Tok..tok..tok..
Anna yang baru tidur pukul 05:00 pagi itu dibangunkan oleh suara ketukan pintu.
“Hmmm… siapa?” tanya Anna dengan suara yang masih serak.
“Ini saya nyonya, saya datang membawakan nyonya baju. Terus tuan juga mengajak nyonya sarapan bersama,” ujar asisten rumah tangga yang Anna belum tahu namanya.
“Ya sudah, masuk saja bi.”
Wanita paruh baya itu pun masuk ke dalam kamar Anna dan membantunya berdiri. Anna dibawa ke kamar mandi dan dibiarkan untuk bersiap-siap sendiri. Menunggu Anna selesai mandi, wanita yang tak muda lagi itu merapikan tempat tidur dan menyiapkan keperluan Anna seperti sisir, jepit rambut, aksesoris, skincare dan alat make-up.
“Ohh iya bi, saya belum tahu nama bibi kemarin,” kata Anna yang baru saja selesai mandi. Pakaian gadis itu sudah berganti dan dengan santai mengeringkan rambut menggunakan handuk.
“Saya Sri, nyonya. Panggil saja mbak Sri, biasanya tuan panggil saya begitu.”
Anna hanya tersenyum.
“Iya mbak Sri, terima kasih ya sudah siapkan keperluan saya.”
“Sama-sama nyonya, nyonya kan istri tuan, ini memang sudah jadi pekerjaan saya.”
Masih sambil tersenyum, ia langsung duduk di meja rias dan dengan cekatan merapikan dirinya. Skincare, dandan tipis, memakai anting dan kalung, serta menyisir rambut, semua Anna lakukan dengan cepat. Anna terbiasa cepat untuk hal-hal seperti ini. Dari kecil, banyak hal-hal yang harus Anna urus sehingga ia tak ingin berlama-lama di meja rias.
Mbak Sri takjub melihat Anna. Sebelum bekerja dengan Alex, mbak Sri sudah melayani banyak nona muda kaya. Semua minta dilayani. Jika tidak dilayani, mereka akan berlama-lama depan meja rias hanya untuk sekadar mengagumi diri.
“Cepat juga kamu, Na. Aku pikir kamu baru akan turun setengah jam lagi,” kata Alex yang tiba bersamaan dengan Anna di meja makan.
“Untuk apa aku berlama-lama jika bisa kuselesaikan dengan cepat?”
“Wanita pada umumnya selalu saja menghabiskan waktu lama untuk berdandan.”
“Aku sudah cantik dari lahir, kulitku juga bagus. Aku tak perlu riasan yang mencolok,” kata Anna tersenyum bercanda. Alex hanya menertawakan istrinya yang sangat percaya diri itu. Sejak kecil, gadis didepannya ini tidak berubah.
Melihat makanan dan minum sudah tersedia di atas meja, Anna meminta para pelayan mengosongkan ruangan. Ia ingin berbicara dengan Alex.
“Lex, aku lupa bertanya kemarin. Kenapa kau harus menyamar jadi om Chandra untuk menikahiku?”
“Ada beberapa urusan yang masih harus ditangani ayahku disini. Jika mereka tahu ayahku meninggal, Robert pasti akan sangat kesulitan diserang saingan bisnis kami dari berbagai sudut. Selain itu, untuk menikahimu, aku tetap harus menggunakan wujud ayah.”
“Menikahiku? Kenapa?”
“Ayah tahu kalau anak perempuan Sanjaya menyukaiku. Ayah hanya mencegah kemungkinan Sanjaya akan melakukan berbagai cara menukar mempelai wanita menjadi Valencia, jika aku yang harus dijodohkan denganmu. Makanya, ayahku harus berpura-pura menjadi pria tua mesum yang menyukai gadis muda agar tetap kau yang menjadi mempelainya. Saat sebelum ayah meninggal, kami sudah berencana di hari pernikahan untuk bertukar peran. Ayah menjadi aku dan juga sebaliknya. Bagi kami, pernikahan di dunia ini tidak penting dan sah.”
