Home / Romansa / Pengantin Tuan Haidar / Bab 14. Presdir Sayur Lobak

Share

Bab 14. Presdir Sayur Lobak

Author: Nyi Ratu
last update Last Updated: 2021-01-31 15:19:50

Andin mendekati kebun sayur itu. Ia tertarik melihat warna-warni dari buah tomat. Ada yang masih hijau dan ada yang sudah merah. Ada bermacam-macam sayuran hijau.

“Ada lobak, kangkung, bayam, ada selada juga, ini komplit banget.” Andin mengabsen sayuran yang ada di situ. “Apa laki gue, presdir sayur lobak?” 

Seorang pelayan wanita menghampiri Andin. “Nona muda,” sapanya dengan santun sambil menundukkan kepalanya.

Andin menoleh ke samping, di mana sang pelayan wanita yang usianya hampir setengah abad berdiri di sampingnya sambil menundukkan pandangannya. “Tanaman sayuran di sini banyak banget, apa ini untuk dijual?” tanya Andin kepada pelayan wanita yang bernama Bi Narti.

“Nggak, Nona. Ini untuk dimasak aja ,” jawab pelayan dengan sopan. Ia bernama Bi Narti, kira-kira berumur lima puluh tahun.

“Bi, boleh aku masuk ke rumah itu?” tanya Andin sambil menunjuk rumah bercat putih.

“Silakan, Nona. Itu tempat tinggal kami,” jawab Bi Narti. Ia mempersilakan Andin untuk bejalan lebih dahulu.

Andin duduk di kursi kayu berwarna coklat yang tampak mengkilat. Di sini adem banget, Bi,” kata Andin sambil menghirup udara segar dari pepohonan yang rindang.

“Iya, Non,” sahut Bi Narti yang berdiri di depan Andin.

“Kenapa, Bibi berdiri terus. Ayo duduk! Aku mau tanya sesuatu, boleh ‘kan?” Andin menatap Bi Narti yang tampak sungkan dengannya.

“Saya di sini aja. Silakan, Nona bertanya, saya akan jawab,” ucap Bi Narti. Ia masih berdiri sambil menundukkan pandangannya.

Andin berdiri, lalu mendekati Bi Narti. “Ya udah, kalo gitu, aku juga berdiri aja.”

“Jangan, Non. Saya hanya seorang pelayan, tidak pantas duduk bersama majikan,” ucapnya.

Andin menautkan alisnya. Ia tampak berpikir keras. “Apa sih bujang lapuk itu sering ngomelin kalian ya, Bi.?” tanya Andin.

“Maksud, Non?” tanya Bi Narti yang tampak kebingungan.

“Maksudku, apa Tuan sering marah-marah pada kalian?” Anin mengulang pertanyaannya sambil tersenyum.

“Nggak, Non! Tuan muda selalu baik pada kami,” sahut Bi Narti.

“Ya udah makanya duduk di sini!” Andin menarik pelan tangan Bi Narti untuk duduk di kursi.

Kemudian Andin duduk di tempatnya semula. Ia terus menatap Bi Narti yang tidak mau menatapnya.

“Bi, kenapa banyak sekali tanaman sayuran di sana?” tanya Andin.

“Itu, karena kami jarang ada kerjaan, kami minta izin sama Tuan untuk menanam sayuran di lahan kosong itu,” ucap Bi Narti. “Tuan pun mengizinkan, bahkan Tuan yang membeli bibit sayuran itu.”

“Terus, sayuran sebanyak itu, di kemanain? Itu kan banyak banget.” tunjuk Andin pada tanaman sayuran di samping rumah.

“Kami bawa pulang, Nona,” jawab Bi Narti.

“Apa aku boleh mengambilnya?” tanya Andin. Ia suka sekali makan sayuran.

“Silakan, Nona! Ambil sesuka Nona muda! Tidak perlu minta izin kepada kami, para pelayan,” sahut Bi Narti.

“Rumah bibi di mana? Tanya Andin.

“Dekat Nona, tidak jauh dari sini,” jawab Bi Narti. Ia terus menunduk, tidak berani menatap majikannya.

“Bibi kenapa terus menunduk? Bibi benci sama aku? Atau takut?” tanya Andin. Ia merasa tidak enak hati, melihat wanita tua di hadapannya begitu sungkan padanya.

