“Om, kenapa bengong?” tanya Andin setelah membuang kotak bekas es krim ke dalam tong sampah yang ada di luar.
“Kenapa kamu bisa tahu apa yang aku pikirkan?” tanya Haidar pada sang istri. “Apa dia seorang cenayang juga seprti neneknya?” Haidar bertanya-tanya dalam hatinya.
“Yaelah, aku cuma nebak. Om geleng-geleng kepala, pasti Om lagi mencibir dalam hati kalau aku rakus, iya ‘kan?” tukas Andin sambil mencolek hidung lancip Haidar.
Haidar menepis tangan Andin. “Sudahlah jangan dibahas lagi. Kamu mau pulang sekarang?” tanya Haidar pada sang istri. Ia hati-hati saat berbincang dengan Andin, tidak mau terjebak lagi karena ucapannya sendiri.
Andin mencondongkan wajahnya pada sang suami. “Aku mau makan sate ayam, Boo,” bisik Andin dengan mesra di telinga Haidar.
“Boo?” Haidar mengerutkan keningnya
“Kamu kenal, Bee?” tanya Haidar sambil menatap Andin, lalu kembali menoleh pada Pak Mamat.Ternyata yang mengetuk kaca mobil adalah Pak Mamat, penjual sate langganan Andin dan Roy. Hampir setiap malam Minggu, Andin dan Roy menghabiskan waktu untuk berkumpul dengan teman-temannya di tenda sederhana Pak Mamat.“Iya,” jawab Andin sembari melengkungkan separuh sudut bibirnya. Ia khawatir Pak Mamat membahas tentang Roy.“Pasrah ajalah kalau si berondong alot marah,” ucap Andin dalam hatinya. Walaupun ia tahu Haidar tidak mencintainya dan tidak akan cemburu, tapi pasti ia akan marah karena Andin sudah berjanji untuk melupakan mantan kekasihnya dan sekarang ia malah mengunjungi tempat nongkrong ia dan Roy sewaktu masih menyandang status sepasang kekasih.“Ini istri saya, Pak.”Haidar mengenalkan Andin sebagai istrinya kepada Pak Mamat. “Bapak udah kenal?&
“Om, mau ngapain?”tanya Andin saat membuka mata, wajah Haidar berada sangat dekat dengannya.“Aku mau melepas sabuk pengamanmu,” jawab Haidar sembari memundurkan tubuhnya. Ia tidak jadi membuka sabuk pengaman sang istri. “Kamu udah ngantuk ya? Terus satenya gimana?” tanya Haidar pada istrinya.“Aku mau makan dulu, abis makan baru tidur,” jawab Andin sembari membuka sabuk pengamannya.“Kalau abis makan jangan langsung tidur! Nggak baik untuk kesehatan,” tandas Haidar pada sang istri.Andin memutar bola mata dengan malas. Ia paling tidak suka kalau dilarang tidur setelah makan. Rasanya tidur setelah makan itu nikmat sekali. Padahal ia juga tahu kalau itu tidak baik untuk kesehatan.“Astaga!” Andin terkejut saat ingin membuka pintu mobil, sang bodyguard suaminya sudah lebih dulu membukakan pintu untukny
“Kalau mau bermesraan sana di kamar, jangan di sini!” tukas Aldin saat melihat Andin dan Haidar sedang berpelukan di depan pintu saat pintu terbuka.Aldin berjalan melewati Andin dan Haidar. Ia pergi begitu saja setelah meledek adiknya. Ia beharap adik dan suaminya selalu rukun dan bahagia sampai tua bersama.Andin langsung melepas pelukannya dari sang suami. Ia merapikan bajunya yang sedikit berantakan.“Siapa yang bermesraan,” kilah Andin. “Tadi Adek tersandung, Boo nangkap Adek biar nggak jatuh,” kata Andin sedikit berteriak karena Aldin sudah menjauh darinya. Andin berusaha menjelaskan kejadian yang sebenarnya karena ia merasa malu ketahuan berpelukan dengan suami yang tidak diinginkannya.“Bermesraan juga nggak apa-apa, Dek,” ledek Bunda Anin sambil tersenyum.Andin merasa senang melihat anak dan menantunya terlihat akur dan mesra. Ia berharap semoga rumah tangga anaknya baik-baik saja. “Semoga
"Maaf, aku nggak sengaja.” Haidar mengusap-usap kening Andin yang terkena benturan siku tangannya. “Lagian kamu mau ngapain sih?” tanya Haidar pada sang istri yang berada di atas tubuhnya.“Tadinya aku mau nyosor kamu, tapi keningku udah disosor duluan sama tangan kamu,” keluh Andin sambil mengusap-usap keningnya.“Lagian nggak sabaran banget sih, jadi cewek mahal sedikit kenapa? Jangan main sosor aja,” kata Haidar sembari menyentil kening sang istri dengan jarinya. Ia merasa gemas dengan sikap sang istri yang terkesan mesum.“Ya ampun, Om! Keningku sakit malah ditambahin lagi,” protes Andin pada suaminya sembari bangun dan terduduk.Haidar juga bangun dan duduk bersandar di sandaran tempat tidur. “Kalau masih manggil Om, aku nggak mau nyium kamu,” protes Haidar sambil melipat tangannya di bawah dada.Haidar sadar kalau ini hanya sebuah kebohongan, tapi ia menikmati kepura-puraan ini. Walaupun Andin