“Jadi, hanya akan sah jika menikah di kerajaanmu?”
“Ya, tentu saja. Kami adalah keturunan naga laut dan kami sangat bangga dengan itu.”
“Sekian lama tinggal disini, kau tidak menjadi betah?”
“Tidak sama sekali, Na. Kami tak memiliki kekuatan apapun disini. Kekuatan yang bisa digunakan terbatas dan sebisa mungkin tak kekurangan air.”
“Apa akibatnya jika kamu kekurangan air?”
“Tidak ada. Hanya saja, aku makhluk air. Air adalah rumahku, selalu ada ruang kosong di hatiku jika aku jauh dari air. Tapi aku tentu tidak akan meninggal hanya karena berjauhan dengan air. Buktinya, aku masih hidup hingga sekarang.”
Anna memikirkan ulang kalimat Alex dalam diam. Hanya suara sendok garpu yang beradu dengan piring di meja makan.
“Lex, seandainya aku tidak mau melanjutkan pernikahan denganmu dan juga tak ingin membantu Robert disini. Apa kau akan menyesal telah memberitahuku rahasiamu?” tanya Anna setelah selesai makan.
“Aku percaya penilaian ayahku, Na. Setelah lama mengenalmu, ayahku tidak mengubah keputusannya. Menurut ayah, kau layak. Selama mengenalmu, aku juga merasa bahwa kau adalah gadis yang baik. Aku percaya padamu, Na. Aku percaya apapun keputusan yang akan kau ambil, kau tidak akan menyakitiku karena kita teman.”
Mendengar kata ‘kita teman’ dari Alex membuat dada Anna nyeri. Namun, Anna juga sadar bahwa bagi Alex, mereka belum menikah.
***
“Lex, aku boleh masuk?” tanya Anna dari depan pintu ruang kerja Alex.
“Masuk, Na. Sebentar ya, aku selesaikan satu dokumen ini dulu,” kata Alex yang masih mengerjakan sesuatu di laptopnya.
Anna yang tak membawa ponselnya hanya bisa tidur-tiduran di sofa empuk.
“Sudah jam satu pagi, Na. Aku pikir kau sudah tidur,” kata Alex yang sudah duduk di sofa seberang Anna.
“Belum, seharian ini aku menggunakan waktuku semaksimal mungkin untuk berpikir,” kata Anna sambil bangun untuk duduk juga.
“Jadi, apa kau sudah membuat keputusan?”
“Ya, aku sudah memutuskannya.”
“Aku memperkirakan kau baru akan menjawabku dalam satu minggu.”
“Aku menganggur, Lex. Aku punya banyak waktu untuk berpikir seharian ini. Lex, ayo kita menikah. Aku akan ikut ke kerajaan naga laut.”
“Kau yakin tidak ingin disini?”
“Aku yakin, Lex. Semula aku berpikir untuk membuat perjanjian dengan om Chandra untuk membuat keluarga Sanjaya menderita. Tapi, karena kau menawarkan kehidupan baru untukku, aku memilih untuk melepaskan mereka saja dan menjalani hidup baru dengan tenang.”
“Kalau kau ingin mereka menderita, Robert bisa melakukannya sesuai perintahmu, Na. Untuk hidup tenang, aku tidak yakin kau akan bisa.”
“Tak bisa tenang? Kenapa?”
“Di kerajaan laut akan ada banyak musuh, Na. Bajak laut contohnya, kau bisa saja harus membunuh mereka dengan tanganmu sendiri. Tak hanya itu, kau juga bisa terluka atau melihat orang-orang terbunuh.”
“Aku tak masalah dengan itu, Lex. Aku sudah membulatkan tekad untuk mencoba menjalani hidup baru sehingga aku akan menerima konsekuensi yang akan datang nantinya.”
Anna sudah memikirkan ini matang-matang. Dia merasa tak ada yang ia sesali jika harus meninggalkan daratan. Dia tak punya banyak teman karena selalu sibuk, keluarga pun tak terasa seperti keluarga baginya.