“Iya, aku benci sama kamu. Menyebalkan dan suka bikin rusuh,” sahut Haidar yang tiba-tiba datang menghampiri Andin.

“Eh, aku nanya sama Bibi bukan sama kamu. Dasar bujang lapuk,” sergah Andin.

Bi Narti langsung bangun dan berdiri ketika mendengar suara tuannya. “Saya permisi Tuan,” ucap Bi Narti sambil menundukkan kepalaya. Lalu pergi meninggalkan majikannya.

Haidar mendekati Andin dan menarik tangannya. “Ayo kita pergi!” ajaknya.

“Pergi ke mana?” tanya Andin yang berjalan cepat mengimbangi langkah panjang suaminya.

“Ketemu pacar kamu!” jawab Haidar. Suaranya terdengar tidak bersahabat.

“Mau ngapain?” tanya Andin kebingungan. Ia berjalan sambil menengadah menatap wajah suaminya.

“Kamu harus mengakhiri hubungan kamu dengan dia!” tegas Haidar.

“Om, bisa nggak sih ngomongnya lebih santai. Jangan kaku kayak gitu! Aku istrimu bukan klienmu,” kata Andin. 

“Ini udah santai,” jawab Haidar.

“Serah lo dah!” ucap Andin sambil mendelikkan matanya pada Haidar.

Haidar menghentikan langkahnya. Ia menatap sang istri. 

“Aku akan belajar berbicara lebih santai lagi, tapi kamu jangan panggil Om, kalo di luar!” ucap Haidar.

“Om maunya dipanggil apa?” Andin balik bertanya pada suaminya

“Terserah kamu,” jawab Haidar.

“Baiklah,” kata Andin sambil tersenyum penuh arti.

Andin dan Haidar berjalan sambil bergandengan tangan, masuk ke dalam rumah.

“Om, aku mau ambil ponselku dulu.” Andin masuk ke kamar tamu yang semalam ia tempati.

Haidar menunggu di depan pintu kamar. Ia terus menatap Andin yang terlihat cantik dan feminim, menggunakan baju terusan selutut berwarna putih, bermotif polkadot polkadot hitam.

“Ayo, Om!” Andin menggenggam tangan suaminya. “Ayo!” Andin menarik tangan Haidar yang masih diam mematung.

Haidar merasakan ada yang beda saat Andin menggenggam tangannya. Padahal dari tadi mereka jalan sambil bergandengan tangan. “Kenapa dadaku jadi berdebar-debar? Aku harus memeriksakannya segera,” kata Haidar dalam hati. Ia berpikir kalo ada yang tidak beres dengan kesehatannya.

Mereka berjalan keluar rumah menuju mobilnya sambil bergandengan, selayaknya pasangan pengantin baru yang sedang mesra-mesranya.

Kedua bodyguardnya sudah berdiri tegap di samping mobil Haidar yang sudah terparkir di depan rumahnya.

Mereka segera membukakan pintu mobil ketika Tuan dan Nonanya keluar. Kemudian Haidar dan Andin masuk ke dalam mobil. Para bodyguardnya segera menutup pintu setelah Tuan dan nonanya masuk. 

Setelah memakai seat belt, Haidar melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang, menuju tempat Roy berkumpul bersama teman-temannya. 

“Duh, berasa orang penting deh,” ucap Andin saat melihat spion ada mobil bodyguard suaminya yang mengawal mereka. 

Walaupun ia terlahir di keluarga yang terbilang kaya raya, tapi Andin dididik dengan kesederhanaan. 

Ia tidak tahu kalo sebenarnya sang ayah menyewa bodyguard untuk menjaganya. Tidak seperti bodyguard Haidar. Bodyguard Rey berpakaian santai dan menjaga keluarganya dengan sembunyi-sembunyi.

Satu jam kemudian mereka sampai di tempat yang dituju. Haidar menghentikan mobilnya di depan cafe tempat biasa Roy menghabiskan waktu bersama teman-temannya.

Andin menoleh pada suaminya. “Om, kok tahu, tempat nongkrong Roy?” tanya Andin.

“Jangan banyak omong! Ayo turun!” Haidar membukakan seat belt Andin.

