalam kamar mandi setelah mengambil baju gantinya terlebih dahulu. Sepuluh menit kemudian ia keluar sudah menggunakan baju santainya. Celana pendek selutut berwarna abu muda dan kaus oblong berwarna putih.

“Anak kecil!” panggil Haidar. “Bangun!”

Andin tidak merespon sedikit pun panggilan Haidar.

Haidar menepuk pipi Andin untuk membangunkannya, tapi istrinya tidak bergerak sama sekali.

“Nih, perempuan, tidur apa mati? Susah banget dibanguninnya,” tukas Haidar.

Haidar tidak punya cara lain selain memencet hidung istrinya sampai terbangun. Setelah sekian detik akhirnya Andin terbanggun dan langsung menepis tangan sang suami dari hidungnya.

“Om, mau bunuh aku ya?” sergah Andin pada suaminya.

“Buat apa aku mengotori tanganku sendiri,” bantah Haidar. “Cepetan mandi, ini udah siang!”

Andin menyipitkan mata menatap jam dinding yang menggantung dekat lemari pakaian.

“Baru jam sebelas,” ucapnya. Kemudian ia memejamkan matanya. Sekian detik kemudian ia membuka matanya lagi. “Jam sebelas? Aku ada kuliah pagi, hari ini.” Andin segera banggun dari tidurnya, ia loncat dari tempat tidur. Lalu berlari mengambil baju di lemari dan langsung masuk kamar mandi.

Lima menit kemudian Andin keluar sudah memakai dres putih selutut, berlengan panjang dengan motif polkadot hitam.

Ia menghampiri suaminya yang sedang duduk di sofa sambil memainkan ponsel. “Om, kenapa bajuku dress semua? Aku kan berangkat kuliah pake motor, susah dong.”

“Nanti aku belikan mobil,” jawab Haidar dengan santainya.

“Aku nggak suka. Ayahku juga bisa membelikan aku mobil, tapi aku lebih nyaman pake motor,” sahutnya.

“Aku tahu ayahmu bisa membelikan kamu mobil mewah sekalipun, beliau juga pengusaha sukses,” sahut Haidar. “Aku percaya itu.”

“Pokoknya aku mau pake motor dan sekarang anterin aku pulang untuk ngambil baju dan keperluan yang lainnya.” Andin menarik tangan suaminya untuk segera bangun dari duduknya.

Haidar bangun dan berdiri. “Mulai minggu depan, kamu pindah kuliah. Dan untuk hari ini sampai satu minggu ke depan kamu nggak usah masuk kuliah dulu,” ujar Haidar.

“Kenapa harus pindah? Aku nggak mau jauh sama Sisil,” protes Andin.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
siti fauziah
kocak mereka ber2 ...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status