Kehidupan dunia dengan ada sihir didalamnya tidak akan berjalan mulus. Mudah untuk saling membunuh atau bisa saja Anna akan bertemu dengan monster. Tapi, Anna juga salah satu penduduk bangsa laut. Ia pasti memiliki sesuatu atau kekuatan yang sama seperti Alex meski ia sendiri belum tahu apa. Anna ingin tahu potensi apa yang ia miliki sambil mencari tahu siapa ayah kandungnya. Selain itu, Anna benar-benar ingin mencoba hidup bersama pria yang ia cintai.
Meskipun Anna tak tahu bagaimana perasaan pria itu padanya, ia yakin Alex akan menghargainya. Anna tak ingin menyesal. Dia tak ingin menjadi tua dan meninggal sendirian dengan meratapi hidupnya.
‘Andai saja dulu aku memilih hidup dengan pria yang kucintai, apakah hidupku akan berbeda sekarang?’
Anna tak ingin meninggalkan dunia ini dengan penyesalan. Jika suatu hari nanti Anna akan menyesal, setidaknya ia pernah merasakan hidup berdampingan dengan Alex, satu-satunya pria yang ia cintai.
"Kau yakin hanya ingin mampir ke sini di waktu istirahat kita yang sudah susah payah kita dapatkan?" tanya Alex pada istrinya saat tiba di rumah mereka, di dunia manusia."Selamat datang Yang Mulia Raja dan Ratu," ucap Robert menyambut mereka dari pintu portal."Hai, Robert! Bagaimana kabarmu?" ucap Anna menyapa Robert."Saya sangat baik, Yang Mulia."Robert kemudian mengulurkan tangannya untuk mengambil mantel yang Anna dan Alex kenakan. Di dunia mereka sedang musim dingin."Ya, aku yakin," jawab Anna mantap pada Alex.Robert kemudian mengarahkan mereka ke ruang makan karena Anna sudah membuat daftar makanan apa saja yang ingin dia makan."Kau tak ingin coba mendaki gunung? Kau pernah bilang ingin mencobanya sesekali," jawab Alex. Pria itu sedang berusaha membuat istrinya senang. Entah mengapa beberapa hari ini raut wajah istrinya kurang baik.Ada sesuatu yang membuat Anna kesal, dan ia belum siap mengatakan itu pada suaminya.
Warning 18+Di bab ini akan ada adegan yang menampilkan kekerasan sehingga mungkin tidak nyaman untuk sebagian pembaca.***Anna mencium dahi sang suami dan langsung menyerang Steven lagi."Alirkan sihir ke dua tangan dan kakimu. Itu akan sangat membantu, mengingat kau tak mahir bela diri."Itu adalah pesan Harry pada Anna sebelum Anna menuju dunia manusia."Wowww, kemajuanmu sangat pesat! Kau memang sangat menarik!" ucap Steven memuji Anna.Anna merasa mual mendengar pujian Steven, "Aaahhh, kenapa aku harus mual dan merinding di saat bersamaan begini."Jujur saja Anna kesal karena harus mengingat siksaan demi siksaan yang dilakukan pria itu padanya."Fokus Anna, fokus. Kau akan punya waktu menangis dan berteriak saat semua ini selesai.""Fokus...""Fokus..."Anna terus mengulangi kalimat yang sama seperti merapal mantra. Ia punterus m
"Keluar kalian! Jemputlah ajal kalian sekaranggggg!" teriak Steven.Booooooommmmmmmmm!!!Pria itu lagi-lagi menyerang tenda medis secara brutal. Tenda ini tidak akan bisa lagi beroperasi."Sial!!" umpat Alex sembari memijat dahinya pelan."Kurang ajar sekali dia!" ucap Sean geram.Boooommmm!!Booooommmmmm!!Boooooommm!!Brent mengintip dari sisi tenda yang lain, "Sepertinya dia menjalankan rencananya seperti terakhir kali kita melawannya.""Lagi-lagi dia memecah pasukan?" tanya Alex memastikan dugaannya.Brent mengangguk, "Sepertinya begitu, lokasinya sangat jauh dari sini. Mereka pasti sudah menghabisi manusia sekitar sini.""Paman, kuharap kau bisa mengevakuasi tenaga medis dan para pasian," ucap Sean pada Noah.Noah pun menolah pada Alex dan Brent, "Kalian bertiga yakin bisa menghadapinya?""Kita tidak punya pilihan sekarang bukan, Grand Duke?" ucap Brent