Kemudian mereka pun turun dari mobil dan menghampiri Roy sambil bergandengan tangan.

“Hai, Roy!” Andin menyapa Roy yang sedang duduk membelakanginya.

Roy menoleh ke belakang. Ia menyunggingkan satu sudut bibirnya saat melihat kekasih hatinya berdiri sambil menggenggam tangan laki-laki yang sudah menjadi suaminya.

Teman-teman Roy segera pergi saat melihat ketegangan di antara Roy dan Andin.

“Boleh aku duduk?” tanya Andin.

Roy tidak menjawab pertanyaan Andin. Hanya tangannya saja yang mengisyaratkan untuk mempersilakan Andin dan suaminya untuk duduk.

Haidar menarik kursi dan mempersilakan Andin untuk duduk.

“Terima kasih, Sayang,” ucap Andin sambil tersenyum manis pada sang suami dan Haidar membalasnya dengan senyuman paling manis yang pernah ia tampilkan.

Roy mencoba untuk tersenyum kepada pasangan pengantin baru itu. Padahal dalam hatinya ia merasa muak dan sakit hati dengan perlakuan perempuan yang ia cintai selama ini.

Roy menunggu Andin mengutarakan maksud kedatangannya. Walaupun sebenarnya ia tahu apa maksud perempuan yang masih ia cintai itu.

“Aku masih mencintaimu,” kata Andin.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pengantin Tuan Haidar   PENGUMUMAN

    Terima kasih untuk kakak-kakak cantik dan kakak-kakak ganteng yang sudah mendukung novel saya ini. Tak terasa ternyata Haidar sudah menemani kalian selama setahun. Ceritanya memang belum selesai, masih ada kelanjutannya. Bagaimana kehidupan rumah tangga Gara dan Jennie setelah mamanya tahu, dan apakah mereka bisa mempertahankan pernikahannya di saat orang-orang yang membencinya berusaha untuk memisahkan mereka. Kisah si CEO bucin akan dilanjut di buku baru ya, khusus Gara dan Jennie. Novel ini sudah terlalu panjang, takut kalian mual lihat bab yang udah ratusan, hehehe .... Pemenang GA akan diumumkan di sosmed saya, i*, efbe, w*, kalau barangnya sudah datang, wkwwkk. Silakan follow i* @nyi.ratu_gesrek, atau bisa gabung di grup w*. Penilaian akan berlangsung sampai barang datang. Terima kasih banyak kakak-kakak sekalian. Mohon maaf jika cerita saya kurang memuaskan dan membuat kakak-kakak sekalian jengkel. Saya akan terus berusaha m

  • Pengantin Tuan Haidar   ( S2 ) Bab 157. I Love You, Biggie ( end )

    “Dia istri saya, kamu telah menghin orang yang saya cintai.”Jennie menatap suaminya sambil tersenyum. Ia senang mendengar Gara mengakui perasaannya di depan orang lain.“Maafkan saya, Tuan. Saya tidak tahu kalau Jennie … maksudnya saya tidak tahu kalau Nona Jennie istri anda.”Sekretaris cantik terus memohon minta ampun sambil berlinang air mata, namun Gara sudah terlanjur sakit hati.“Kalau dia bukan istri saya, apa kamu berhak menghina sesama kaummu seperti itu?”“Maafkan saya, Tuan, tolong jangan pecat saya!”“Saya tidak mau mempekerjakan orang-orang berhati busuk sepertimu.”“Sayang, berilah dia kesempatan sekali lagi, mungkin kalau aku ada di posisi dia, aku akan lebih parah dari itu.”Jennie merasa bersalah kepada sekretaris suaminya karena dirinyalah, wanita itu dipecat.“Saya tahu. Tapi, saya tidak suka melihat orang yang telah

  • Pengantin Tuan Haidar   ( S2 ) Bab 156. Kamu Saya Pecat!

