Share

Bab 15. Putus Cinta

“Aku masih mencintaimu …. Tapi, kita nggak mungkin bisa kayak dulu lagi. Aku udah menjadi istri orang lain,” ucapnya. “Hubungan kita cukup sampai di sini aja. Maafkan aku, udah nyakitin hati kamu.” Andin menunduk menyembunyikan kesedihannya.

Bagaimanapun, ia masih sangat mencintai Roy. Walaupun semua keluarganya tidak menyukai Roy, tapi ia tetap berhubungan dengannya. Menurut Andin Roy pemuda yang baik, tidak pernah berbuat tidak sopan padanya.

Roy memang terlihat seperti berandal karena pakaiannya yang tidak pernah rapi dan slengean. Sering berkumpul dengan anak-anak jalanan. Tapi, ia pemuda yang baik dan setia kawan.

“Andin sudah sah menjadi istri saya. Dia calon ibu dari anak-anak saya,” kata Haidar. “Saya harap kamu nggak mengganggu hubungan kami.” Haidar menggenggam tangan istrinya, lalu menciumnya dengan mesra.

Andin sama sekali tidak terbuai dengan ucapan suaminya. Ia tahu Haidar hanya berpura-pura bersikap manis di depan Roy, hanya untuk membuat Roy sadar kalau wanita pujaannya sudah menikah.

“Roy … maafkan aku!” ucap Andin. Suaranya lirih terdengar sangat pedih. Ia berusaha keras untuk menahan air matanya agar tidak tumpah.

“Dulu aku berharap, kamu adalah wanita yang akan terus berada di sampingku. Mendukung setiap langkahku. Mencintaiku untuk selamanya, tapi semua itu kini tinggal kenangan,” kata Roy. “Semoga kalian bahagia!” 

Dengan langkah yang berat Roy meninggalkan gadis yang sangat ia cintai yang sekarang sudah menjadi istri orang lain. Hatinya menjerit merasakakan sakit yanng tidak berdarah.  

Dadanya terasa sesak, hatinya bagai tersayat sembilu. Andin, gadis cantik yang menerima dia apa adanya sebagai seorang kekasih, kini telah menjadi milik orang lain.

“Tunggu di sini sebentar!” kata Haidar. Ia melepas genggaman tangannya, lalu mengejar Roy.

Haidar berjalan cepat mengejar Roy, ia menyejajarkan langkahnya dengan mantan kekasih sang istri setelah berhasil mengejarnya.

“Berubahlah! Jangan terlalu santai menjalani hidup,” ucap Haidar, yang membuat Roy menoleh ke arahnya.

“Maksud kamu apa?” tanya Roy.

“Kejarlah cita-citamu! Buktikan pada orang yang meremehkanmu, kalo kamu juga bisa sukses dengan caramu.” Haidar menepuk pundak Roy.

“Semangat hidupku telah kamu ambil,” jawab Roy ketus. 

Mereka mengobrol sambil berjalan menyusuri danau buatan dekat kafe x.

Haidar tersenyum menanggapi ucapan Roy. “Bekerja keraslah, jika kamu ingin sukses! Setelah kamu sukses, kamu bisa mendapatkan apa yang kamu inginkan dengan mudah.”

Roy menghentikan langkah kakinya. Ia berbalik badan menghadap laki-laki jangkung yang menjadi suami gadis pujaannya.

“Kalo aku sukses, aku akan mengambil kembali cintaku dari tanganmu,” tukas Roy sambil tersenyum sinis.

“Kalo dia sudah bukan jodohku lagi, aku akan menyerahkannya padamu. Tapi, kalo dia ditakdirkan menjadi jodoh dunia akhiratku, silakan cari orang yang mencintaimu dengan tulus.”

“Ok,” sahut Roy.

Haidar menepuk pundak Roy. “Semoga sukses!”

Setelah berbicara dengan mantan kekasih istrinya, ia berbalik badan dan melangkah menuju kafe. Menemui sang istri yang sedang menunggunya.

“Ayo kita pergi!” Haidar mengulurkan tangan pada sang istri.

Andin menyambut uluran tangan suaminya. Wajahnya terlihat murung. Haidar menggenggam tangan istrinya dengan erat. Ia tahu kalau saat ini Andin tidak baik-baik saja.

Andin dan Haidar masuk ke dalam mobil. Haidar memasang seat belt sang istri, ia hanya diam saja tanpa bereaksi apapun. Tatapannya kosong menerawang ke depan.

Haidar melajukan mobilnya menuju sebuah pantai. Sepanjang perjalanan Andin hanya diam saja. Haidar jadi merasa kehilangan sosok Andin yang berisik dan menyebalkan.

