Home / Romansa / Pengantin di Gerbang Hitam / Bab 16 Sekutu Berbahaya

Share

Bab 16 Sekutu Berbahaya

Author: Aira Jiva
last update Huling Na-update: 2025-12-07 21:25:41
“Kau yakin ini tempat yang aman, Reyna? Aku tidak suka bertemu di lokasi yang berpotensi menarik perhatian.”

Suara itu membuat jantung Aruna berhenti berdetak sepersekian detik.

Ia membeku di balik pilar restoran Italia kecil itu. Tangannya masih menggenggam ponsel, layar terbuka di nama Jonas—panggilan panjang barusan baru saja ia tutup. Panggilan yang seharusnya mengakhiri rasa waswas tentang Proyek Restorasi.

Dan sekarang… neraka justru terbuka di depannya.

“Itu suara Rendra,” gumam Aruna pelan, hampir tak terdengar, bahkan oleh dirinya sendiri.

Ia menarik topi lebih rendah, menurunkan kacamata hitamnya. Dari balik tirai tipis area VIP, ia melihat siluet seorang wanita dengan syal besar menutup separuh wajahnya.

Reyna.

Yang selama ini tampil sebagai simbol keanggunan, kontrol, dan kesetiaan.

Sekarang duduk berhadapan dengan musuh terbesar Arden.

“Tenang saja, Rendra,” suara Reyna terdengar lagi, rendah, dingin, jauh dari citra wanita elegan di rumah Kaeswara. “Aku tidak bod
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Pinakabagong kabanata

  • Pengantin di Gerbang Hitam   Bab 32 Rendra Menekan Ibu Ratna

    Pagi itu, Aruna sedang berdiri di depan jendela kamar kerja Arden.Kaeswara tampak seperti biasa... megah, dingin, penuh rahasia. Tapi ada sesuatu yang berbeda di dadanya. Bukan gelisah. Bukan waspada. Melainkan ketenangan baru yang terasa… solid.Teleponnya bergetar.Nama di layar membuat bahunya menegang sejenak.Ibu Ratna.Aruna mengangkat panggilan itu sambil menarik napas pelan.“Halo, Bu.”Di seberang sana, suara ibunya terdengar lebih tua dari terakhir kali mereka bicara. Bukan karena usia... melainkan karena ketakutan yang dipelihara terlalu lama.“Aruna…” suara itu bergetar. “Kamu di mana sekarang?”“Di rumah,” jawab Aruna singkat. Tidak berbohong. Kaeswara sudah ia anggap rumah, entah sejak kapan.Hening sebentar.“Kamu… masih bersama Arden?”Pertanyaan itu terdengar sederhana. Tapi Aruna tahu, ada sesuatu yang diselipkan di baliknya.“Iya,” jawab Aruna mantap. “Aku memilih tinggal.”Tarikan napas tajam terdengar di ujung sana.“Na… dengarkan Ibu sebentar. Tolong.”Nada itu.

  • Pengantin di Gerbang Hitam   Bab 31 Malam Malam Kaeswara Terbakar

    Aliansi itu bekerja lebih cepat dari yang mereka duga.Hari-hari Arden dipenuhi rapat, tekanan, dan strategi yang menuntut presisi dingin. Aruna menjadi bayangan di sisinya... kadang bicara, kadang hanya hadir. Ia tidak menuntut penjelasan setiap saat, tidak memaksa Arden membuka luka yang belum siap disentuh. Ia hanya memastikan Arden tidak lupa makan, tidak lupa bernapas, dan tidak lupa bahwa ia tidak sendirian.Namun malam…Malam adalah wilayah mereka.Setelah Kaeswara meredup dan para penjaga berganti sif, Arden selalu menemukan langkahnya mengarah ke tempat yang sama. Bukan ke ruang kerja. Bukan ke kamar yang dingin oleh kebiasaan lama. Ia mencari Aruna seperti tubuh mencari suhu yang tepat.Malam itu, Aruna ada di balkon lantai dua. Rambutnya diikat seadanya, mengenakan kemeja tipis yang jelas bukan miliknya. Angin membawa aroma taman... tanah basah, daun, dan sesuatu yang menenangkan.“Kau terlambat,” katanya tanpa menoleh.“Aku tersesat,” jawab Arden, jujur.Aruna menoleh. Tat