    “Hati-hati, Bos!”“Saya sudah jatuh, Biggie!" kesal Gara.“Ya udah ayo bangun!” Jennie membantu Gara yang tersungkur karena terkejut melihatnya masih bekerja sebagai office girl di kantornya sendiri.“Kenapa kamu ada di sini?” tanya Gara setelah bangun dan berdiri.“Aku kan masih kerja di sini, Bos,” jawab Jennie sambil tersenyum.“Tidak perlu kerja lagi, kamu tunggu saya pulang kerja saja di rumah!”“Aku bosan di rumah terus.”“Kamu bisa jalan-jalan atau belanja bersama Anisa atau Mommy. Kamu cari kegiatan lain, tapi jangan bekerja di sini!”“Kenapa? Kamu malu kalau sampai orang lain tahu kalau istri dari CEO Mannaf Group ternyata hanya seorang office girl?”“Bukan itu maksudnya. Saya hanya tidak ingin kamu kerja lagi. Kamu istirahat saja ya, biar saya yang mencari uang untuk kamu.”“Kontr

  • Pengantin Tuan Haidar   ( S2 ) Bab 155. Ambyar

    "Bukan apa-apa," jawab Jennie sambil berjalan keluar dari kamar."Biggie, saya yakin ada yang kamu sembunyikan.""Nggak ada. Besok kamu udah mulai kerja lagi, pasti pulangnya malam dan capek 'kan? Mana mungkin kita bisa bercanda seperti tadi lagi.""Saya akan meluangkan banyak waktu untukmu. Kamu tenang saja, kali ini saya tidak akan pulang malam."Jennie menghentikan langkah kakinya, lalu berbalik menghadap Gara."Jangan kayak gitu. Lakukanlah kegiatanmu seperti sebelumnya. Aku nggak mau menjadi pengganggumu, lagian kita 'kan bisa menghabiskan waktu seharian di akhir pekan."Gara tersenyum menanggapi ucapan istrinya. "Saya bersyukur mempunyai istri sepertimu."Pria yang memakai kaus berwarna putih dengan dipadukan celana panjang berwarna krem menggenggam tangan istrinya, lalu melanjutkan langkahnya menuju ruang makan.Mereka makan sambil suap-suapan yang membuat seisi rumah itu berbahagia melihat Tuan dan nona mudanya be

  • Pengantin Tuan Haidar   ( S2 ) Bab 154. Permainan Pengantin Baru

    Jennie juga melakukan hal yang sama seperti suaminya. “Aku juga mencintaimu.”Kedua pasangan pengantin baru itu sedang berbahagia. Mereka menghabiskan waktu di dalam kamar dengan bermain kertas gunting batu. Yang kalah akan menuruti perintah yang menang.“Kamu kalah suamiku,” kata Jennie sambil tertawa.“Apa yang harus saya lakukan?”“Buatkan aku jus jeruk!” titah Jennie.“Baiklah, saya akan melakuknanya.”“Tapi haus kamu yang membutanya, jangan menyuruh Bibi.”“Iya ….” Gara turun dari tempat tidur, lalu pergi ke dapur untuk membuatkan minuman sang istri.“Kapan lagi memerintah CEO,” kata Jennie sambil tertawa setelah suaminya keluar dari kamar. “Belum tentu aku bisa bersamanya terus,” lanjutnya dengan pelan. “Aku takut Mama tahu pernikahan ini?”Beberapa menit kemudian sang suami masuk den

  • Pengantin Tuan Haidar   ( S2 ) Bab 153. Benci

    Gara bangun dan berdiri. "Saya mau pakai baju dulu."Laki-laki tampan itu buru-buru masuk ke dalam kamar mandi.Jennie bangun dan terduduk sambil memerhatikan suaminya. "Katanya mau pakai baju, tapi kenapa malah masuk lagi ke dalam kamar mandi?" gumamnya."Kenapa adik saya bangun hanya karena saya menindihnya?" gumam Gara saat berada di bawah pancuran air. Berharap sang adik tenang dan kembali tertidur. "Kalau Biggie tahu, ini sangat memalukan."Setelah beberapa menit Gara keluar dari kamar mandi dan langsung pergi ke ruang ganti. Laki-laki itu menghampiri istrinya setelah berpakaian."Lehermu tidak apa-apa 'kan?" Gara duduk di samping istrinya . "Maafkan saya ya!"Jennie memiringkan duduknya menghadap sang suami. "Gara, apa kamu sadar saat tadi kamu bilang kalau kamu mencintai saya?"Bukannya menjawab laki-laki tampan itu malah menyentil kening istrinya dengan keras."Sakit, Garangan!" Jennie mengusap-usap keningnya samb

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status