Setelah satu jam akhirnya mereka sampai. Haidar menepikan mobilnya. Ia menoleh pada Andin. Lalu membuka seat belt“Ayo kita turun!”

Andin hanya diam saja tanpa menjawab ucapan sang suami. Lalu Haidar turun dan berjalan ke arah Andin.

Ia membuka pintu mobil, lalu mengulurkan tangannya di depan wajah sang istri. Andin menoleh pada sang suami. Lalu menyambut uluran tangan suaminya dan keluar dari mobil.

Haidar mengajak Andin duduk di pinggir pantai, di sebuah batu besar. Ia membelai kepala sang istri, lalu menarik ke dalam pelukannya. “Menangislah! Di sini nggak ada orang, udah di sterilkan oleh bodyguardku.”

Andin mendongakkan wajahnya menatap sang suami.

“Jangan ditahan! Itu hanya akan membuatmu semakin sakit. Menangislah! Keluarkan rasa sakit di hatimu!” Haidar membelai rambut Andin dengan lembut.

Andin mulai terisak, lalu menangis sejadi-jadinya. Ia menumpahkan rasa sakit yang tak berdarah. Sakit karena berpisah dengan orang yang sangat ia cintai. Berpisah di saat hati sedang sayang-sayangnya, itu sangat menyakitkan.

Satu jam sudah Andin menangis tanpa henti. Setelah menangis, hatinya terasa sangat lega.

“Minumlah! Pasti kamu haus, satu jam menangis tanpa henti,” sindir Haidar. “Habiskan! Aku takut kamu dehidrasi,” lanjutnya.

Andin tersenyum mendengar ucapan sang suami. Ia menenggak air minumnya dengan sekali tegukan.

“Mau lagi?” tanya Haidar.

Andin menggelengkan kepalanya. “Terima kasih,” ucapnya dengan tulus.

Andin bangun dari duduknya. “Aku udah tenang. Ayo kita pulang! Kita harus ke rumah Mami.”

Haidar menarik Andin ke dalam pelukannya. Ia memeluk Andin dari belakang.

“Kita lihat sunset dulu. Tunggu sebentar ya,” bisik Haidar di telinga sang istri.

Hari ini Haidar akan bersikap manis pada sang istri. Ia merasa bersalah atas kandasnya hubungan mereka berdua.

“Kita harus ke rumah Mami,” sahut Andin.

“Besok aja ke sananya. Hari ini kita bersenang-senang dulu,” ucap Haidar. Ia semakin erat memeluk istrinya.

“Tumben, nih orang waras,” kata Andin dalam hati. “Perlakuannya membuat hatiku sedikit lebih tenang.”

“Hari ini aku akan menuruti semua keinginan kamu?” kata Haidar. 

Andin berbalik menghadap sang suami yang sedang duduk di atas batu besar. Sementara ia sedang berdiri di hadapan suaminya.

“Janji ya.” Andin mengacungkan jari kelingkingnya di hadapan Haidar.

“Apa ini?” tanya Haidar sambil memegangi jari kelingking Andin. 

Andin menarik tangan Haidar, kemudain menautkan jari kelingkingnya pada jari kelingking Haidar.

“Ini simbol, kalo kita saling berjanji, tidak akan mengingkari,” jelas Andin sambil tersenyum.

Haidar membalikkan tubuh sang istri. “Lihat itu! Cantik sekali bukan?” 

Haidar memeluk erat istrinya. Dagunya ia tempelkan di bahu sang istri.

“Iya, cantik sekali,” sahut Andin, saat melihat matahari yang sudah setengah tenggelam di bawah garis cakrawala.

“Seperti kamu … cantik,” ucap Haidar sambil tersenyum.

Deg … jantungnya seakan berhenti sesaat, setelah mendengar ucapan suaminya. Walaupun ia tahu, kalau Haidar bebuat seperti ini hanya ingin menghibur dirinya.

Andin berbalik badan menghadap suaminya. “Ternyata Om bisa ngegombal juga?” tukas Andin sambil tersenyum.

“Ini bukan gombalan, tapi kenyataan,” jawab Haidar. Ia berusaha menghibur sang istri. Mungkin hanya ini yang bisa ia lakukan untuk membalas budi pada Andin karena ia sudah membantu untuk mendapat warisan orang tuanya.

“Om benar, kenyataannya memang aku sangat cantik dan mempesona,” tukas Andin sambil tersenyum.

“Syukurlah, si gesrek udah kembali,” ucap Haidar dalam hati.

“Kamu benar, istriku ini sangat cantik ,” kata Haidar sambil menyubit pipi

sang istri dengan gemas.

“Om …!”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status