  • Pengantin di Gerbang Hitam   Bab 30 Awal dari Aliansi Baru

    “Kau masih di sini.”Arden berdiri di ambang pintu ruang kerja, jasnya belum diganti sejak pagi. Nada suaranya datar, tapi matanya tidak. Ada kelegaan yang ia sembunyikan dengan buruk.“Aku belum menemukan alasan logis untuk pergi,” jawab Aruna tanpa menoleh. Ia sedang menuang kopi, terlalu santai untuk seseorang yang baru saja memutuskan tinggal di rumah yang penuh rahasia. “Dan kopi di dapurmu lumayan. Itu faktor penting.”“Jadi ini bukan soal aku?”“Jangan ge-er. Kopi dulu, ego belakangan.”Arden mendekat. “Kalau kau tinggal, kita butuh aturan.”Aruna menoleh, mengangkat alis. “Menarik. Biasanya yang tinggal disuruh patuh, bukan negosiasi.”“Kau bukan tipe orang yang patuh,” Arden berkata jujur. “Dan aku bukan tipe orang yang nyaman dengan ketidakpastian.”“Bagus. Kita seimbang.”Mereka saling menatap beberapa detik... bukan tatapan panas, melainkan pengukuran. Dua pemain yang tahu papan catur akan segera dibuka.“Aku tidak akan membiarkanmu bergerak sendirian,” kata Arden akhirnya

  • Pengantin di Gerbang Hitam   Bab 29 Aruna Memutuskan Tinggal

    Pintu itu tidak pernah terbuka.Langkah di luar kamar hanya berhenti, lalu menjauh, meninggalkan keheningan yang jauh lebih berat daripada ancaman apa pun. Arden masih berdiri di sisi tempat tidur, bahunya tegang, pikirannya sudah berlari ke segala kemungkinan terburuk.Aruna memperhatikannya dalam diam.Inilah Arden yang sesungguhnya, pikirnya.Bukan pria berjas mahal di ruang Dewan.Bukan pengendali dingin yang semua orang takuti.Melainkan laki-laki yang berdiri setengah telanjang di kamar, dengan ketakutan paling purba di matanya: kehilangan orang yang baru saja ia temukan kembali.“Arden,” panggil Aruna pelan.Ia menoleh.“Aku tidak akan pergi.”Kalimat itu jatuh sederhana, tanpa dramatisasi. Tapi dampaknya terasa seperti palu yang menghantam dinding pertahanan Arden. Ia tidak langsung merespons, seolah takut salah dengar.“Kau tidak harus mengatakan itu,” katanya akhirnya. “Bukan sekarang. Bukan setelah… semua ini.”Aruna duduk, menarik selimut menutupi tubuhnya sekadarnya, lalu

  • Pengantin di Gerbang Hitam   Bab 28 Pengakuan dan Gairah

    Udara di kamar itu berubah.Bukan karena pintu tertutup. Bukan karena malam.Melainkan karena dua orang di dalamnya sama-sama berhenti berpura-pura.Arden berdiri terlalu dekat. Atau mungkin Aruna yang melangkah terlalu jauh. Tidak jelas siapa yang memulai... yang jelas, jarak di antara mereka lenyap tanpa permisi.“Aku tidak tahu bagaimana cara berhenti,” suara Arden rendah, seperti gesekan logam. “Aku sudah terlalu lama menahan semuanya. Dan sekarang...”“Sekarang kau gemetar,” Aruna menyela pelan.Arden tertawa pendek. Bukan tawa lucu. Lebih seperti orang yang akhirnya ketahuan rapuh. “Karena aku takut kalau aku menyentuhmu, aku tidak akan bisa berhenti.”Aruna mendongak. Tatapannya tenang, terlalu tenang untuk situasi seberbahaya ini. “Kalau begitu jangan berhenti.”Kalimat itu jatuh seperti korek api ke bensin.Arden mencengkeram pinggang Aruna... keras, hampir kasar, tapi penuh kendali yang nyaris runtuh. Tarikan itu membuat tubuh Aruna menabrak dadanya, dan detak jantung mereka

  • Pengantin di Gerbang Hitam   Bab 27 Pengakuan Arden

    “Kau tahu, Aruna,” suara Arden terdengar dari balik pintu yang baru saja terbuka, “kalau aku datang jam segini ke ‘penjara sutramu’, itu artinya Dewan sudah mulai bergerak lebih cepat dari dugaanku.”Aruna menoleh dari sofa, jepit rambut masih di tangannya.“Oh, bagus. Jadi aku tidak membongkar jam alarm itu dengan sia-sia. Silakan masuk, Tuan Kaeswara. Tahanan politikmu siap menerima briefing tengah malam.”Arden tidak menanggapi sindiran itu. Ia masuk perlahan, menutup pintu, lalu berdiri mematung sejenak... seperti pria yang sedang memilih kata paling menyakitkan untuk diucapkan.“Besok,” katanya akhirnya, “nama Layla akan disebut di Dewan.”Aruna menegang.“Sebagai korban?”“Atau sebagai senjata?”“Sebagai mayat,” jawab Arden datar.Hening jatuh. Kali ini Aruna tidak bercanda.“Kau bilang padaku Layla adalah saksi hidup,” ujar Aruna pelan. “Bukan simbol.”“Dia hidup,” Arden menatap Aruna, matanya merah lelah. “Tapi dunia percaya dia sudah mati. Dan akulah yang memastikan itu.”Aru

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status