Dewi Exi memandangi adiknya yang sudah berlinang air mata, "Jangan sedih.""Sebaiknya kau pergi sekarang, waktu kita sedikit. Kau hanya perlu berjalan lurus ke depan," ucap Dewi Exi lagi. Ia tak bisa menahan Anna lebih lama. Jika dia melakukannya, Anna tidak akan bisa mencapai tujuannya.Anna kemudian menarik nafas panjang dan menghembuskannya perlahan. Wajah Dewi Exi masih terlihat tidak rela melepas kepergian Anna."Kau bisa menemuiku kapan saja saat semua ini selesai, bukan?" tanya Anna.Wajah sedih itu berubah ceria. Senyum Dewi Exi mengembang."Tentu saja! Kita bisa bertemu lagi di laut ini. Aku akan memberitahumu lewat mimpi."Anna tersenyum, "Kalau begitu sampai jumpa... kakak."Dewi Exi hanya melambaikan tangan. Anna sendiri kemudian berjalan lurus terus ke depan dan berhasil keluar dari ruangan serba putih."Haaaaahhhhhhh..."Anna membuka matanya dan sudah kembali lagi ke laut. Ia mendapati dirinya terbaring di
Anna yang asal bertanya itu membuat Dewi Exi tertawa. Wanita itu hanya berpikir apa yang salah dari pertanyaannya, bukankah kakak dan adik memiliki DNA yang sama?"Maaf... maaf... Hahahaha.""Aku hanya merasa pertanyaamu lucu saja, benar-benar on point," lanjut Dewi Exi masih dengan tawanya.Anna pun mengerucutkan bibirnya."Kau pun juga seorang Dewi, tapi itu dulu, sebelum kau terlahir kembali," ucap Dewi Exi."Dan mengapa aku jadi terlahir kembali? Apakah kau suatu saat akan terlahir kembali?"Dewi Exi tertawa sangat kencang hingga matanya berair."Suatu saat pun aku akan bisa mati dan terlahir kembali. Dulu, kau adalah Dewi yang menciptakan bangsa ular laut. Kau punya kemampuan meramal. Maka dari itulah bangsa ular memiliki firasat yang bagus. Di saat kau mati, di saat itu pula kemampuan bangsa ular meredup. Dan meski tak bisa kembali sepenuhnya, kemampuan bangsa ular sedikit kembali saat kau terlahir," jelas Dewi Exi.
Setelah melihat situasi tak menguntungkan itu dari batu perekam, Noah dan Sean langsung berlari melewati portal menuju arena pertarungan para raja."Halo, pangeran. Sudah lama kita tidak bertemu," ucap Steven menyapa Noah basa-basi.Tanpa berbicara satu patah kata pun, Noah langsung menyerang Steven dengan sihirnya. Noah rasanya tidak sudi berbicara dengan orang yang telah menyakiti putrinya. Melihat jelasnya wajah pria itu hanya mempertebal kebencian Noah."Wow! Wow! Tunggu dulu! Tunggu dulu!" ucap Steven sambil menangkis serangan Noah. Pria itu bahkan menangkis dengan santai, seolah serangan Noah tak ada apa-apanya.Mereka kini seperti ayah yang mengajari anaknya bermain, dengan posisi Noah sebagai anak. Grand Duke Hillary terlihat seperti pemula."Buruk sekali," batin Noah.Noah kini menyerang Steven dengan tangan kanan, sementara tangan kirinya memberi aba-aba untuk Sean mengamankan sekitar satu atau dua orang.Sean membawa ayahny