“Kenapa? Kamu terpesona ya dengan ketampanan suamimu ini?” tanya Haidar pada sang istri. Kemudian ia menghampiri istrinya yang masih duduk bersandar di sandaran tempat tidur. Jarinya sibuk menyentuh layar ponselnya.“Pede banget. Aku lagi lihat berita viral minggu ini, pelakor meraja rela. Kalau ada pelakor di antara kita, aku akan unyeng-unyeng rambutnya sampai botak, setelah itu aku tinggalin kamu. Bagiku kesalahan apapun aku akan berusaha memaafkan, tapi kalau udah main dengan wanita lain. Sori dori stroberi ya, pergi aja lo ke laut,” ujar Andin dengan penuh emosi.“Kenapa kamu jadi marah sama aku?” tanya Haidar. “Yang selingkuh siapa yang dimarahin siapa? Lagian kamu nggak ada kerjaan, kayak gitu di tonton. Mending kamu baca novelnya Nyi Ratu, biar awet muda, ketawa terus.”“Nanti aku dikira orang gila, ketawa terus,” sahut Andin. “Om udah baca n
Sebulan sudah pernikahan mereka berjalan, tapi Papi Mannaf belum juga mewariskan semua hartanya kepada sang anak. Haidar pun tidak pernah menanyakan perihal itu, ia menikmati pernikahannya dengan sang istri meski sering terjadi perselisihan di antara mereka.“Boo, Kita udah sebulan menikah, tapi kamu belum sekali pun menyentuh aku. Apa aku sehina itu sehingga kamu nggak mau menyentuh istrimu sendiri,” ucap Andin lirih sembari menundukkan kepalanya.“Kita belum saling mencintai. Aku hanya ingin menyentuh wanita yang aku cintai. Aku nggak mau menyentuh kamu hanya karena nafsu sesaat. Aku akan menyentuhmu kalau aku sudah mencintaimu begitu pun sebaliknya,” jawab Haidar panjang lebar.“Aku udah halal untukmu, Boo,” sahut Andin. “A-apa aku bukan kriteria wa-wanita idamanmu?” tanya Andin terbata. Air matanya mulai menetes di pipinya, isakan tangis terdengar oleh sang suami.
“Om!” teriak Andin.Haidar terjatuh dari tempat tidur karena terus menghindari istrinya. Ia kira sang istri akan memperkosanya, padahal Andin hanya ingin memeriksa suhu tubuhnya.Andin segera turun dari tempat tidur untuk membantu suaminya bangun. “Om, ehm … Boo, kamu nggak apa-apa ‘kan?” Andin terlihat sangat khawatir karena kening sang suami terbentur meja nakas.Haidar diam saja tanpa menyahuti ucapan istrinya sembari memegangi keningnya. Kepalanya terasa sangat pusing, pandangannya kabur. Andin membantunya untuk bangun dan berbaring di atas tempat tidur.“Kening kamu berdarah, Boo,” kata Andin ketika Haidar melepas tangan dari keningnya, ia segera mengambil tisu yang ada di atas nakas. “Aku ambil kotak obat dulu ya.” Andin segera mengambil kotak obat yang ada di kamarnya.“Ada pepatah ‘siapa takut ia celaka’ itu benar dan terjadi padaku,” kata Haidar seraya tersenyum kecil membayangk
TOK TOK TOKKetika nafsu mereka sudah memuncak terdengar suara ketukan di pintu kamar. Untung saja kamarnya kedap suara, jadi tidak perlu khawatir suara desahan mereka terdengar sampai keluar. Haidar dan Andin gagal mengeong karena ketukan pintu.“Andin!” panggil Mami Inggit sembari terus mengetuk pintu kamar. Kalian ada di dalam ‘kan?” teriak Mami Inggit.“Boo, ada Mami.” Andin segera turun dari tempat tidur, lalu memakai kembali baju tidurnya yang semalam. Kemudian ia segera membuka pintu kamar untuk mertuanya. Sementara Haidar masuk ke dalam kamar mandi.“Sayang, kamu sakit, Nak?” tanya Mami Inggit yang melihat keringat mengucur di pelipis Andin. Kemudian ia meraba kening menantunya. “Kamu demam, Sayang,” kata Mami Inggit.Hawa panas di tubuh Andin bukan dikarenakan demam, tapi karena habis olah raga siang bersama Hai